TAGAR.id, Jakarta - Spanduk ‘Turunkan Jokowi Sekarang Juga‘ sempat bertebaran di Solo Raya (Sabtu, 21/10/2023), sebagai reaksi atas aroma pengkhianatan dan mabuk kekuasaan keluarga Jokowi yang tampaknya spontan dirasakan masyarakat (patut diduga mereka kader dan simpatisan PDI Perjuangan) di kandang banteng tersebut. Itu suatu luapan kekecewaan dan kemarahan berlebihan, yang segera diredam Megawati Soekarnoputri dengan perintah: “Sesakit apapun, tetap kawal Jokowi hingga paripurna “.
Dalam suasana batin PDI Perjuangan yang merasa disakiti dan dikhianati oleh Jokowi, kader terbaiknya yang menjadi Presiden RI Ke-7, bersama kedua putranya itu; kekecewaan dan kemarahan spontan itu dapat dimaklumi. Tetapi jika kemarahan itu dibiarkan liar akan sangat merugikan bangsa dan negara, khususnya merugikan PDI Perjuangan sendiri bersama Capresnya Ganjar Pranowo.
Untungnya, sebagaimana diungkapkan Adian Napitupulu, seorang kader PDI Perjuangan paling militan saat ini, bahwa dia (kader dan simpatisan lainnya) mendapat perintah dari Megawati Soekarnoputri selaku petugas partai yang menjabat Ketua Umum, yang sangat tegas: “Sesakit apapun, harus tetap kawal Jokowi hingga paripurna.”
Jokowi adalah anak ideologis Bung Karno, ideologi yang diusung PDI Perjuangan. Dia salah seorang kader terbaik PDI Perjuangan yang saat ini gemilang menjalankan tugas sebagai Presiden RI Ke-7, sehingga namanya menurut hasil survei sangat harum (70-82 persen responden puas).
Namun sayang, belakangan tampaknya tergoda candu kekuasaan, terpengaruh orang-orang di sekitarnya yang mabok kekuasaan. Orang-orang sekitar Jokowi dimaksud adalah orang-orang (di antaranya menteri) yang merasa paling berjasa dan paling dekat dengan Jokowi, dan sangat sulit mengakui dan menghargai kebesaran peranan Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan. Bahkan ada di antaranya terkesan benci dan memusuhinya. Di antaranya menstigmanya ‘sombong’ dan ‘suka ngatur-ngatur’, bahkan menjulukinya dengan sangat tidak beradab ‘nenek la****“.
Mereka ingin mempertahankan dan menikmati kekuasaan bersama Jokowi, dengan atau tanpa PDI Perjuangan. Terindikasi dari beberapa hal. Mulai dari adanya keinginan menunda Pemilu untuk memperlama jabatan Presiden Jokowi. Dilanjutkan keinginan presiden tiga periode. Yang keduanya ditolak tegas Megawati dan PDI Perjuangan, karena tidak sesuai konstitusi dan semangat reformasi. Yang barangkali membuat mereka semakin benci dan ingin menyingkirkan atau menjauhkan Megawati dan PDI Perjuangan dari Jokowi.
Teranyar, menerabas putra bungsunya memiliki privilese menjadi ketua umum partai dan menggaet putra sulungnya menjadi Cawapres pendamping Prabowo. Menjadi kompetitor Ganjar Pranowo Capres PDI Perjuangan sendiri.
Yang terakhir inilah tampak paling mengiris-iris hati para kader dan simpatisan militan PDI Perjuangan. Mereka merasakannya sebagai pengkhianatan Jokowi dan keluarganya kepada PDI Perjuangan yang membesarkannya. Sehingga muncullah kekecewaan dan kemarahan yang diluapkan dalam spanduk yang sempat bertebaran di wilayah Solo Raya (mencakup bekas Karesidenan Surakarta) tersebut, berbunyi: “Turunkan Jokowi Sekarang Juga”.
Kemarahan ini sangat mungkin justru diinginkan (bahkan mungkin diskenariokan) oleh orang-orang yang ingin menjauhkan Jokowi dari Megawati dan PDI Perjuangan. Atau, bahkan mungkin itu dilakukan atas pesanan ‘orang-orang dekat’ Jokowi atau orang-orang yang sejak Pilpres 2014 dan 2019 mendukung Prabowo dan membenci Jokowi. Suatu strategi “Bakar Rumah Orang untuk Merampoknya‘. Megawati tentu sudah membaca gelagat ‘orang-orang’ ini sejak lama.
Dan juga tak mustahil sudah merasakan ‘gelagat’ Jokowi yang terbuai puja-puji hingga terjebak candu kekuasaan. Sehingga Jokowi bisa bersikap tega kepada partai yang membesarkannya. Sehingga Megawati tampaknya sudah mengantisipasi.
Antara lain, terlihat dari ‘percepatan’ pengumuman Mahfud sebagai Cawapres tanpa ‘telunjuk’ Jokowi, dan pendaftaran Capres Ganjar dan Cawapres Mahfud ke KPU. Itu diluar kebiasaan injury time Megawati. Juga pernyataan-pernyataan TPN Ganjar: “Ganjar ya Ganjar dengan atau tanpa Jokowi.” Serta pernyataan Ganjar ketika menerima dukungan dari ProJo Ganjar: “Apakah dukungan itu tidak berubah jika Presiden menunjuk yang lain?: Dijawab: “ProJo Ganjar tidak tergantung telunjuk Presiden Jokowi.”
Sebuah semangat yang membakar militansi kemandirian TPN Ganjar. Di sisi lain, harus diakui, suka atau tidak, strategi perang Sun Tzu yang diterapkan ‘orang-orang dekat’ Jokowi ‘dibawah komando’ Prabowo Subianto sejauh ini sangat berhasil. Khususnya ‘Strategi Pinjam Tangan Seseorang untuk Membunuh’, dan ‘Kalahkan Musuh dengan Menangkap Pemimpinnya’. Jika tentara musuh kuat tangkap atau pengaruhi pemimpinnya (komandannya) dengan puja-puji dan candu kekuasaan, harta atau sex; dan ambil pemimpin atau komandannya itu. Jika komandannya sudah ‘tertangkap’ maka sisa pasukannya akan terpecah-belah atau akan lari mendukung Anda.
Mereka, sampai titik ini, telah berhasil ‘menangkap’ Jokowi, terutama dengan candu kekuasaan melalui pengarbitan pencawapresan Gibran. Dengan strategi ini, mereka sangat yakin akan memenangkan Pilpres 2024 satu putaran. Kemenangan Prabowo dan ‘orang-orang dekat’ Jokowi sudah di depan mata, dan mungkin akan menjadi kenyataan. Akan tetapi jika pasukan PDI Perjuangan bersama PPP, Hanura dan Perindo dan TPN Ganjar dan para relawannya memiliki idealisme, loyalitas dan militansi terhadap pimpinannya, dalam konteks ini terutama kepada ‘jagoannya’ Ganjar Pranowo dan Mahfud Md, maka kemenangan itu akhirnya justru akan berada di genggaman Ganjar-Mahfud.
Hal itu sangat tergantung pada, selain militansi, juga bagaimana cara mereka menyikapi dan mengelola ‘luka pengkhianatan’ yang mereka alami. Jika mereka ‘kebakaran jenggot’ hingga gaduh dan balas menghujat over dosis, seperti menyebut “Gibran anak ingusan” kemungkinan kekalahan akan mereka alami.
Sebaliknya, jika mereka berkepala dingin dan fokus berjuang memenangkan Ganjar-Mahfud, dengan atau tanpa Jokowi, sebagaimana dikemukakan Wakil Ketua TPN Ganjar, Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa, mantan Panglima TNI, maka jalan kemenangan akan berada di pihak Ganjar-Mahfud. Jadi kata kuncinya adalah perintah Megawati: “Sesakit apa pun, tetap kawal Jokowi hingga paripurna.”
Perintah kontemplasi yang sangat dalam. Akhir kata, kita tunggu hasil kontestasi Pilpres ronde pertama 14 Februari 2024. Apakah Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud yang akan menang KO (di atas 50%), atau malah Anies-Imin yang mendulang kejutan?
Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang