Jakarta - Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung 16 bulan ini membuat para seniman kesulitan memperoleh penghasilan.
Tidak ada job membuat seniman banyak yang berguguran. Menjual isi galeri, alat kesenian sampai sanggar tutup.
Seniman Kota Semarang Yoyok Bambang Priyambodo, dikutip dari Radar Semarang mengatakan, sudah hampir dua tahun tidak bisa berkesenian sama sekali. Seniman sudah mulai banyak berguguran satu per satu, bahkan terancam punah. “Jika kondisinya masih seperti ini seniman bisa binasa, baik karya atau produk seninya,” katanya.
Ia menambahkan, untuk menggelar event virtual jelas seniman tidak mampu. Sebab, butuh pulsa, kostum, ruang, sound, lighting dan akomodasi tidak sedikit. Sementara untuk langsung tidak memungkinkan karena masih belum boleh ada kerumunan. “Untuk membuka usaha butuh modal sementara sekedar makan utk dirinya saja belum ada apalagi untuk keluarga,” ujarnya.
Seniman hanya ingin diberikan ruang untuk mengapresiasikan karya kreativitasnya.
Pendiri sekaligus pemilik Sanggar Tari Greget ini menambahkan, pemerintah seharusnya bisa memperhatikan. Jika harus ada pertunjukan virtual bisa difasilitasi. Seniman juga tidak mengharapkan bantuan cuma-cuma, tetapi tetap ingin berkarya dan mencukupi kebutuhan hidup. “Seniman hanya ingin diberikan ruang untuk mengapresiasikan karya kreativitasnya. Sebagai sebuah penghargaan atau nguwongke wong."
Yoyok tidak menampik jika mulai banyak seniman yang menjual alat kesenian dan galery tutup. Ia kerap ditawarkan untuk membeli karena kondisi benar-benar membuat seniman gulung tikar. “Saya hampir tiap hari di tawari gamelan, wayang, rumah sanggar dan lainnya. Kalau kondisi ini terus terjadi, seniman pasti akan hilang." []
Baca juga
- Di Masa Pandemi, Rian D'Masiv Merambah Dunia Perfilman
- Siasat Musisi Tanah Air di Tengah Pandemi, Manfaatkan Teknologi