Untuk Indonesia

Opini: Konsep Dasar Moralitas Kekuasaan Perspektif Penegak Hukum

Sudah waktunya para pemegang kekuasaan penegak hukum juga memperhatikan dan berpikir lurus, tegak, logika, dan jiwa rohani yang kuat.
Darwin Steven Siagian, Advokat, Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Parahyangan. (Foto: Tagar/ Dok Pribadi)

Oleh: Darwin Steven Siagian, Advokat, Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Parahyangan

A. Pendahuluan

Hukum selalu berkaitan erat dengan moralitas. Istilah Moral berasal dari bahasa Latin, yakni mores kata jamak dari mos yang sepadan dengan kata adat kebiasaan. Bilamana perkataan moral dibicarakan, selalu ada perkataan atau istilah lain seperti : nilai, norma, etika, kesusilaan, budi pekerti, akhlak, dan adat istiadat, istilah-istilah tersebut juga hampir memiliki makna konsep yang sama. 

Moralitas adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang mana yang baik dan mana yang patut dan wajar. 

Pada bagian ini penulis, lebih mengarahkan tinjauan konsepsi moralitas daripada konsep yang lain yaitu nilai, norma, etika, kesusilaan, budi pekerti, akhlak, dan adat istiadat. Bahkan konsepsi di atas terkait erat dalam konsepsi karakter dalam Pendidikan Karakter di Indonesia. 

Dewasa ini, dengan landasan molaritaslah seyogyanya hukum itu di tegakkan. Sebab, “tidak ada orang lain yang paling mempunyai kewajiban suci untuk mentaati dan mematuhi hukum lebih daripada mereka yang pekerjaannya adalah membuat dan menjalankan hukum”. (Sophocles, filosof Yunani).

Paradigma kekuasaan ini, maka apabila penegak hukum di maksud pemengang jabatan melakukan suatu perbuatan, contoh : “tindak pidana”, maksud untuk menguntungkan diri sendiri, maka tindakan itu mempunyai kaitan erat dengan jabatan yang dipegangnya (occupational crime). 

Kejahatan ini pada umumnya sulit terdeteksi, karena biasanya dilakukan dengan halus, penuh perhitugan dan diselimuti oleh jabatan. (Tubagus ronny rahman nitibaskara 2001): meminjam pembedaan kejahatan di lihat dari status sosial pelaku yang sudah klasik, white collar crime dan blue collar crime, maka dikualifikasikan pada perbuatan merintangi, menghalang-halangi cenderung dilakukan oleh kekuasaan pada white collar crime.

Hukum merupakan bagian dari sistem pendidikan moral agama atau ideologi. Hukum adalah sumber dari prinsip-prinsip moral umum dan persimpangan antara hukum dan moralitas. Hukum lebih dikodifikasikan dari pada moralitas, artinya dituliskan dengan lebih sistematis disusun dalam peraturan Undang-Undang, Hukum membatasi diri pada tingkah laku secara lahiriah, sedangkan moralitas menyangkut sikap batin seseorang subjek hukum. 

Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak Negara, sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melampaui para individu dan masyarakat. Meninggalkan moralitas dalam berhukum sama saja dengan hukum yang kehilangan ruhnya, penulis, memberikan contoh seperti : “raga tanpa roh”.

Aspek moralitas kekuasaan dilihat dari perspektif Penegak Hukum adalah difokuskan kepada pengetahuan kekuasaan moralitas. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui aspek moralitas yaitu; pengaruh perilaku moralitas kekuasaan terhadap penegak hukum : merintangi, menghalang-halangi.

B. Permasalahan

1. Faktor penghambat penegak hukum yang menjadi permasalahan di Indonesia?

2. Mengapa kekuasaan di Indonesia perlu dilandasi dengan nilai moralitas?

C. Pembahasan

Negara Indonesia menganut pada Prinsip-prinsip: supremasi hukum, kepastian hukum, serta keadilan hukum. Penegak hukum memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas penegakan hukum di Indonesia. Penulis, menjelaskan dimaksudkan dengan penegak hukum itu adalah pihak-pihak yang langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penegakan hukum mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Advokat. 


Sudah waktunya para pemegang kekuasaan penegak hukum juga memperhatikan dan berpikir lurus, tegak, logika, dan jiwa rohani yang kuat.


Kondisi penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dan “sakit” khususnya pada tulisan penulisan ini konsentrasi pada moralitas kekuasaan Perspektif penegak hukum dalam hal perbuatan, merintangi, menghalang-halangi suatu proses hukum. 

Fenomena ini terjadi karena aparat penegak hukum (APH), yang merupakan elemen penting dalam proses penegakkan hukum sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus pidana, terutama kasus korupsi. Implikasi nyata dari kondisi ini adalah hukum kehilangan ruhnya yakni keadilan. 

Oleh karenanya, sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini hukum ibarat sebuah pisau yang sangat tajam jika digunakan ke bawah namun sangat tumpul jika digunakan ke atas. Penulis, melihak jika fenomena ini tidak segera diatasi dan disembuhkan maka dalam jangka panjang akan mengakibatkan lumpuhnya penegakkan hukum di Indonesia.

Faktor penyebab penghambat dalam proses penegakan hukum di Indonesia terletak pada permasalahan kualitas pemegang jabatan kekuasaan para penegak hukum. 

Masih rendahnya moralitas petinggi penegak hukum di Indonesia yang mengakibatkan tidak profesionalisme, dan cenderung melakukan intervensi ke bawahan pelaksana penegak hukum yang lebih rendah jabatannya, yang bertujuan menghambat, merintangi, menghalang-halangi suatu proses hukum. 

Moralitas ini berkaitan dengan perbuatan tindak pidana, seperti perbuatan korupsi, perbuatan tindak pidana yang dilakukan oknum penegak hukum.

Faktor penyebab penghambat dalam proses penegakan hukum di Indonesia terletak juga pada pertanggung-jawaban dari hasil nilai-nilai pendidikan, tentu hasil dari nilai ilmu pendidikan pemegang kekuasaan penegak hukum menjadi faktor penentu juga. 

Bangku sekolah sangat penentu dalam membentuk moralitas pemegang kekuasaan, sehingga membentuk karakter paradigma dengan nilai-nilai disiplin. Maka tidaklah mudah pemegang kekuasaan penegakan hukum berlangsung dengan baik, yang antara lain mencakup penegak hukum yang tidak bermoralitas berpendidikan, kritik Penulis : “pemegang kekuasaan memperoleh pendidikan dengan berbagai kemudahan” sehingga tidak berpegang teguh terhadap disiplin moralitas.

Penentu pertama, pemegang kekuasaan dan pelaksana penegak hukum di Indonesia perlu dilandasi dengan nilai moralitas. Sebab Fenomena kecenderungan perilaku dan kepribadian pemegang kekuasaan sekarang ini semakin menjauh dari nilai-nilai disiplin ilmu. 

Setiap orang belum tentu memiliki kedisiplinan, bahkan pada dirinya sendiri. Pada dasarnya disiplin adalah sikap yang baik, namun belum tentu setiap orang bisa memiliki sikap disiplin, seperti disiplin waktu, disiplin ilmu dan sebagainya. Dalam praktiknya sikap disiplin dibutuhkan di setiap aktivitas kita, mulai dari sekolah, masyarakat, pekerjaan, bahkan diri kita sendiri.

Penentu kedua, pemegang kekuasaan dan pelaksana penegak hukum di Indonesia perlu dilandasi dengan nilai moralitas. Dalam Karakter dan Moralitas Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. 

Suyanto Ph.D, menyatakan : Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. W. Poespoprodjo, menyatakan : Moralitas adalah Kualiatas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata benar atau salah , baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.

Aristoteles, yang menyatakan : bahwa sebuah karakter dikatakan baik, jika keseluruhan performance seseorang yang baik moral knowing, moral feeling, dan moral action. Sementara Lickona juga mengemukakan : bahwa karakter terbagi dalam tiga aspek yang saling berhubungan, yakni :

1)Moral knowing, moral feeling, dan moral behavior, Oleh karena itu karakter seseorang yang dipandang baik harus memenuhi aspek ini ;

2)Mengetahui hal yang baik (knowing the good), ada keinginan terhadap hal yang baik (desiring the good), dan melakukan hal yang baik (doing the good) ;

3)Sehingga hal tersebut akan menjadi kebiasaan berfikir (habits of the mind), kebiasaan merasa (habits of heart), dan kebiasaan bertindak (habits of action).

Hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum. Dengan pengutaraan seperti itu kita melihat dengan jelas persoalan yang kita hadapi sekarang, yakni, hubungan antara hukum dan kekuasaan (Satjipto Rahardjo, 2006). 

Sedangkan, pemegang kukuasaan penegak hukum pada kalangan atas cenderung mengikuti hukum atau aturan-aturan yang ada, karena mereka lebih memiliki pengetahuan yang banyak tentang hukum dan mengetahui sanksinya, namun dalam perbuatan merintangi, menghalang-halangi, dalam hal ini para pemegang kukuasaan penegak hukum terjadi cenderung lebih bersifat sebuah intervensi dan dapat dikatakan white collar crime (untuk kepentingan semata).

D. Simpulan

Dari beberapa pembahasan diatas, faktor permasalahan pemegang kekuasaan perspektif penegak hukum di Indonesia dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa moralitas adalah disiplin atau kebiasaan baik dan buruk yang menurut manusianya itu sendiri masih dalam koridor atau jalan yang benar. 

Moralitas pada dasarnya timbul dan muncul dari diri sendiri dan bukan di buat-buat, dan nilai disiplin dari diri setiap manusia tersebut, pondasi yang menentukan karakter yang lahir dari diri kita sendiri. 

Dewasa ini, masalah-masalah yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya moralitas pemegang kekuasaan begitu kompleks dan rumit apabila dipelajari, maka perbuatan, merintangi, menghalang-halangi, tidak sesederhana seperti kasat mata melihatnya, sehingga sangat dibutuhkan seleksi karakter yang benar-benar disiplin ilmu dan jiwa rohani yang baik. 

Dan juga sudah waktunya para pemegang kekuasaan penegak hukum juga memperhatikan dan berpikir lurus, tegak, logika, dan jiwa rohani yang kuat dan tentu hal ini membawa diri kita pada perenungan dan kontemplasi di dalam menjalankan peranan sebagai penegak hukum yang hendak mengarahkan kemana penagakan hukum Indonesia ini akan kita bawa dan tujuan sesungguhnya. []

Berita terkait
Opini: Hukum Sebagai Perwujudan dari Nilai-Nilai Tertentu, Perspektif Politik Hukum
Pemerintah dalam praktik ketatanegaraan belum dapat meletakkan hukum pada posisi yang semestinya. Lebih sering diintervensi kekuasaan politik.
Opini: Hukum Tidak Berarti Banyak Kalau Tidak Dijiwai Moralitas
Pembuat Undang-Undang dan Penegak Hukum di Indonesia Kunci Mendasar Pada Postulat Etika dalam Kodrat Hakikat dalam Moralitas Diri - Tulisan Opini
Penegakan Hukum dalam Proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Kaitan OBSTRUCTION OF JUSTICE
Penegakan hukum dalam proses peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia kaitan OBSTRUCTION OF JUSTICE: menghalang-halangi proses peradilan.
0
Opini: Konsep Dasar Moralitas Kekuasaan Perspektif Penegak Hukum
Sudah waktunya para pemegang kekuasaan penegak hukum juga memperhatikan dan berpikir lurus, tegak, logika, dan jiwa rohani yang kuat.