NU: NKRI Bersyariah versi Yusuf Martak Tidak Bermakna

Tokoh Nahdlatul Ulama atau NU Gus Solah menyatakan NKRI bersyariah versi Penanggung Jawab Ijtima Ulama IV Yusuf Martak tidak bermakna.
Konferensi pers Ijtima Ulama IV di Lorin Hotel Sentul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (5/8/2019). (Foto: Antara/M Fikri Setiawan).

Jakarta - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Salahuddin Wahid menyatakan istilah NKRI bersyariah yang digaungkan oleh Penanggung Jawab Ijtima Ulama IV Yusuf Martak tidak bermakna.

Sebab, tanpa slogan tersebut, menurut dia syariat Islam tetap berjalan di Indonesia

Adik Gus Dur ini menilai, apa yang telah disampaikan Yusuf Martak mengandung interpretasi yang bias.

"Ternyata wawancara Ustaz Yusuf Martak di televisi ya sama dengan pengertian kita gitu loh. Jadi tambahan kata bersyariah itu tidak mengandung makna apa-apa," ujarnya. 

Pria yang akrab disapa Gus Solah ini menerangkan, butir NKRI bersyariah dalam Ijtima Ulama tidak ada bedanya dengan pemahaman masyarakat soal Kebhinnekaan yang ada di Indonesia.

NKRI, lanjutnya, sudah mengandung syariat Islam tanpa harus dimaknai dengan perspektif yang lebih sempit. 

"Kita bukan negara agama, kita bukan negara Islam, tapi kita memberikan kesempatan yang luas untuk menjalankan syariat Islam," ujar Salahuddin Wahid.

Gus SolahPengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, yang juga Tokoh NU, Gus Solah. (Foto: Antara/Syaiful Hakim).

"Syariat Islam jalan kok di Indonesia tanpa rumusan NKRI bersyariah. Tanpa istilah syariah, syariat Islam jalan. Jadi tidak perlu ada istilah itu," tuturnya dilansir Antara, pada Senin 12 Agustus 2019.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu kemudian menjelaskan soal Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengandung kata syariah yakni ‘dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. 

Syariat Islam jalan kok di Indonesia tanpa rumusan NKRI bersyariah.

Ia melanjutkan, tujuh kata tersebut pada akhirnya disepakati untuk dicoret saja dari dasar negara, kemudian diganti menjadi poin sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang mengandung makna lebih universal.

"Tidak ada istilah NKRI bersyariah bukan berarti kita anti syariah Islam, tidak. Di tataran undang-undang dasar (UUD) tidak ada bersyariah, tapi di tataran undang-undang (UU) boleh monggo, tidak ada masalah," ujarnya. 

Menurut Gus Solah, poin-poin yang telah ia sebutkan di atas telah mencakup syariat Islam, baik yang universal maupun yang khusus, masuk dalam UU. 

Ia menyontohkan mengenai syariah Islam memang sudah ada dan berdiri dalam pengadilan agama, UU perkawinan, UU zakat, dan masih banyak hal lainnya yang belum ia sebutkan. 

"Ini baru partikular (khusus), kalau yang universal banyak sekali," kata dia. 

Oleh karena itu perlu ia tegaskan, istilah NKRI bersyariah yang berdasar pada Pancasila tidak diperlukan di Indonesia. 

Merujuk pada hasil Ijtima Ulama IV yang terselenggara Senin, 5 Agustus 2019 di Hotel Lorin, Bogor, Jawa Barat, terdapat delapan butir kesepakatan sejumlah tokoh agama yang hadir. Ijtima Ulama IV memutuskan: 

1. Menolak kekuasaan yang zalim, serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut. 

2. Menolak putusan hukum yang tidak sesuai prinsip keadilan. 

3. Mengajak umat berjuang dan memperjuangkan: 

3.1. Penegakan hukum terhadap penodaan agama, sesuai amanat undang-undang. 

3.2. Mencegah bangkitnya ideologi marxisme, komunisme dalam bentuk apapun. 

3.3. Menolak segala perwujudan kapitalisme dan liberalisme seperti penjualan aset negara kepada asing maupun aseng. 

3.4. Pembentukan tim investigasi tragedi pemilu 2019. 

3.5. Menghentikan agenda pembubaran ormas islam dan stop kriminalisasi ulama serta memulangkan Rizieq Shihab tanpa syarat apapun. 

3.6. Mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi. 

4. Perlunya ijtima ulama dilembagakan sebagai wadah musyawarah antara habaib dan ulama serta tokoh untuk terus menjaga kemaslahatan agama, bangsa dan negara. 

5.Perlunya dibangun kerjasama antara ormas Islam dan politik

6. Menyerukan kepada segenap umat Islam untuk mengonversi simpanan dalam bentuk logam mulia. 

7. Membangun sistem kaderisasi sebagai upaya melahirkan generasi Islam yang tangguh dan berkualitas. 

8. Memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan masalah substansial tentang perempuan, anak dan keluarga melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya.[]

Baca juga:

Pernusa: Ijtima Ulama IV Tindakan Makar

Rachmawati Soekarnoputri Tegaskan NKRI Harga Mati

Berita terkait
Pernusa: Ijtima Ulama IV Tindakan Makar
Ketum Pernusa KP Norman Hadinegoro sebut hasil Ijtima Ulama IV merupakan tindakan makar.
Rachmawati Soekarnoputri Tegaskan NKRI Harga Mati
Putri Soekarno, Rachmawato Soekarnoputri menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI adalah harga mati. Rekatkan Pancasila-UUD 1945.