Jakarta - Sektor transportasi masih akan mengalami perlambatan dari segi ekonomi di era adaptasi kebiasaan baru (new normal) pandemi virus corona atau Covid-19, seperti yang dikatakan oleh ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet.
Perlambatan sektor transportasi, menurutnya merupakan imbas dari penerapan sejumlah kebijakan pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19 sejak awal penyebarannya.
"Karena kebijakan PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar] dan sektor pariwisata yang melambat, sektor transportasi akhirnya pada kuartal pertama (Q1-2020) pertumbuhannya melambat 1,27 persen," ujar Yusuf Rendy Manilet kepada Tagar, Minggu, 19 Juli 2020.
Menurut ekonom lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tersebut perlambatan sektor pariwisata turunt berperan memengaruhi perlambatan sektor transportasi. Sebab, sektor transportasi dan sektor pariwisata saling terikat satu sama lain.
"Maka mendorong kembali aktifitas umum dan pariwisata merupakan kunci. Dan, hal ini hanya bisa dilakukan jika pemerintah berhasil menurunkan tren kasus Covid-19 secara nasional. Karena bagaimanapun juga, sektor pariwisata akan sangat tergantung dari rasa aman wisatawan," katanya.
Masyarakat, kata dia mungkin saja mau memenuhi prosedur perjalanan ketika menggunakan transportasi untuk pergi ke daerah wisata. Hanya saja, menurutnya yang paling penting dari pemulihan sektot transportasi adalah rasa aman karena pemerintah berhasil megendalikan kasus Covid-19.
"Faktor utama lebih kepada psikologis wisatawan, kalau tren kasus masih meningkat mereka pasti akan mengurungkan niatnya untuk bepergian karena merasa belum aman," tutur dia.
Meski pemerintah sudah kembali membuka sejumlah lokasi wisata dengan penyesuaian operasi, pemerintah juga perlu memperhatikan kedisiplinan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan yang berlaku. Apalagi, di masa adaptasi kebiasaan baru jangan sampai ada masyarakat yang berpikir Covid-19 sudah hilang dan mengabaikan protokol kesehatan.
"Dalam periode transisi seperti ini yang perlu diperhatikan pemerintah mematuhi protokol kesehatan yang diberikan," ucapnya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) pada Maret 2020, tercatat sebanyak 99,8 persen agen perjalanan di Indonesia mengalami penurunan penjualan secara drastis hingga 95 persen.
Sedangkan, penjualan tiket pesawat dari bulan Januari hingga akhir Mei 2020 menurun hingga 90 persen.
"Hampir seluruh kegiatan jual-beli terhenti, tidak ada penjualan tiket maupun paket tur, sehingga tidak ada pemasukan," ujar Sekretaris Astindo Pauline Suharno melalui diskusi daring, Kamis, 18 Juni 2020.
Padahal, kata Pauline di tengah kondisi seperti itu perusahaan harus membayar pengeluaran yang tetap, seperti gaji karyawan, pajak, iuran BPJS, kewajiban pada pihak ketiga, dan penggunaan infrastruktur harus terus dibayarkan.
"Dengan kondisi ini, agen perjalanan akan mengalami kesulitan jika harus menalangi refund yang masuk ke dalam Top Up Balance," ujarnya. []