Untuk Indonesia

Potensi Posisi Menteri Milenial di Era Jokowi

Jokowi diminta memerhatikan kalangan 'zaken' terkait penilaiannya terhadap menteri milenial di kabinet.
Presiden Joko Widodo. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Oleh: Yudhi Vanstepan Simorangkir*

Berbagai isu menggiring opini masyarakat muncul dalam peta perpolitikan Indonesia ketika Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sehingga membawa paradigma baru dalam berdemokrasi. Namun, pilpres kini telah selesai.

Selesainya Pilpres 2019 bersamaan dengan pegantian isu yang menggiring opini publik bermuara rekonsiliasi antara pihak Jokowi dan Prabowo. Tentu rekonsiliasi ini perlu, untuk menyatukan kembali pandangan politik dalam menyelesaikan dinamika kebanggsaan.

Saya, Yudhi Simorangkir, yang bertindak sebagai pemerhati kebijakan publik berharap kepada presiden dan wakil presiden terpilih supaya lebih memerhatikan unsur kalangan zaken (ahli).

Universitas Kristen Satya Wacana, Yudhi Vanstepan SimorangkirMahasiswa Pascasarjana Studi Pembangunan, Fakultas Inter Disipliner, Universitas Kristen Satya Wacana, Yudhi Vanstepan Simorangkir. (Foto: Tagar/Gemilang)

Keunggulan dari kalangan profesional sangat mampu adaptif mengejawantahkan setiap program yang ditetapkan, yang berdampak kepada masyarakat.

Kemudian pemerintah juga harus membatasi kalangan unsur partai koalisi, supaya lebih menekankan kriteria dari kalangan aktivis paripurna yang telah berjuang seiring perjalanan demokrasi bangsa Indonesia.

Kekawatiran kita, biasanya presiden dan wakil presiden terjebak dalam koalisinya. Partai selaku pendukung hanya melihat kriteria dan ketokohan personal bukan melihat dari rekam jejak kontribusinya untuk kepentingan negara.

Harapan kita supaya ketua partai politik mengesampingkan ego di atas kepentingan bangsa sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi negara hebat dan mampu bersaing menghadapi globalisasi.

Terkait segmentasi milenial untuk menteri saya pikir tidak cukup referensi kita ke Malaysia. Memang kita melihat bagaimana menteri pemuda Malaysia mencuri perhatian masyarakat Indonesia, seolah-olah sosok millenial mampu mengatasi masalah kebangsaan.

Masalahnya jika presiden memilih dari segmentasi milenial, bagaimana sosok calon menteri ini mampu bersinergi dari pejabat mulai eselon 1, 2 dan 3. Padahal kita pahami para pejabat eselon 1 dan 2 seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) karier yang ahli di bidangnya masing-masing.

Saya pikir pak presiden harus jeli melihat potensi calon menteri. Jangan hanya melihat fenomena milenial yang lagi booming. Namun harus benar benar teruji nasionalismenya, seperti punya gagasan besar dan mampu bekerja untuk rakyat Indonesia.

*Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Studi Pembangunan, Fakultas Inter Disipliner Universitas Kristen Satya Wacana.

Berita terkait
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina