PDIP Bantah Jadi Pionir Hadirkan Rencana GBHN

Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah membantah usulan amandemen kelima Undang-undang Dasar (UUD) 1945, bukan berasal dari partainya.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berfoto bersama kader PDIP saat peluncuran "tagline" dan atribut partai untuk kalangan milenial di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis (20/9). PDI Perjuangan dalam menghadapi Pemilu 2019 meluncurkan "tagline" dan atribut partai untuk kalangan milenial sebagai bentuk kreativitas politik dalam menyambut tahapan kampanye. (Foto: Ant/Aprillio Akbar)

Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah membantah usulan amandemen kelima Undang-undang Dasar (UUD) 1945, bukan berasal dari partainya, karena sejak 2010 usulan tersebut sudah ada.

Ahmad Basarah menuturkan dalam Kongres PDIP V di Bali beberapa waklu lalu itu merekomendasikan MPR agar melanjutkan rencana amandemen terbatas UUD 1945, untuk menghadirkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini hanya meneruskan rencana yang sudah disepakati oleh pimpinan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dan kelompok DPD RI.

Saat itu MPR RI dibawah kepemimpinan Taufik Kiemas mendapatkan aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat yang menginginkan amandemen UUD 1945.

"Saya ingin meluruskan agar masyarakat tidak terkecoh dengan amandemen terbatas UUD 1945. Itu bukan semata-mata usulan PDIP," kata Basarah di Kompleks Parlemen, Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Selasa, 13 Agustus 2019.

Dia menjelaskan saat itu MPR RI dibawah kepemimpinan Taufik Kiemas mendapatkan aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat yang menginginkan amandemen UUD 1945.

Atas usulan masyarakat tersebut, ternyata ada tiga kelompok yang menyikapinya, yaitu kelompok yang meminta kembali ke UUD yang asli, kelompok yang menilai amandemen UUD 1945 sudah cukup baik, dan kelompok yang menilai diperlukan kembali perubahan UUD 1945.

"Dari tiga kelompok tersebut direspon oleh Pimpinan MPR dan pimpinan fraksi MPR periode 2009-2014, dengan membentuk tim kerja kajian ketatanegaraan, yaitu dengan menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Lalu disimpulkan bahwa masyarakat menginginkan MPR memiliki wewenang membuat haluan negara," ujarnya.

Dia mengatakan atas aspirasi itu, pada Sidang Paripurna MPR November 2014, ada tujuh poin yang dikeluarkan untuk menjadi rekomendasi. Salah satunya merekomendasikan MPR periode berikutnya melakukan reformulasi sistem ketatanegaraan dengan menghadirkan kembali GBHN.

Rekomendasi itu sudah atas nama lembaga MPR, berarti 10 partai dan DPD RI menyetujui dilakukan amandemen terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN.

"Lalu oleh MPR RI periode 2014-2019 ditindaklanjuti dengan membentuk tim kerja kajian ketatanegaraan yang ditingkatkan derajatnya menjadi Badan Kajian Ketatanegaraan, lalu bekerja. Jadi kesimpulannya perlu dilakukan amandemen terbatas untuk menghadirkan GBHN," katanya. 

Baca juga:

Berita terkait
Ketika Megawati Singgung Amandemen UUD Kepada Presiden Jokowi
"Ibu Mega menyampaikan itu, perlu ada haluan negara, MPR jadi lembaga tinggi negara. Presiden merespons bagus," kata Ma'ruf Amin.
GBHN Menurut BJ Habibie dan Pakar Hukum Tata Negara
BJ Habibie menegaskan Indonesia perlu memiliki GBHN. Sementara Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengusulkan seperti apa?
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"