Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menanggapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat nilai restrukturisasi kredit Rp 932,6 triliun yang dilakukan 100 bank terhadap 7,53 juta debitur yang mayoritas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ia menilai kondisi tersebut memiliki nilai positif baik bagi perbankan maupun UMKM.
"Nilai positifnya, bagi perbankan menunjukkan mereka aktif membantu proses pemulihan ekonomi khususnya bagi UMKM," kata kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Sabtu, 21 November 2020.
UMKM merupakan sektor penopang ekonomi. Mendorong UMKM berarti ikut mendorong proses pemulihan ekonomi.
Sementara, kata Yusuf, nilai positif untuk UMKM yakni agar tetap terbantu dan bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19. "Apalagi saat ini aliran cashflow UMKM banyak terganggu dampak dari melemahnya permintaan barang," ucapnya.
Namun menurutnya, restrukturisasi juga bisa berdampak buruk terhadap perbankan. Sebab dengan restrukturisasi kredit bisa mempengaruhi pendapatan bank ke depannya.
"Bagi perbankan, restrukturisasi kredit berarti potensi pendapatan dari penyaluran kredit harus tertunda sementara," ujar Yusuf.
Namun, kata Yusuf, jika aturan relaksasi ditarik maka berpotensi meningkatnya rasio kredit bermasalah (non performing loan - NPL). Menurutnya NPL berpotensi meningkat di atas nilai psikologis mencapai 5 persen.
"Namun jika tahun depan, aktivitas ekonomi perekonomian mulai menggeliat ke level positif, maka perbankan bisa kembali menggali modal dari penyaluran kredit," tuturnya.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan terhadap debitur terimbas pandemi Covid-19 mencapai Rp 932,6 triliun. Ini dilakukan 100 bank terhadap total 7,53 juta debitur yang mayoritas UMKM. []
- Baca Juga: Raibnya Dana Nasabah Maybank, DPR: OJK Harus Mediasi
- Restrukturisasi Bank, Potensi Tingkatkan Kredit Bermasalah