Para Difabel Calon Peracik Kopi Andal di Banyuwangi

Sejumlah difabel tuli dan bisu mengikuti pelatihan menjadi barista di Banyuwangi. Mereka belajar mulai dari kebun kopi hingga penyeduhan.
Para peserta pelatihan barista dari kalangan disabilitas belajar mengolah biji kopi di aula Kantor Kecamatan Banyuwangi Kota, Banyuwangi, Kamis, 3 September 2020. (Foto: Tagar/Hermawan)

Banyuwangi - Deru mesin pengolahan kopi, pagi itu Kamis 3 September 2020 menggema di aula Kantor Kecamatan Banyuwangi kota, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sekelompok pemuda dengan serius terus mengamati proses pengolahan kopi tersebut.

Mereka adalah belasan pemuda dari komunitas disabilitas yang ada di Banyuwangi, yang mengikuti pelatihan menjadi barista. Seluruhnya merupakan difabel tuli dan bisu. Mereka tergabung dalam kelas Tuli Aura Mocca.

Seorang penerjemah bahasa isyarat menemani mereka, dan membantu saat ada hal yang akan ditanyakan pada mentornya.

Para difabel itu terlihat antusias mengikuti pelatihan pada sesi itu, yakni sesi teknik pengolahan dari biji kopi hingga menjadi kopi siap minum.

Mereka dibimbing oleh sejumlah pelatih atau mentor yang sudah berpengalaman di bidang kopi, yang siap menjawab setiap pertanyaan dan rasa ingin tahu mereka.

Rencana Buka Kedai Kopi

Seorang peserta pelatihan itu, yakni Shafira Sayu Salsabila, mengaku sangat senang diberi kesempatan untuk belajar menjadi barista kopi. Sebab menurutnya kesempatan tersebut sangat sulit didapatkan bagi pemuda berkebutuhan khusus seperti dirinya.

“Alhamdulillah saya sangat bersyukur bisa mengikuti pelatihan barista ini, karena jarang sekali ada pelatihan seperti ini yang khusus untuk penyandang disabilitas. Makanya saya harus benar-benar memanfaatkan pelatihan ini semaksimal mungkin,“ ujar Shafira Sayu Salsabila melalui penerjemahnya.

Cerita Kopi Difabel Banyuwangi 2

Suasana pelatihan barista difabel di aula Kantor Kecamatan Banyuwangi Kota, Banyuwangi, Kamis, 3 September 2020. (Foto: Tagar/Hermawan)

Bella sapaan akrab Shafira Sayu Salsabila mengaku, awalnya kesulitan untuk mengikuti pelatihan barista ini. Sebab selain harus menggunakan penerjemah, banyak pula istilah-istilah yang menggunakan bahasa asing dan sulit untuk dia mengerti.

Namun, para mentor dengan telaten menjelaskan maksud dari istilah-istilah yang digunakan. Sehingga, kata Bella, dia dan teman- temannya mulai bisa mengerti.

“Awal pelatihan saya sempat kesulitan, karena saya memang sangat awam sekali dengan kopi, sehingga perlu kerja keras untuk memahaminya. Terlebih lagi istilah dalam kopi tersebut banyak juga yang menggunakan bahasa Inggris, sedangkan saya minim sekali pengetahuan bahasa Inggris. Tapi dengan sabar pelatih mengajari dan menerjemahkan istilah itu, sehingga saya dan teman-teman benar-benar memahaminya,” tambah Bella

Bella berencana membuka kedai kopi setelah pelatihan usai. Sehingga selain bisa menyalurkan ilmu yang dia dapat, juga bisa menopang perekonomian keluaraganya.

Cita-cita saya setelah pelatihan ini ingin mendirikan kedai kopilah meski kecil-kecilan. Mudah-mudahan saja dapat modal, selain bisa menyalurkan ilmu yang saya dapat juga dapat membantu keluarga hasilnya nanti.

Sementara, Ketua Kelas Kopi Tuli Aura Moca, yang sekaligus penggagas pelatihan barista untuk difabel di Banyuwangi, Novian Darma Putra mengatakan, tujuan dibukanya pelatihan barista ini, untuk menciptakan peluang pekerjaan bagi para penyandang disabilitas di Banyuwangi. Sebab banyak penyandang disabilitas di Banyuwangi yang tidak bekerja.

“Tujuan saya mengadakan pelatihan ini sederhana, agar teman-teman dari kalangan disabilitas ini bisa bekerja dan mandiri. Karena kenyataanya selama ini masih banyak sekali teman-teman dari kalangan disabilitas yang masih menganggur,” kata dia.

“Kita Lihat saja dari data yang saya peroleh, ada sekitar 1000 orang penyandang disabilitas di Banyuwangi yang memasuki usia kerja dengan berbagai golongan difabel. Tapi dari jumlah itu, mungkin tidak sampai dua persennya yang telah mempunyai pekerjaan,”ujar Novian Darma Putra

Pelatihan barista ini, lanjutnya, hanya diperuntukkan bagi difabel bisu dan tuli saja. Sebab dibutuhkan indra pengelihatan dan penciuman yang bagus untuk mengenali jenis-jenis kopi.

“Sedangkan untuk penyandang disabilitas dari golongan lainya, seperti tuna netra, tuna grahita dan yang lainya, akan ada pelatihan di bidang lainya,” kata Novian.

Profesi yang Cocok

Novian melanjutkan, sebelum tiba pada sesi pengolahan atau penyeduhan kopi, para peserta telah melewati beberapa tahapan lain. Agar hasilnya lebih maksimal, pada tahap awal para peserta diajak ke kebun kopi di daerah Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.

Cerita Kopi Difabel di Bayuwangi 3Para difabel peserta pelatihan barista saat diajak ke perkebunan kopi di daerah Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. (Foto: Tagar/Hermawan)

Di kebun kopi itu, mereka dikenalkan berbagai jenis kopi. Mereka juga dikenalkan cara menyangrai kopi, baik yang menggunakan cara manual, maupun yang menggunakan mesin.

"Agar mendapatkan cita rasa yang pas, mereka juga kita minta untuk mecicipi biji kopi yang telah disangrai. Hal itu, untuk mengenali rasa dari berbagai jenis kopi yang ada. Untuk tahap akhir para calon barista itu akan kami latih teknis penyeduhan yang benar hingga proses penyajian yang benar juga,”tambah Novian

Tantangan untuk mencetak difabel menjadi barista handal cukup berat. Sebab dalam setiap prakteknya untuk menjelaskan materi dan teori, harus selalu didampingi seorang penerjemah. Sehingga membutuhkan kesabaran tersendiri.

“Kendala saat mengajari para divabel, perlunya bantuan penerjemah tapi itu bisa berdampak positif juga bagi saya, sehingga saya mau tidak mau juga harus belajar bahasa isyarat untuk bisa berkomunikasi dengan mereka (Peserta pelatihan barista). Tapi pada akhrinya sudah terbiasa,”ujur Novian Darma Putra.

Pengamat Kopi yang juga sebagai pelatih dalam pelatihan barista khsusu disalibilitas dari Kopi Sahabat Banyuwangi, Muhammad Emir Yusuf mengaku, melatih para penyadang disabilitas untuk mengenali kopi memang membutuhkan tenaga ekstra. Karena selain harus ada penerjemah, pemahaman mereka tentang kopi juga masih sangat minim. Terlebih lagi untuk memahami istilah di kopi yang menggunaman bahasa asing seperti bahasa inggris.

“Tapi kemauan mereka sangat tinggi sehingga semangat juga saya. Untuk istilah kopi yang sulit ditangkap peserta pelatihan kita terjemahkan lebih sederhana sehingga mereka bisa memahaminya,” kata Emir.

Emir menambahkan, berdasarkan pengamatannya, para difabel tersebut lebih cocok untuk diarahkan menjadi kuantitas kontrol kopi, yakni mecicipi cita rasa kopi. Karena bakat para difabel justru mengarah ke sana.

“Peserta pelatihan ini sebenarnya lebih terarah ke kuantitas kontrol kopi dari pada menjadi barista. Karena indra penciuman mereka tentang kopi sangat bagus sekali. Jika ditarik dengan peluang pekerjaan apakah ada di Banyuwangi? Pasti ada di Banyuwangi banyak cafe atau kedai kopi yang membutuhkan profesi itu untuk bisa mendapatkan kualitas kopi yang baik untuk dijual,” ucap Emir.

Emir menambahkan, pada dasarnya untuk melatih penyandang disabilitas untuk menjadi barista tidak begitu sulit. Karena sama dengan peserta pelatihan pada umumnya. Sehingga jika ada kemauan yang kuat pasti akan bisa menjadi barista profesional

Cerita Kopi Difabel di Banyuwangi 4Peserta pelatihan barista nampak antusias memperhatikan jenis kopi untuk yang ditunjukkan oleh mentor atau pelatih mereka. (Foto: Tagar/Hermawan)

Pemerhati disabilitas dari Komunitas Advokasi Disabilitas Aura Lentera Banyuwangi, Indah Cahyaningrum mengatakan, para penyandang disabilitas tersebut memang perlu banyak mendapatkan pelatihan. Tujuanya agar mereka bisa mandiri untuk menjalani kehidupan sehari- harinya.

“Pelatihan Semacam ini memang perlu didapatkan bagi para penyandang disabilitas. Sebab mereka selamama ini masih minim mendapatkan pelatihan, apalagi pelatihan barista. Mentok terkadang mereka hanya mendapatkan pelatihan keterampilan memijat saja sehingga terkadang keahlian mereka yang hanya itu-itu saja,” kata Indah

“Di Banyuwangi sendiri teman-teman penyandang disabilitas tunarungu dan wicara cukup banyak sehingga jika mereka mendapatkan pelatihan yang sama saya yakin peluang pekerjaan bagi mereka juga sangat tinggi karena jika menjadi barista ini juga bisa membuka usaha sendiri.”

Indah berharap nantinya pelatihan tidak hanya sebatas barista saja, tetapi juga pelatihan lainnya, seperti membuat kue. Sehingga semakin banyak peluang pekerjaan untuk kalangan difabel di Banyuwangi. “Saya berharap pelatihan ini tidak sebatas pelatihan barista saja tapi pelatihan lainya juga ada. Saya yakin nantinya akan berdampak lebih baik bagi teman –teman penyandang disablitas di Banyuwangi,” kata dia.

Sebelumnya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memrediksi, produksi kopi dari seluruh perkebunan di Banyuwangi mencapai lebih dari 3.900 ton.

Melimpahnya kopi membuat kabupaten ini mampu mengekspor hasil kopinya ke beberapa negara, seperti Italia, Amerika, Jepang dan Qatar.

“Tak sedikit orang sukses dan kaya raya yang saya kenal, ternyata salah satunya kunci suksesnya usaha di bidang kopi. Karena kopi dinikmati semua kalangan” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. [] 

Berita terkait
Selera Rokok yang Terpaksa Berubah Akibat Pandemi
Sejumlah warga di Kabupaten Banyuwangi mengubah selera rokoknya dari rokok pabrikan menjadi rokok tembakau lintingan sendiri akibat pandemi.
Pembuat Kasur Kapuk yang Bertahan di Yogyakarta
Cerita tentang seorang produsen sekaligus penjual kasur kapuk yang masih bertahan di antara kasur-kasur busa di Yogyakarta.
Ikan-ikan Berekor Genit Pembawa Rezeki di Gowa
Seorang mahasiswa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan mampu meraup omzet jutaan rupiah per bulan dari budidaya ikan hias.
0
Amerika Desak Israel dan Palestina Redakan Ketegangan
AS ungkapkan keprihatinan pada 27 Juni 2022 atas ketegangan yang "nyata dan berbahaya" yang terjadi antara warga Israel dan Palestina