Bagas Pujilaksono Widyakanigara*
Saya bukan ahli agama, juga bukan ahli hukum, apalagi ahli bahasa. Pingin ketawa ngakak jika ada orang eksplit mengaku dirinya ahli sesuatu dengan wajah panik dan salah tingkah dan ketakutan. Sapa nandur bakal ngundhuh. Menanam angin, menuai badai.
Berhari-hari saya cermati video pernyataan Menag RI. Saya tidak melihat sama sekali, ucapan Gus Yaqut yang langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, mengkorelasikan antara lantunan adzan dan gonggongan anjing.
Lebih-lebih, Gus Yaqut tidak menyebut kata-kata adzan sama sekali. Bagaimana koq jadi muncul kata adzan, dan dipaksa dikolerasikan dengan gonggongan anjing? Kepentingan politik?
Kalau saya yang berpendapat, Gus Yaqut sedang membahas kebisingan suatu suara yang bisa bersumber dari manapun, termasuk gonggongan anjing. Kualitas Toa rumah ibadah yang tidak bagus dengan volume yang keras sekali, berpotensi mengganggu keharmonisan kehidupan masyarakat Indonesia yang plural, dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara.
Di video itu tegas Gus Yaqut menyebutkan, bahwa Pemerintah tidak bermaksud melarang penggunaan Toa untuk keperluan adzan, karena itu bagian dari syiar agama Islam. Pemerintah hanya mengatur penggunaan Toa dari perspektif volumenya, bukan substansi adzannya.
Pemelintiran dan penggiringan opini, bahwa Gus Yaqut telah mengkorelasikan lantunan adzan dengan gonggongan anjing, adalah fitnah keji dan framing jahat.
Gus Yaqut sedang mengamalkan Pancasila, yaitu BerKetuhanan Yang Maha Esa dengan cara yang Manusiawi, Adil dan Beradab, bukan sadis, liar dan biadab.
Demi memenuhi rasa keadilan di masyarakat, tuduhan dan fitnah keji terhadap Gus Yaqut dan argumen pembelaan Gus Yaqut atas tuduhan tersebut, biarlah kebenarannya dibuktikan di Pengadilan; tempat terhormat dalam mendapatkan keadilan.
Saya secara pribadi, sebagai muslim, tidak pernah protes atas lantunan adzan. Jika kualitas Toa buruk dan volume terlalu keras, saya memilih tidak protes, karena hal ini sensitif, saya lebih memilih membelikan sound system baru bagi rumah ibadah tersebut, agar proses ibadah bisa berlangsung dengan baik, khusyuk dan sejuk. Suro diro jayaningrat lebur dining pangastuti.
Saya mendukung penuh Peraturan Kemenag RI soal pengaturan volume Toa di rumah ibadah, demi menjaga toleransi sesama umat beragama atas dasar penghormatan. Jayalah Nusantaraku. Terimakasih.[]
*Ketua Dewan Pakar DPN Seknas Jokowi
Baca Juga:
- Jendela Masjid Al-Aqsa yang Rusak karena Kekerasan Sedang Diperbaiki
- Begini Sikap KSP Soal Surat Edaran Menag Tentang Pengeras Suara Masjid
- Wakil Ketua DPD RI Tanggapi Aturan Standar Pengeras Suara Masjid
- UINSA Dukung Kemenag Terbitkan Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid