Pariwisata Bali Dikembangkan dengan Kearifan Lokal

Pariwisata Bali berkembang pesat berkat dukungan kearifan lokal, yang perlu dibenahi Kemenpar adalah daerah tujuan wisata yang sepi pengunjung
Suasana di Pantai Kuta, Bali. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan persoalan besar di daerah lain (Foto: timeout.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Bali sudah dikenal sejak tahun 1908 ketika nyonya-nyonya (meneer-meneer) Belanda singgah di Bali ketika hendak ke Lombok dengan kapal laut dari Batavia. Tapi, awal pariwisata Bali dianggap sejak tahun 1920 ketika seorang nyonya Belanda jalan-jalan ke Bali bukan urusan dagang dan pemerintahan seperti tahun 1908.

Selanjutnya ada kapal dagang Belanda KPM (Koninklijke Paketcart Maatsckapy) yang melayani jalur pelayaran Singapura, Batavia, Semarang, Surabaya, lalu singgah di pelabuhan Buleleng Bali dengan membawa rombongan turis dari Eropa.

Promosi Bali justru terjadi ketika beberapa pelukis terkenal datang ke Bali. Mereka melukis keindahan Bali, seperti yang dilakukan oleh Antonio Blanco di tahun 1930-an. Lukisan Blanco jadi promosi Bali. Blanco sendiri menikahi gadis Bali dan tinggal di Ubud.

Sejak itu Bali dikenal sebagai daerah tujuan wisata (DTW) utama di Indonesia. Beberapa daerah mencoba menggaet wisatawan mancanegara (Wisman) dari Bali dengan berbagai semboyan, seperti: Bali and the Beyond. Ada lagi promosi Lombok: You Can See Bali in Lombok but You Can’t See Lombok in Bali. Atau ini Beyond Bali.

Ada kondisi di Bali yang tidak ikhlas dilakukan di DTW lain, kecuali Yogyakarta, yaitu hospitality (keramahtamahan yang tulus). Adalah hal yang mustahil Wisman jalan-jalan dengan hanya memakai kutang (BH atau Bra) dan cawat (celana dalam). Di Yogyakarta tidak sebebas di Bali, tapi Wisman cewek nyaman dengan memakai kaos tanpa BH tanpa disuit-suit laki-laki.

Untuk meningkatkan pariwisata Pemprov Bali menerbitkan peraturan daerah (Perda) No 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang diundangkan tanggal 15 Maret 2012 yang ditandatangani oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Perda inilah yang jadi landasan pengembangan pariwisata di Bali. Ketika kampanye Pilpres 2019 Cawapres No 2 Sandiaga Uno buka mulut di Bali (Maret 2019) dengan mengatakan akan mengembangkan pariwisata halal di Bali. Sontak pernyataan itu ditanggapi oleh banyak kalangan karena dinilai mengusik pariwisata Bali yang sudah diatur melalui perda.

Pariwisata Bali kembali riuh ketika Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan disahkan karena ada satu pasal yang bisa menjerat Wisman yang membawa pasangan tanpa ikatan pernikahan yang resmi yaitu tentang perzinaan dengan ancaman pidana kurungan.

Baca juga: Wisata Bali Dihantam Pasal Zina dan Kriminalitas

Pariwisata Bali kembali gempar ketika Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo menyampaikan wacana wisata halal di Danau Toba dan Bali. Lagi-lagi kegaduhan terjadi di kalangan pemerintahan dan netizen.

Baca juga: Menpar Wishnutama Wisata Halal Tidak Harus ke Bali

Di Pasal 3 ayat a disebutkan: Kepariwisataan budaya Bali bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu. Ini jadi pedoman utama dalam pengembangan pariwisata di Bali.

Pasal 8 ayat 2 disebutkan: Usaha pariwisata harus: a. bercirikan budaya Bali; b. memiliki visi pemeliharaan budaya Bali; dan c. berpartisipasi dalam pengembangan budaya Bali.

Jika pariwisata Bali digodok dengan ‘wisata halal’ tentulah ciri-ciri budaya Bali akan pupus karena bertentangan dengan kaidah syariah. Dengan demikian upaya memelihara budaya Bali pun sirna pula sehingga sektor pariwisata tidak lagi bisa berpartisipasi dalam pengembangan budaya Bali.

Di Pasal 11 arah dan tujuan pariwisata Bali lebih tegas lagi: Pembangunan destinasi pariwisata harus dilakukan dengan memperhatikan:

a. kearifan lokal seperti keyakinan masyarakat Bali yang didasarkan pada Tri Hita Karana dan dijiwai oleh Agama Hindu;

b. kelestarian budaya dan lingkungan hidup, seperti tradisi-tradisi, Adat istiadat Bali, dan aturan-aturan tentang lingkungan hidup

Intervensi ‘wisata halal’ akan mengganggu kearifan lokal dan kelestarian budaya Bali. Inilah yang membuat banyak kalangan di Bali dan di luar Bali yang tidak bisa menerima pernyataan Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo yang akan membangun ‘wisata halal’ di Bali.

Tanpa harus ada embel-embel ‘wisata halal’ pariwisata Bali sudah mendunia, lagi pula embel-embel itu justru merusak cita pariwisata Bali yang selama ini sudah dikenal luas dengan hospitality yang tulus.

Yang perlu dikerjakan oleh Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo adalah meningkatkan inbound untuk DTW yang sepi, terutama ’10 Bali Baru’ yang dicanangkan Presiden Jokowi.

Wisman dari beberapa negara Eropa Barat, Australia dan Amerika Serikat mempunyai lama tinggal di Indonesia sekitar 10 hari. Tujuan pertama mereka tentulah Bali.

Nah, apa yang harus dilakukan oleh Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo agar wisatawan yang berkunjung ke Bali tidak menghabiskan waktu liburan hanya di Bali?

Itulah yang perlu dikerjakan oleh Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo, bukan hanya bikin gaduh yang tidak jelas juntrungannya (dari berbagai sumber). []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Wisata Halal di Bali, TKN: Sandiaga Uno Jualan Kampanye
'Saya kira Sandi tahu, tetapi sengaja saja untuk bikin rame'
Pasal Perzinahan di RUU KUHP Mengancam Pariwisata Bali?
Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati menjamin para turis, khususnya turis asing masih aman menghabiskan liburannya di Bali.
Pariwisata Bali Dihantam Kriminalisasi Zina
Bali merupakan sorga bagi wisatawan mancanegara, terutama dari Australia, tapi isu kriminalisasi zina menggegerkan yang berdampak buruk bagi Bali
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.