Jakarta - Pengamat hukum pidana Abdul Fickar Hadjar merespons sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang enggan menyerahkan penanganan kasus suap jaksa Pinangki Sirna Makasari dengan Djoko Tjandra kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Yang menolak kesannya mencari-cari. Cari apa? Tentu saja cari selamat," ujar Fickar ketika dihubungi Tagar, Rabu, 3 September 2020.
Jadi mau apalagi?
Fickar menjelaskan, apabila kasusnya merupakan tindak pidana umum, maka penyidik kepolisian yang berwenang menanganinya. Namun, ketika kasusnya merupakan tindak pidana korupsi (tipikor), maka semua instansi penegak hukum merasa berwenang.
Baca juga: Andi Irfan Tersangka Perantara Suap Djoktjan-Pinangki
"Tetapi yang harus diingat adalah tipikor ini dilakukan oleh penegak hukum, makanya yang paling berwenang dan objektif adalah KPK," ucapnya.
Terlebih, kata Fickar, KPK memang didirikan untuk menangani kasus korupsi di kalangan aparat penegak hukum.
"Jadi mau apalagi?" kata dia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengungkapkan, pihaknya juga memiliki wewenang untuk mengusut kasus dugaan suap jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra.
Baca juga: Pakar: Kasus Jaksa Pinangki, KPK Paling Berwenang
"Penyidikan masing-masing punya kewenangan. Kami aparat penegak hukum saling support itu ada namanya kordinasi supervisi. Kami melakukan penyidikan penuntut umum juga di sini, tak ada dikatakan inisiatif serahkan, kita kembali ke aturan," tutur Hari kepada wartawan di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.
Diketahui, jaksa Pinangki terlibat kasus dugaan suap terkait kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Pihak Kejagung RI telah menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam kasus ini.
Adapun Pinangki telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Kejagung, keduanya diduga berkonspirasi untuk mendapatkan fatwa dari MA. []