Omnibus Law Cipta Kerja untuk 7 Juta Penganggur

Hiruk-pikuk terkait RUU Cipta Kerja yang lebih dikenal sebagai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mengabaikan hak 7 juta warga yang menganggur.
Ilustrasi: Angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan sebanyak 7,05 juta dan 2 angkatan kerja baru setiap tahun. (Foto: setkab.go.id)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Laporan BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan ada 7,05 juta warga yang tidak bekerja. Itu artinya mereka membutukan pekerjaan segera untuk melanjutkan kehidupan yang layak dengan kecukupan sandang, pangan dan papan. Untuk itulah pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja baru melalui Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja.

Secara nasonal pada tahun 2019 jumlah pekerja informal mencapai 74,1 juta pekerja (57,26%), sedangkan pekerja formal 55,3 juta (42,74%).

1. Pekerjaan untuk 7,05 Juta Penganggur

Jumlah pekerja informal yang besar terjadi al. karena perkembangan ekonomi digital yang memacu usaha wiraswasta secara online dan mandiri. Selain itu kaum milenial yang juga cenderung memilih jam kerja yang fleksibel sehingga mendorong pekerja informal.

Hanya saja muncul gelombang protes berupa penolakan terhadap RUU Cipta Kerja yang justru menafikan (mengingkari atau menyangkal) hak 7,05 juta warga yang butuh pekerjaan untuk menyambung kehidupan mereka. Bagi pemerintah upaya menjaga tenaga kerja yang bekerja merupakan bagian dari usaha untuk memberikan pekerjaan sebagai penopang hidup bagi 7,05 warga yang tidak bekerja.

Secara ekonomis adalah hal yang mustahil memberikan pekerjaan kepada 7.05 juta pengangguran itu tanpa investasi (baru). Untuk itulah diperlukan investor yang sudah barang tentu memerlukan regulasi yang memudahkan mereka menanamkan modalnya di Indonesia.

Pemerintah tidak hanya memikirkan 7,05 juta penganggur yang ada saat ini, tapi juga setiap tahun angkatan kerja baru bertambah 2 juta. Jika 7,05 juta pengangguran yang sekarang tidak segera mendapatkan pekerjaan, maka masalah baru yang lebih besar akan muncul karena bertambah jadi 9,05 juta.

Untuk menyerap tenaga kerja yang menganggur itu diperlukan pertumbuhan ekonomi riil. Secara ekonomis setiap 1% pertumbuhan akan menyerap 400.000 tenaga kerja. Dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 5% per tahun.

Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain memacu pertumbuhan ekonomi sebesar 6% atau lebih per tahun untuk membuka lapangan kerja baru bagi 7,05 juta warga yang menganggur dan 2 juta angkatan kerja baru yang akan segera membutuhkan pekerjaan.

2. Pembaruan Regulasi di Sektor Ketenagakerjaan

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6% per tahun dibutuhkan investasi baru sebesar Rp 4.800 triliun. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi memerlukan dana segar Rp 800 triliun. Untuk itulah diperlukan regulasi yang bisa mendatangkan investor baru agar investasi yang dibutuhkan bisa terpenuhi. Tentu saja ini tidak terlepas dari harapan untuk memberikan pekerjaan bagi 7,05 juta penganggur dan 2 juta angkatan kerja baru.

Pilihan hanya mengandalkan investasi baru karena sumber pendanaan dalam negeri, seperti pajak, tidak bisa diandalkan. Pajak penghasilan (PPh) 21 perorangan sangat rendah di Indonesia. Tahun 2018, misalnya, yang melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan orang pribadi (wajib pajak/WP) hanya 10,59 juta. Pemerintah menargetkan 14 juta WP dari 18 juta WP PPh perorangan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat perlu juga dipertanyakan jumlah WP perorangan yang riil.

Dalam kaitan itulah, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah berharap ada investor baru membawa dana segar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga 7,05 juta penganggur dan 2 juta angkatan kerja baru bisa mendapatkan pekerjaan untuk melanjutkan kehidupan mereka yang layak. Lapangan kerja dengan investasi baru erat kaitannya dengan tenaga kerja sehingga diperlukan pembaruan regulasi di sektor ketenagakerjaan yang dalam hal ini melalui Omnibus Law Cipta Kerja.

Penerapan Omnibus Law sudah diterapkan di banyak negara dengan common law system. Penerapan Omnibus Law ini merupakan langkah hukum untuk memperbaiki regulasi di negara ybs. untuk meningkatkan daya saing investasi.

Pemerintah sendiri menjaga keseimbangan antara kebutuhan untuk memperluas lapangan kerja dengan investasi dan upaya melindungi pekerja (existing). Sedangkan untuk penciptaan lapangan kerja baru sekaligus meningkatkan perlindungan bagi pekerja diperlukan reformasi regulasi, dalam hal ini sektor ketenagakerjaan, secara menyeluruh.

Omnibus Law atau RUU Cipta Lapangan Kerja pada klaster ketenagakerjaan diutamakan pada aspek-aspek perlindungan pekerja (existing) dan tentu saja perluasan laoangan kerja untuk tenaga kerja yang masih menganggur dan pekerja baru (Bahan: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan sumber-sumber lain). []

* Syaiful W Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Bara JP: Omnibus Law Untuk Membuka Lapangan Kerja 7 Juta Pengangguran
Ketua Umum Bara JP, Viktor S. Sirait, mengatakan sangat baik jika banyak masukan atau kritikan terhadap Rancangan Omnibus Law.
Apakah Pengangguran Dapat Kartu Pra-Kerja?
Sebenarnya apa tujuan program Kartu Pra-Kerja program andalan Jokowi? Dan siapa saja yang berhak menerimanya? Bagaimana cara mendapatkannya?
Airlangga: Pemerintah Fokus Cipta Lapangan Kerja
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pemerintah fokus menggodok cipta lapangan kerja dalam Omnibus Law.