Pantaskah Cak Imin Jadi Menteri BUMN?

Ketum PKB Muhaimin Iskandar diisukan bakal menjadi Menteri BUMN menggantikan Rini Soemarno. Pantaskah dia menduduki jabatan itu?
Jokowi berbincang dengan Muhaimin Iskandar saat meninjau Rusunawa Wisma Atlet, Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu, 14 Juli 2018. (Foto: Antara/Nova Wahyudi)

Jakarta - Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin diisukan bakal menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menggantikan Rini Soemarno. Namanya muncul pada daftar menteri susunan Kabinet Indonesia Kerja (KIK) Joko Widodo-Ma’ruf Amin periode 2019-2024 yang tersebar melalui aplikasi pesan instan WhatsApp.

Dosen Tetap dan Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpendapat politikus PKB itu justru lebih tertarik menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggantikan posisi Zulkifli Hasan.

“Muhaimin enggak bakal di situ (Menteri BUMN), dia lebih mengejar Ketua MPR. Menurut pernyataan yang terakhir, dia tidak mengejar kursi menteri,” ujar Ujang kepada Tagar, Jumat, 5 Juli 2019.

Kalau menteri itu anak buah presiden, Jadi itu kalah pangkat dan kedudukan. Yang mungkin dia kejar adalah ketua MPR.

Menurutnya, menjabat sebagai Ketua MPR jauh lebih bergengsi dan lebih strategis karena menjabat sebagai lembaga tertinggi negara. Sedangkan duduk di kementerian hanya menjadi pembantu presiden. 

“Kalau menteri itu anak buah presiden, Jadi itu kalah pangkat dan kedudukan. Yang mungkin dia kejar adalah ketua MPR,” jelas Staff Khusus Ketua DPR RI ini.

Bukan Ahlinya BUMN

Mengenai kemampuan politikus PKB untuk menangani BUMN, Ujang menilai Cak Imin bukan orang yang tepat di bidang itu. Untuk memegang peranan sebagai pimpinan di sana, dibutuhkan seseorang yang sangat berpengalaman dalam mengelola dan memajukan bisnis perusahaan.

“Muhaimin Iskandar tidak ahli di bidang BUMN. Kalau Rini Soemarno itu pernah jadi Direktur Astra Internasional, pernah di core bisnis. Mengelola BUMN sangat penting dengan latar belakang bisnis dan pengalaman untuk memajukan perusahaan,” ujarnya.

Pada catatan Ujang, rekam jejak Ketum PKB itu lebih lama menjadi aktivis dan politikus, ketimbang pebisnis.

“Bukan tidak boleh, tetapi cari yang ahli saja di bidangnya yang memiliki track record memajukan perusahaan dan sukses. Menteri itu harus ahli di bidangnya,” tutur dia.

Semisal Rini Soemarno nantinya terkena reshuffle, itu pun tidak akan diberikan secara cuma-cuma kepada PKB, karena posisi Menteri BUMN sangat strategis. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu menilai yang memiliki peluang lebih besar untuk menempatinya yang terkait dengan PDI-Perjuangan. 

“Menteri BUMN ini menteri strategis dan menurut saya lebih ke orangnya Pak Presiden (Jokowi) sendiri atau dari PDIP sebagai partai pemenang Pemilu. Logikanya seperti itu. Kalau menurut saya tidak akan jatuh ke PKB,” kata Ujang.

Biasanya, menurut dia, posisi menteri strategis, termasuk BUMN, diambil oleh partai penguasa dan partai pemenang. “Menteri yang sekarang [Rini Soemarno] kan yang endorse PDIP. Bu Mega instruksi seperti itu,” ujarnya.

Ade mengakhiri wawancara dengan mengulangi pernyataannya kalau yang diperjuangkan dan dibidik oleh Muhaimin adalah ketua MPR, bukan menteri BUMN. []

Baca juga:

Berita terkait