Opini: Politik Dinasti Jokowi?

Lagi ramai di ruang-ruang publik, orang membahas soal Politik Dinasti Jokowi. Benarkah Jokowi sedang sibuk membangun politik dinasti?
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Tagar/Sekab)

Oleh: Bagas Pujilaksono, Akademisi Universitas Gadjah Mada

Lagi ramai di ruang-ruang publik, orang membahas soal Politik Dinasti Jokowi. Benarkah Jokowi sedang sibuk membangun politik dinasti?

Kalau ada orang membicarakan hal tersebut, lumrah bagi saya, karena fakta yang muncul di permukaan seperti itu.

Apalagi, di MK sedang dibahas guguatan batas umur minimun capres/cawapres, di saat mendekati pendaftaran capres-cawapres. Banyak rumor berkembang, bahwa gugatan tersebut untuk memuluskan jalan bagi anak Jokowi bisa nyawapres. Pantaskah? Kalau bicara pantas, sangat berat, karena terkait etik dan moral.

Saya tidak tertarik membahas siapa yang diuntungkan dan siapa yang ada di balik semua itu? Bagi saya, semua itu, gombale mukiyo.

Kebanyakan orang, pada umumnya, tidak punya malu atau kehilangan rasa malu. Dluweh-dluweh kaya bayi edan.

Jujur saya sangat jijik dan muak dengan Politik Dinasti.

Saya tidak sedang menuduh Jokowi membangun politik dinasti. Biarlah rakyat Indonesia yang menilai.

Saya obyektif saja, lugu lugas, apa adanya, tidak memihak siapapun, tidak punya kepentingan politik apapun. Bagi saya, kepentingan Nasional di atas segalanya.


Jujur saya sangat jijik dan muak dengan Politik Dinasti.


Saya mendukung Jokowi sejak 2014 hingga hari ini, tidak berharap dapat apa-apa in return, disapa Jokowi saja saya belum pernah. Dukungan saya murni untuk kepentingan bangsa dan negara.

Dukungan saya ke Jokowi selama ini adalah dukungan kritis. Jokowi benar saya bela, Jokowi ngawur ya saya kritik habis-habisan. Bukan maju tak gentar membela yang bayar.

Sebuah dukungan kritis yang selalu saya sajikan dengan alternatif solusi. Sangat akademis.

Apakah rumor Politik Dinasti Jokowi ini sengaja diembuskan jelang Pilpres dan Pileg 2024, untuk merusak nama baik Jokowi? Saya pura-pura tidak tahu.

Hanya Bung Karno yang tidak pernah membawa putera-puterinya di pemerintahan, saat Beliau berkuasa. Bung Karno adalah presiden terbaik bagi Indonesia.

Anak ideologis tetap lebih baik daripada anak biologis.

Pak Harto menjadi Presiden tahun 1967. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1977, saya baru SD kelas 5, tak satupun putera-puteri pak Harto muncul di pemerintahan.

Jokowi baru akan 10 tahun berkuasa, anak-anaknya sudah muncul semua di panggung politik. Bagaimana kalau Jokowi berkuasa 32 tahun lamanya seperti pak Harto?

Ketika anak Jokowi maju Pilkada Solo, saya ingatkan, lewat tulisan, yang viral saat itu, nanti saja, setelah Jokowi lengser. Ternyata, bukan hanya anaknya, menantunya juga maju berpolitik, saat Jokowi berkuasa. Sak karepmu!

Jangan salahkan publik, jika publik berpendapat, bahwa anak-anak Jokowi besar di bawah bayang-bayang Jokowi: memanfaatkan pengaruh dan campur tangan Jokowi.

Milik nggendhong lali. Culke ndhase, cekeli buntute. Pilih jeneng apa jenang?

Sekali lagi, saya jijik dan muak dengan politik dinasti.

Kita tidak perlu berlebihan menilai Jokowi. Leave him it as it is.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama. Mikul dhuwur mendhem jero. Nak isa dipikul lan dipendhem. []




Berita terkait
OPINI: Guru Honorer, Isu Kesejahteraan dan Pembangunan SDM
Namun, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan.
Opini: Don’t Stop Komandan
Dua putra terbaik asal Bumi Anging Mammiri dalam satu podium berbicara bergantian. Suasana Auditorium Kementerian Pertanian khidmat.
Opini: Pancasila Sakti
Saya kehilangan momentum untuk mengucapkan selamat merayakan Hari Kesaktian Pancasila, karena tulisan ini terlamat muncul.
0
Bangun Sinergitas, PWJ Audiensi dengan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Dalam pertemuan itu, Ketua PWJ, Ijal Sikumbang, berharap dengan adanya perkumpulan wartawan ini dapat bersinergi dengan Bawaslu.