Jakarta - Eks karyawan divisi Business Development PT OYO Rooms Indonesia Alex menuturkan pemecatan hubungan kerja (PHK) besar-besaran oleh perusahaan akomodasi asal India tersebut tak hanya dilatarbelakangi oleh pandemi Covid-19.
Goyangnya keuangan OYO, kata dia kemungkinan terjadi pada akhir 2019 karena ada miss manajemen dan beberapa investasi properti yang macet.
"Kemudian terlalu banyak jor-joran soal investasi ke properti yang akhirnya jadi kredit macet," kata Alex melalui wawancara Tagar TV, Rabu, 26 Agustus 2020.
Meski demikian, kata dia pada 2020 OYO berusaha keras untuk mendapatkan profit. "Masuk ke awal 2020 itu sebenarnya OYO masih mau ekspansi. Jadi, yang saya dengar OYO di tahun 2019 itu rugi," ucapnya.
Alex menilai sistem jaminan atau kolateral dari OYO untuk properti yang berutang dengan OYO cenderung lemah. Pasalnya, setiap owner yang meminjam atau dibantu investasi oleh OYO, pihak OYO akan mengambil cek dari owner sebagai jaminan.
"Ini hanya sekadar menipu bagi saya, karena tidak ada ikatan ataupun penguncian dana di situ. Karena kalau ketemu owner yang nakal itu rekening giro mereka kan sebenarnya bisa diblokir atau nomor cek bisa diblokir dan tidak bisa dipakai sama OYO kalau ada wanprestasi," ujarnya.
Sistem yang seperti itu, menurutnya menyebabkan banyak uang yang keluar dari OYO akhirnya tidak kembali ke kasnya OYO Rooms. "Nah, itu yang bikin keuangannya jadi berdarah-darah karena banyak investasi bodong yang akhirnya gagal," tutur dia.
Awal Pemecatan Pegawai OYO
Berdasarkan penjelasan dari Alex, keuangan OYO mulai goyah akhir 2019 atau jelang 2020. OYO pun tetap optimistis menjalankan bisnisnya. Alhasil, OYO mengambil langkah PHK.
"Ada yang dapat 8 kali gaji, 5 kali gaji, itu sekitar bulan Januari-Februari, itu kebanyakan tim operasional dan tim-tim transformasi yang mungkin dianggap OYO tidak terlalu signifikan memberikan dampak kepada target OYO yang ingin profit di 2020," kata Alex.
Selanjutnya, pada April 2020 terjadi PHK besar-besaran. Alex menyebut OYO berusaha menghindari dari kewajibannya untuk membayar pesangon dengan menerapkan sistem unpaid leave. Tapi, beberapa pegawai mempertanyakan sistem tersebut lantaran beberapa akses pegawai telah diblokir.
"Jadi kalau kamu masih percaya sama pegawai itu, kenapa harus diblokir, dia kan juga bisa bantu OYO dari rumah misalkan, jadi kalau dia harus di-unpaid leave, dibayar 1,5 juta setiap bulan mungkin pegawai yang belum ada pilihan apa pun dia akan terima, tapi kalau dia misalkan diputus aksesnya dia juga bingung mau kerja seperti apa," ucapnya.
OYO kemudian menawarkan pegawainya untuk tetap di-unpaid leave hingga akhir tahun atau diputus kontraknya dengan menerima tiga kali gaji.
"Tapi sebenarnya itu bukan tiga kali gaji, tapi gaji mereka yang selama tiga bulan tidak dibayarkan. Karena waktu itu OYO belum ada uang, akhirnya dibayar serentak. Jadi akhirnya banyak sekali yang memutuskan oke saya mau keluar saja dari OYO," kata Alex. []