Wawancara Eksklusif Tagar dan Ganjar Pranowo Soal New Normal

Wawancara eksklusif Pemimpin Redaksi Tagar Fetra Tumanggor dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tentang strategi menyambut fase new normal.
Ganjar Pranowo. (Foto: Dok Tagar TV)

Jakarta - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akan bersikap tegas pada pelaku usaha yang tidak disiplin dan melanggar protokol Covid-19 pada masa new normal atau normal baru, termasuk menutup pusat-pusat keramaian. Hal itu untuk menurunkan kurva jumlah kasus positif Covid-19 di wilayahnya.

Selain akan menutup tempat keramaian yang pengelolanya bandel, Ganjar juga telah menyiapkan langkah-langkah untuk memperbaiki perekonomian masyarakat. Salah satu upaya adalah dengan menerbitkan buku berjudul Jogo Tonggo yang dalam bahasa Indonesia berarti Menjaga Tetangga.

Dia akan menggalakkan program saling membantu antartetangga, termasuk membeli barang keperluan sehari-hari di warung terdekat. Bahkan jika memang sangat mendesak, tidak menutup kemungkinan dilaksanakan sistem barter dalam berdagang.

Bukan hanya membahas tentang perekonomian yang harus bangkit, dalam wawancara eksklusif dengan Tagar, Ganjar juga membicarakan kemungkinan Covid-19 sebagai senjata biologis dan pertahanan negara

Berikut wawancara eksklusif Pemimpin Redaksi Tagar Fetra Tumanggor dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melalui Zoom, Sabtu, 23 Mei 2020, sehari menjelang Idul Fitri 2020, menyambut era normal baru, disusun dalam format tanya (T) jawab (J).

T: Bagaimana tanggapan Pak Ganjar melihat Covid-19 terhadap masyarakat Jawa Tengah, apakah mereka sejauh ini sudah patuh atau disiplin mengikuti anjuran pemerintah?

J: Sebenarnya kemarin lumayan ya, agak disiplin. Tetapi, akhir-akhir ini beberapa kabupaten/kota justru malah meningkat. Meningkat ketidakdisiplinannya. Ini sayang memang. Umpama kemarin di Pasar Kobong, di Semarang, warga beberapa dari Demak masuk dan kemudian dites, sebagian positif, dan kemudian menjelang Lebaran, masih banyak yang jalan-jalan, kemudian keluyuran, masih nekat berbelanja secara terbuka, tidak mengindahkan (imbauan). Itu terakhir-terakhir ini saya agak kaget saja. Ini kondisi yang terjadi.

Maka, melalui obrolan dengan Tagar ini, (saya sampaikan), kita tidak akan bisa selesai kalau kedisiplinan kita tidak ada. Maka kita meningkatkanlah model-model pengamanan. Dari pemerintah kabupaten/kota, kita bantu, kepolisian dengan TNI, kita mendorong, ayo dong, tertib dong, ini untuk Anda kok, bukan untuk kita kok.

T: Yang tidak tertib akhir-akhir ini lebih disebabkan karena menjelang Lebaran atau memang karena sudah mulai, yang seperti kita dengan, ya terserahlah, apakah seperti itu, Pak?

J: Ada banyak, kemungkinan ada yang ngeyel (bandel), begitu. Kemudian ada yang tidak tahu, mungkin. Sebagian juga masih taat. Tapi berdasarkan data Google, memang Jawa Tengah ini yang mondar-mandir masih banyak sekali, dari data Google ya.

Kalau kita bicara seperti itu, saya minta dibuat patroli-patroli agar mereka bisa diimbau, dijelaskan, diedukasi. Maka saya sampaikan pada kawan-kawan bupati/wali kota, itu kalau tempat-tempat keramaian, pusat-pusatnya terus kemudian ada pengelolanya dan tidak bisa kita tertibkan, ditutup saja. Karena kalau tidak bisa kita tertibkan, ini berbahaya.

T: Sejauh ini bagaimana, Pak? Kalau melihat ketidaktertiban masyarakat ini, kekhawatiran terbesar apa?

J: Ya ini tidak akan selesai-selesai, korbannya naik terus. Kan kita teorinya sebenarnya itu melandaikan korban. Cara melandainya kan harus dengan hammer, dengan palu yang besar kita pukuli. Agar kemudian korbannya ini turun. Dan korban yang turun ini bisa dilakukan kalau jaga jarak ini selalu terjaga. Jadi jaga jaraknya terjaga, karena apa? Inilah kesempatan si virus ini bisa melompat-lompat.

Orang salaman, kasih bantuan perlu difoto ya, agar bisa masuk Tagar, difoto, salaman. Tidak usah salamanlah. Kemudian enggak cuci tangan. Atau mungkin banyak yang mau pilkada terus kemudian kasih bantuan. Ramai-ramai orang diundang. Jangan yang begitu.

Kemarin saya masih lihat orang masih buka (puasa) bersama di alun-alun. Saya enggak mengerti, dan di alun-alun lho. Alun-alun itu tempat yang ramai. Makanya saya minta yang seperti itu ditertibkan. Itu bahaya kalau kita tidak bisa mengendalikan diri, tidak disiplin, itu bahaya.

Kasihan kan kawan-kawan perawat, tenaga medis. Mereka sudah enggak mikir kok Lebaran, beli baju baru, makan enak. Dia itu mau berpakaian enak saja sulit, berpakaian nyaman saja sulit. Hanya sekadar untuk mendapatkan suhu yang sejuk saja tidak bisa. Dia harus berlapis-lapis dengan empat lapis. Itu bukan main. Itu tersiksa. Bisa dehidrasi. Maaf, maaf, maaf, buang air kecil dan air besar tidak bisa (kalau) seperti itu.

Jadi, kemudian apakah publik bisa memahami situasi seperti itu? Dan mereka, perawat, saudara kita. Kalau kemudian kita tidak tertib, terus semua berbondong-bondong ke rumah sakit, tetap tenaga medis tidak akan kuat. Itu jebol pertahanan kita. Nah ini yang kita selalu cerewet kepada masyayrakat. Saya sih tidak akan pernah bosan. Mau saya di-bully atau apa, saya tidak peduli.

Kalau pemerintah kan enggak boleh takut to, Mas. Kalau perang kita harus paling depan. Ayo serbu, mundur, minggir, atur strategi ulang, logistik siapkan, tembak. Itu mesti kita komandoi. Kalau kita di rumah terus, enggak bisa. Even presiden sekalipun. Presiden masih ke kampung kok, hanya ingin memastikan. Maka kalau kita bisa memastikan yang terjadi di bawah, kita tidak akan lagi halu, gitu. Ini datanya halu, informasinya halu, enggak bisa.

Ganjar PranowoGanjar Pranowo. (Foto: Dok Tagar TV)

T: Apakah ada tindakan lain yang mungkin bisa lebih tegas, begitu, Pak Ganjar?

J: Ya dibubarkan. Ditutuplah sumber keramaiannya itu.

T: Itu langkah yang paling ekstrem ya?

J: Tidak. Itu tidak terlalu ekstrem. Itu biasa saja. Bahkan kalau ada Bupati Banyumas masuk ke supermarket dan kemudian terjadi kerumunan, dia usir itu. Pulang, pulang, ibu-ibu ayo pulang, pulang, begitu. Langsung masuk peringatan pertama. Masuk kemarin kontak saya, Pak Gubernur, saya minta izin dua hari ini saya tutup.

Jadi dua hari ditutup (sumber keramaian). Itu tindakan bagus, karena dua hari ini ada gelombang besar masyarakat yang mereka masih ngeyel, ingin belanja macam-macam itu. Sudah deh, hari ini kayaknya baju barunya enggak perlu kok. Lebarannya kita berbeda. Saya kira pakaian kita masih cukup yang ada di rumah. Tidak perlu berlebihan. Toh tamu juga tidak akan datang.

Kalau ada tamu datang, saya kira ini juga akan berbahaya untuk kita, Makanya kita Lebarannya digital saja. Lebarannya pakai Zoom, pakai vicon. Sebetulnya ada banyak cara tanpa kemudian tali silaturahmi kita putus, gitu.

T: Sudah banyak yang menyebut bahwa virus corona ini tidak akan hilang. Akan ada terus. Lalu kapan kita mulai beraktivitas normal. PSBB mulai dilonggarkan. Artinya ini ada semacam mulai kehidupan yang disebut new normal. Tanggapan Pak Ganjar sendiri bagaimana dengan new normal?

J: New normal itu sebuah keharusan sekarang. Kalau kita mau melonggarkan, pelonggarannya bukan (tiba-tiba) eh kita longgarin yuk. Tidak begitu. Harus ada datanya. Kalau seperti yang terjadi di Eropa, umpama kita bicara negaralah ya. Itu sudah terjadi pelandaian.

Kalau sudah terjadi pelandaian sampai tahap upper bottom. itu boleh dilonggarkan. Kalau tidak, jangan. Begitu kita longgarkan, masih posisi begini atau baru turun sedikit, nanti naik lagi. Jangan sampai kurva keduanya datang terlalu cepat. Kurva kedua itu gelombang keduanya. Jangan sampai datang terlalu cepat. Itu nanti di kuratifnya, di kesehatannya akan berat sekali.

Maka kalau kemudian kita mau mengedukasi kehidupan kebiasaan baru atau normal baru atau new normal, boleh kita edukasi sekarang. Jadi di tengah kita masih menangani, mulai melandai, di beberapa tempat mulai turun, ini sebelum turunnya curam, kita sudah introduksi dulu kepada mereka, bahwa pakai masker harus terus-menerus.

Sehingga masker harus kita miliki di rumah, lebih dari satu, setiap empat jam diganti. Harus selalu cuci tangan, itu sudah keharusan dari new normal itu. Harus selalu jaga jarak. Antrenya harus menjadi kebiasaan.

Mungkin dengan corona ini kita akan meniru Jepang, gitu ya. Bangsa yang sangat bagus dalam antre. Ini contoh-contoh saja yang bisa kita sampaikan. Kebiasaan ini kan harus ada sosialisasinya. Masyarakat sistem sosialnya harus berubah dan berubahnya tidak bisa alami begitu, harus didorong kan. Nah untuk mendorong inilah perlu yang namanya social reengineering, dibuat.

Maka saya minta, eh Wo, kamu ada barisnya sekarang. Harus ada yang bawa thermal gun, gitu. Kalau ada yang tidak pakai masker, suruh pulang. Nah, gitu. Jadi normal barunya begitu.

Kalau sistem sosial sudah terbentuk, masyarakat akan melakukan pengawasan bersama. Bagaimana melakukannya? Akan ada hukuman atau sanksi sosial yang diberikan. Eh, gimana sih ini, Mas Fetra. Masa Anda jalan begini. Mentang-mentang wartawan, enggak pakai masker. Apalagi di antrean ngomongnya teriak-teriak, idune (ludahnya) muncrat-muncrat, ababe mambu (napasnya bau), orang akan memberikan punishment secara kolektif. Kalau sudah seperti itu, maka secara sosiologisnya sudah bagus. Kita go.

Tinggal kemudian pemerintah nyiapin. Oh kendaraan umum sekarang berjarak, mesti ada setting lagi kursinya. oh penjual-penjual, bankir-bankir, siapa pun yang melayani langsung dengan publik sekarang pakai tabir. Oh dokter pun sekarang tidak boleh berhubungan langsung. Kalau dia enggak mau repot pakai hazmat, pakai faceshield, pakai masker, pakai kacamata. Ya mereka kemudian pakai tabir di depannya, mungkin di depannya kaca, terus kemudian stetoskopnya panjang, sehingga pasiennya pegang sendiri, tinggal dikasih instruksi ditempelkan di kanan, kiri, atas, bawah. Itu sudah ada produk-produk yang dibikin.

Ada teman saya dokter, ini menarik. Dia mendesain alat baru. Itu seperti kunci, dia pegang di jari, ada lubangnya. Sehingga kalau mau membuka pintu, dia tarik. Kemudian kalau di ATM (Anjungan Tunai Mandiri) dia gunakan untuk menunjuk-nunjuk (menekan). Ini contoh bahwa di masyarakat juga akan muncul peralatan baru. Atau mungkin seluruh gedung akan disiapkan UV. UV ini fungsinya untuk membunuh kuman, sehingga kalau rumah kosong, tempat keramaian sudah enggak dipakai, itu dinyalakan. Satu jam dua jam saja itu sudah clean up. Mungkin itu gaya baru yang harus kita berikan di dalam kehidupan.

Ekonomi sudah rontok di banyak negara dan rata-rata minus. Tiga negara yang masih positif adalah Tiongkok, India, dan Indonesia. Masih positif, alhamdulillah.

Ganjar sekolahGubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat mengecek kesiapan SMPN 7 Semarang menghadapi era new normal, belum lama ini. Sekolah terus digenjot kesiapannya meski untuk pembukaan kegiatan belajar mengajar tetap menunggu keputusan dari Mendikbud. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Menurut pandangan Pak Ganjar, kesiapan masyarakat Jawa Tengah menghadapi era new normal ini?

J: Kalau sekarang ya tidak siap, atau belum. Karena belum. Makanya tradisi ini mesti kita omongkan terus-menerus, teriakan pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, itu sebenarnya teriakan-teriakan untuk sosialisasi. Mungkin lebih pas kalau kota-kota besar. Kalau kota besar, siap. Kalau di kampung kan tidak, Mas.

Kalau kita melihat di ujung-ujung gunung, kita punya lima gunung. Umpamanya Wonosobo, Temanggung, Merapi Utara sekitar Magelang, lereng Gunung Lawu di Tawangmangu, atau di sekitar Gunug Slamet sana. Kalau kita melihat Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Slamet, Lawu dan sebagainya ini di area-area itu suasananya kan hangat.

Di Boyolali misalnya, hangat suasananya. Karena apa? Mereka bertemu berkumpul, mereka ngopi, mereka ngobrol. Nah, suasana ini kan berbahaya. Kalau daerah itu hijau, no problem, enggak apa-apa. Hijau itu enggak ada orang yang terkena, enggak papa. Maka dia bebas-bebas saja.

Tapi kalau interaksi sosialnya terjadi, maka yang seperti itu akan berbahaya. Nah ini, suasana yang ada di pedesaan ini mesti di-down.

Kemarin seorang kades teman saya di daerah Temanggung malaporkan, untuk salat Id saja mereka masih harus merekayasa. Pokoknya harus, pokoknya harus. Kita sudah sampaikan bahwa ini sunah. Mari kita di rumah saja. Itu dengan lembut, kata-kata yang halus. Sudah begitu. Tapi apa yang terjadi? Enggak bisa, Pak. Tetap saja kita salatnya sepanjang jalan.

Jadi artinya, kompromi sosiologis, kultural ini memang menjadi satu ruang negosiasi politik agar kemudian bisa memahami. Jadi antara kepentingan, katakanlah pemerintah, sudah jaga jarak mereka tetap melakukan kegiatan berkerumun, maka ini kemudian saling mendekat, tidak sempurna amat, tapi awalnya memang harus terjadi konsensus. Akhirnya mengalah. Kalau begitu salatnya jaga jarak, salatnya harus begini. Itu di kampung, sulit.

Makanya kalau hari ini di Kabupaten Karanganyar bupatinya masih menempatkan seperti itu, mungkin karena itu kompromi, meskipun sebenarnya kalau pemerintah, jangan. Karena di Kota Tegal juga mau melakukan itu, saya telepon, mau. Di Kudus juga saya telepon, akhirnya mau. Artinya di beberapa tempat yang kemarin dicurigai seperti itu, maka segera dilakukan tindakan untuk mengamankan.

Di Rembang juga begitu. Saya sampaikan Pak Bupati, lho ini Bapak mengizinkan salat di sana. Kalau mengizinkan oleh pemerintah, itu ada risiko yang berbahaya. Kalau kemudian muncul dari masyarakat dan kita tahu bahwa daerah itu daerah hijau, mungkin toleransinya bisa diberikan karena negosiasinya gagal. Kan kita enggak bisa menggunakan law enforcement yang keras, kan.

T: Menurut Pak Ganjar tadi kan masyarakat Jawa Tengah belum siap untuk new normal. Tapi, perekonomian kan harus mulai bangkit lagi, bagaimana ini?

J: Ini pertanyaan bagus. Jadi sebenarnya, kami sudah mendorong untuk memindahkan ke era digital, terus kemudian yang paling dekat kita beli di warung tetangga. Ini bukan sekadar berekonomi, Mas. Bukan. Ini bahkan untuk bertahan hidup levelnya. Bertahan hidup. Mereka jobless, mereka kena PHK, mereka dirumahkan, usahanya bangkrut atau barangkali mereka tidak punya lagi pekerjaan apa pun. Kan orang harus job creation, harus membuat.

Maka ada tiga hal yang coba kita lakukan, Mas. Kami mengidentifikasi mereka-mereka yang masuk dalam kategori ini. Apakah mereka bangkrut, kena PHK, dirumahkan dan sebagainya. Nah, mereka bisa kita dorong enterpreneurship, kegiatan-kegiatan seperti itu. Apakah Anda mau jadi pengusaha kecil, pengusaha mikro? Terus kemudian kita dorong, kita ajari. Masa enggak bisa buat kue lho, Pak. Yuk kita beli, kita membuat jejaring. Ini untuk menghidupkan ekonomi, minimal bertahan. Minimal.

Kalau kita bisa mengakses kondisinya, kita akan tahu apa keterampilannya dan apa ilmu-ilmunya. Ilmu buat makanan, ilmu beternak lele, ilmu menanam sayur, ilmu berdagang online, ilmu pinjam duit. Ini kan mesti ada dalam sebuah manajemen.

Kalau sudah, maka akses modalnya dari mana? Maka kita niatin. Mas. Kemarin Dinas Koperasi kita yang mengurusi kegiatan mikro sama kecil, karena situasi terburuk begini, ibu-ibu, penyandang disabilitas, yang di rumah, yang tidak bisa bekerja mau ngapain? Kita kasih Rp10 miliar agar ini disebar, orang membuat masker.

Akhirnya dapatlah kapasitas dua juta enam ratus yang bisa kita tampung dari tiga juta yang kita harapkan. Tapi ekonomi menggeliat. Mereka masih bisa saving untuk di-generate menjadi bisnis berikutnya.

Terus kemudian sudah selesai, maka jaring pengaman ekonominya mulai kita gelontorkan. Ada Rp 6 miliar kemarin kita keluarkan untuk membantu ekonomi yang kecil ini. Ada yang membuat kue. Rata-rata kue, karena kue kan di Lebaran masih laku. Ini kita dorong. Selebihnya saya ajak ke Tokopedia, Gojek, Blibli, Bukalapak, Facebook. Itu kita kejar semuanya. Terus kemudian dari apa yang ada ini mereka siap melakukan pelatihan dan bermitra, maka harus berbagi, begitu. Harus menyiapkan, begitu. Harus didampingi, begitu.

Nah, akses permodalan itu kita siapkan, nanti dengan perbankan, jaminan kreditnya, mungkin subsidi suku bunganya, ini ita siapkan. Terakhir, kemudian siapa yang mendampingi. Mungkin mahasiswa-mahasiswa dulu, alumni Mas Fetra di Undip bisa datang, kan.

Mereka datang, mendampingi, KKN tematik, terus kemudian berkelanjutan, sustainable, itu sangat membantu. Jadi sistem ekonominya sudah kita gerakkan sekarang, pelan-pelan. Tapi kalau ini kemudian sifatnya masih massal, akan kocar-kacir. Bahaya.

Ganjar salatGubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan wakilnya, Taj Yasin Maimoen serta ASN Provinsi Jawa Tengah salat Jumat berjemaah di Gradhika Bakti Praja, kompleks Gubernuran, Semarang, Jumat, 5 Juni 2020. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Tentu kan seperti yang Pak Ganjar sampaikan, ini tidak bisa meng-cover semua. Kemampuan pemerintah daerah atau pusat juga terbatas. Sementara masih banyak sektor lain yang harus tetap bergerak. Bagaimana mensinkronkan keseluruhan? Termasuk dengan kebijakan pemerintah yang tetap harus mengatasi pandemi corona ini?

J: Saya buat buku kecil, Jogo Tonggo ini menjaga tetangga. Kalau bantuan terbatas tadi statement-nya bagus banget. Bantuan kan pasti terbatas, kecuali kita negara yang kaya raya. Kita bukan negara kaya raya kok. Banyak negara yang tabungannya sudah dipecah, celengannya dipecah.

Sehingga cadangan-cadangan negara ini semuanya diambil, dikeluarkan. Ekonomi sudah rontok di banyak negara dan rata-rata minus. Tiga negara yang masih positif adalah Tiongkok, India, dan Indonesia. Masih positif, alhamdulillah.

Kalau kemudian bantuan-bantuan ini nanti dari kami terbatas, maka secara bottom up mesti dinaikkan. Bottom up menaikkan itulah menggerakkan kekuatan masyarakat.

Bagaimana cara menggerakkan kekuatan masyarakat? Kita starting from the end. Apa itu? Spirit gotong royong, suka membantu, kalau kita dulu mengalami penataran P4, nah nilai-nilai itu kan pernah diajarkan dan saya kira tidak pernah lupa. Kita tolong menolong ini terasa betul kok. Semangatnya luar biasa kok. Anda lihat sajalah di jalan-jalan. Betapa semua orang ingin menolong, membuat nasi bungkus, dibagi sana-sini. Itu dari pemerintah? Tidak.

Pemerintah itu membantu, terus kemudian ada yang bergerak, orang kaya ikut membantu, ini kekuatan bangsa yang luar biasa. Bahkan di luar negeri juga terjadi seperti itu kan dan kemudian kita bergerak.

Jogo Tonggo ini sebenarnya sebuah konsep yang Anda pertanyakan dan Anda khawatirkan itu. Nanti kalau terbatas bagaimana? Ya harus mandiri. Kalau Bung Karno bilang berdikari, berdikari, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi. Kita tanam, berproduksi. Pak Ganjar kan tidak punya tanah? Ya sudah, saya pinjami punya Perhutani. Sudah itu tanah provinsi ditanami, tanah kas desa ditanami, tanah yang kosong ditanami, kita izin semuanya.

Strategi bertahannya harus seperti itu. Minimum orang harus bisa makan dulu. Minimum itu. Ini kebutuhan paling dasar. Tidak punya duit, Pak. Anda barter saja. Saya punya singkong, tukar beras. Beras dibarter sama singkong, sama jagung, gitu kan. Saya punya cabai tapi enggak punya handphone, saya punya handphone banyak tapi tidak punya bahan makan. Tukar saja handphonenya sama cabai, handphonenya sama beras. Saya punya produksi baju tapi tidak punya beras. Kamu pengen punya baju baru ya? Tukar dong sama sayurnya, terserah.

Sehingga dalam krisis seperti ini, yang saya pikirkan adalah SDM warga Indonesia ke depan. Krisis tahun 1998 membikin banyak orang statik lho, Mas. Hati-hati lho. Sembilan delapan saya meng"hanyakan". Ini krisisnya global lho pandemi ini. Maka kemudian apa yang terjadi? Yang terjadi, mereka gizinya harus cukup. Ibu hamil, para balita, Ibu-ibu menyusui, ini harus clear ini.

Kalau ini clear, asupan gizinya bagus, SDM kita 17 tahun lagi mereka yang lahir hari ini, itu usianya sudah 17 tahun. Itu anak muda kita. Kita harapkan nanti mereka tetap cerdas, pertumbuhan fisiknya bagus, dan itu generasi kita ke depan. Nah ini kekuatan dari bawah inilah yang melakukan kontrol bersama. Makanya saya kasih judul Jogo Tonggo, itu supaya bisa menjaga. Punya toleransi.

Ada lho mas kemarin, (yang bilang), maaf saya tidak layak mendapatkan bantuan, maka saya kembalikan. Lho, ini budi pekerti. Kita butuh lebih banyak. Bukan kemudian seorang (yang mengatakan), saya korban covid, saya korban covid, pemerintah tidak adil. Tapi masih bisa merokok, beli pulsa masih terus, makai motor beli bensin juga masih oke, masih mejeng ke mana-mana. Maaf saja, maaf, ini saya cerita yang kontradiktif yang terjadi. Begitu, Mas.

Halaqah ulama jatengGubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dan wakilnya, Taj Yasin Maimoen serta Ketua MUI Jateng KH Ahmad Daroji saat halaqah ulama membahas tata ibadah di masjid jelang new normal, Rabu, 3 Juni 2020. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Apakah bisa dikatakan bahwa ada hikmah juga dari pandemi ini? Artinya untuk kembali menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, toleransi, juga membuat generasi berikut akan menjadi lebih kreatif, lebih kompetitif, karena dengan kondisi ini kan akhirnya semua memaksa seperti itu, Pak Ganjar?

J: Iya. Anda punya angle (sudut) yang sangat kritis. Betul sekali. Pertanyaan-pertanyaan yang kritis sekali. Saya seneng mendapatkan pertanyaan seperti ini. Karena sebenarya pandemi ini menjadi koco benggolo, menjadi kaca kita bercermin, bahwa kita tidak bisa memenuhi hazmat kita sendiri, APD kita sendiri. Bahkan masker kita tidak siap, obat kemudian kita tidak bisa, rapid test kita bergantung, akhirya teori ekonomi supply demand berlaku, kalau itu terbatas, harga akan tinggi. Terus kemudian para pemain ekonomi.

Tapi, kalau Bung Karno itu hari bilang berdikari dalam bidang ekonomi, maka hari ini kita pastikan. Dulu pidatonya kan mengatakan, kalau negara ini ingin menjadi negara industri yang kuat, maka harus punya kimia dasar dan logam dasar, maka industri kemudian bisa berjalan.

Nah, sekarang industrinya apa? Sampai pada industri farmakologi. Nah industri farmakologi itu apa? Sekarang kita cari, rapid test itu semua dari mana? Dari China. Dari mana lagi? Dari Korea. Apa kita tidak bisa buat sendiri? Makanya kemarin UGM, Unair dan kalau enggak salah Unram, Mataram sana bergabung menjadi satu. Biofarma, mestinya menyiapkan.

Dan pandemi ini, nanti kalau selesai terus tidak ada pandemi lagi? Belum tentu. Ingat SARS, Mers, kita belajar dari flu tahun 1800-an, itu terjadi dan itu gelombangnya mengerikan. Maka kalau kita bicara bukunya Harari, yang virus itu, di dunia ini kan pembunuh tertinggi bukan tentara, bukan peperangan, tapi karena makanan, karena penyakit.

Makanan masuk tidak terkontrol menjadi penyakit. Kita belajar sejarah dunia kan. Kan betul, pandemi ini, Corona ini, mengingatkan kita bahwa kita harus bisa mandiri, pangan harus mandiri, energi harus mandiri, pangan juga harus mandiri.

Kalau ini bisa kita suplai, maka kebutuhan manusia berikutnya harus kita siapkan dengan kekuatan dalam negeri. Saya berharap mulai saat ini, semua sistem belajarnya harus diubah. Harus berorientasi pada life skill yang dimiliki. Harus berorientasi pada orang-orang yang inovatif dan kreatif. Harus bisa membaca statistik global, akan kebutuhan manusia. Dan itu bisa dijadikan sebagai sebuah strategi.

Dan itu artinya kita harus punya big data, yang perpresnya sudah keluar, namanya Satu Data Indonesia. Dan itu belum beres. Sehingga bagi BLT, BST, PKH, hari ini masih kacau. Kita akui itu masih kacau. Karena datanya tidak bisa kita kasih bersih datanya. Inilah yang kemudian kita bercermin bahwa ternyata kita kurang ini, kurang itu.

BLT (Bantuan Langsung Tunai), BST (Bantuan Sosial Tunai), PKH (Program Keluarga Harapan).

Dari sisi pertahanan negara, siapa yang bisa mengatakan ini penyakit atau senjata biologis. Mari kita cek. Kalau kemudian pertahanannya seperti ini (senjata biologis), pertahanannya tidak sekadar perang. Senjatanya diparkir kok sekarang.

Kalau nanti virus-virus semacam ini, mudah-mudahan tidak. Kemudian orang memproduksi lagi dan tidak bisa dideteksi lalu disebarkan, kita lumpuh. Negara-negara yang kemudian mampu lakukan itu dia akan siapkan dari back up ekonominya. Ketika pasar uang, pasar saham mulai rontok, mari kita lihat negara-negara luar itu. Dia mau siap apa? Menerkam apa, berapa cadangan devisanya mereka, apakah mereka cetak duit lagi?

Mas, kalau itu terjadi, dari sisi pertahanannya, maka orang akan dirontokkan tidak dengan bedil, tidak dengan peluru, tidak dengan mesiu. Dirontokkan pelan-pelan. Killing me softly lagunya, tahu-tahu jatuh semua.

Besok daya beli kita rendah kok. Besok ini. Kan tidak ada yang bisa produksi. Rendah semuanya. Kalau rendah, dia hanya akan bisa membeli barang yang tidak berkualitas. Barang yang murah. Sekarang yang bisa memproduksi barang murah di dunia siapa? Dia akan menjadi pemenang. Lihat saja. Anda sudah bisa baca kan ya?

Nah, ini konstalasi dunianya seperti itu. Maka hari ini, judulnya yuk kita beli barang kawan, belanja di tetangga. Terus kita siapkan produksi ini. Maka cermin tadi betul. Karena corona kita diingatkan akan kebaikan, kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kita kemudian mesti aware bahwa kebutuhan kita mesti dipenuhi sendiri, termasuk kebutuhan kesehatan. Kita punya kekuatan luar biasa atas itu. Kalau kita rombak semuanya. orientasi pendidikannya ke sana, national interest-nya disiapkan, situasi eksternal dunianya dipotret bareng-bareng dengan big data, maka pada saat itu kita akan memenangkan pertempuran ke depan. Tapi kalau tidak, kalah kita.

Ganjar Sidak BST PosGubernur Ganjar Pranowo saat sidang antrean pembagian Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kantor Pos Erlangga, Semarang, Selasa, 9 Juni 2020. Ganjar mengingatkan ibu-ibu dan petugas Pos untuk terapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Pak Ganjar tadi kan bicara soal nilai-nilai kompetitif, big data, soal masih banyak hal. Intinya adalah kita tidak bisa mundur ke belakang. Kita harus berpikir jauh ke depan. Nah, kalau mereka-mereka yang enggak siap apakah harus kita tinggal saja atau ya sudah biarin aja?

J: Kalau mereka yang tidak mau, betul kita tinggal. Kalau strategi pemerintah, kita cari, Mas. Jadi kita tidak menunggu pionir datang dari bawah. Kita bikin pionirnya dari atas, kita ciptakan lokomotif.

Yang saya impikan begini kira-kira, memang di luar sana Indonesia itu jelek, Mas? Enggak. Di luar sana Indonesia itu bagus. Hampir semua tempat yang saya kunjungi di dunia, saya selalu ketemu orang Indonesia yang sangat berprestasi.

Beberapa kali saya datang ke Eropa, ke Berlin, Belanda, ketemu dengan orang-orang di sana. Seorang ahli teknologi informatika 4.0 itu orang Indonesia, profesor yang masih muda sekali di Eropa.

Apa maksud saya? Kalau kemudian kita bisa recall, kita undang orang-orang ini. Kamu big data, siapin. Kamu bicara industri kreatif ke depan. Kamu ahli biomolekular, ahli virologi, kamu di sini siapin. Ini rukun kesehatannya siapin. Ingat kita punya empon-empon, jamu yang sangat banyak. Perguruan tinggi, rektor kamu ngurusin ini. Sebut saja, UI apa jagonya? Kesehatan, ekonomi? Suruh kerja di situ. Teknik misalnya ada di ITB, suruh kerja ini. Pertanian pangan, IPB, kamu kerja ini, produktivitas. Bawang kita jangan hanya lima persen produksi nasionalnya. Saya mau harus sampai 70 persen. Gerakkan semua, bawang putih. Ini umpama saja. Ayo UGM, bagaimana, Anda punya ekonomi, punya kedokteran, sospol, pikirkan itu. Jalan terus, Mas. ITS jago maritim. Maritim, ayo, suruh kerjakan semuanya.

Maka, kalau perguruan-perguruan tinggi besar kita ajak, termasuk yang swasta tentu saja, kita dudukkan bareng-bareng, kita berikan tugas khusus. Kemenpannya membuat kebijakan. Ya, saya disuruh kerja di Indonesia bayaran cuma segini. Ya sudah, kamu yang saya panggil dari luar negeri ini saya kasih SK khusus, jangan bikin cemburu. Tempatmu di laboratorium di sini, saya bayar Rp 100 juta per bulan. Kamu harus kerja selama lima tahun, harus jadi produk ini, begitu.

Artinya mengejar ketertinggalan status kita. Harus ada crash program untuk itu. Sehingga menghadapi situasi ke depan, berangkat dari kaca pandemi, dari pertanyaannya Mas Fetra yang bagus sekali tadi. Sebetulnya kita bisa tahu kok, bagaimana kita harus menyiapkan diri kita. Ooh ternyata kita dipukul oleh corona seperti ini jatuh, terus kemudian kita menangis, romantis, itu enggak boleh. Harus bangkit kita. Justru ini harus menjadi tendangan kita untuk bangkit.

T: Tapi bagaimana dengan kondisi SDM-nya, Pak Ganjar? Artinya kan SDM masyarakat di Indonesia ini kan tidak merata. Apalagi kayak khusus Jawa Tengah, misalnya. Budaya pedesaan kan masih kuat di Jawa Tengah. Artinya ini apakah bisa mencakup mereka nantinya atau bagaimana? Atau ada upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk bersama-sama mengangkat mereka juga?

J: Jangan salah ya. Orang desa akan mengatakan begini, "Hai orang kota, Anda di rumah saja biar kami yang nyangkul, biar kami yang menanam. Agar makan Anda bisa kami penuhi." Jangan salah. Justru di desa inilah kita balik, basisnya ada di sana. Maka, sekolah, kuliah mesti diarahkan pada teknologi yang bisa dikembangkan di level desa. Kominfo sudah membuat program internet desa. Desa mempunyai internet, maka informasi begitu cepatnya akan dilakukan. Desa identik dengan teknologi pertanian, dan sektor pertaniannya.

Maka kemudian seluruh teknologi pertanian yang praktis-praktis, yang tepat guna itu disampaikan. Kalau mereka panen pisang, ya motong pisangnya jangan pakai sabit, hanya satu, dipanggul, enggak. Coba lihat yang terjadi di Suriname, di Brazil, mereka di negara-negara Amerika Latin, kita lihat. Atau di Karibia sana.

Saya pernah lihat itu, Mas. Kalau berkebun itu nyiram-nya sudah pakai drone, sudah pakai pesawat. Tapi orangnya sedikit, jadi efisien. Lalu ada jalur-jalur rel kecil hanya untuk bicara pisang. Maka pisang itu begitu dipotong, dia jatuh langsung di-centelin (gantungkan), sudah ban berjalan. Langsung disemprot, seeet, sampai sana langsung packaging.

Kita harus sampai di situ, Mas. Maka, sekolahnya vokasi. Sekolahnya enggak usah tinggi-tinggi. Anda lihat sekolah yang umum dan vokasi akan lebih cepat mana? Ini Pak Dirjen vokasinya baru ini di Kementerian Pendidikan. Kebetulan saya kenal baik sejak mahasiswa.

Dia Dekan Fakultas Vokasi di UGM. Apa yang mau saya ceritakan? Dia pada saat saya ajak bicara tentang vocation school, dia siapkan betul. Bagaimana kita menyiapkan yang tidak sarjana, yang mereka sebutlah D4 begitu, yang mereka bisa melakukan rekayasa, bisa melakukan pengembangan dan orangnya praktis.

Maka kemudian lepas saja seluruh rekayasa itu yang bisa dikembangkan di level desa. Maka desa bisa mandiri. Panganmu cukup, alat pertanianmu cukup, pertanian modern, kapasitas harus naik. Karena hari ini tanam padi selama ini produktivitasnya hanya enam ton, bisa enggak jadi delapan ton. Naik dua ton saja. Itu kalau teknologinya ada, benihnya bagus, sistem pemupukannya oke, pertaniannya efisien, Mas, pangan kita tenang, Mas. Enggak usah kayak tempat lain. Thailand lah kita contoh.

Jadi desa, sebenarnya justru ladang yang paling bagus untuk kita lakukan sebuah proses modernisasi, tentu yang terus menjaga kearifan lokalnya. Jadi saya enggak khawatir. Tapi, kan mesti ada sebuah tindakan yang revolutif. Enggak boleh biasa saja toh.

ganjar pranowoGubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengecek perkembangan pekerjaan kanalisasi di drainase pinggir jalan pantura di Demak, Kamis, 21 Mei 2020. Ganjar sekaligus menjawab sindiran Fadli Zon dengan menyatakan tak jadi ambil tugas tukang parkir karena macet akibat banjir di jalan itu sudah teratasi. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Pak Ganjar yakin dengan optimisme Pak Ganjar tadi, soal bagaimana meningkatkan kehidupan mereka, terus kemudian dengan SDM yang ada di Jawa Tengah, dengan pernyataan Pak Ganjar tersebut, Pak Ganjar yakin?

J: Mas, banyak Indonesia itu selalu ada kata-kata dua hal, kita belum siap dan kita tidak yakin. Itu yang membuat kita nina bobo dan kemudian kita berada di barisan paling belakang. Hanya keyakinan yang kemudian bisa. Tapi, ini bukan kerja individu. Kalau dalam konteks politik, ya kayak saya, ini harus jadi kebijakan publik.

Maka sekarang mulai kita dorong. Kenapa saya membebaskan SPP SMA dan SMK? Agar kemudian anak-anak bisa sekolahnya sampai ke sana. Jangan hanya lulusannya sampai SMP saja. Kan secara nasional kelas kita itu baru SMP. Jawa Tengah juga rendah. Maka harus kita katrol. Mereka yang hebat-hebat itu harus kita kasih ruang paling depan. Agar anak-anak ini bisa tumbuh. Begitu, kan. Nah, sekarang ini coba kita dorong.

Ini menarik, bagaimana kemudian orang pintar berjuang, merekayasa, yang mengerti ilmu pengetahuan mau kembali ke desa. Nah ini insentifnya belum ada. Nah, sayangnya... ini diskusi saja.

Saya ngomong gini, 'Boleh enggak ya setiap penerimaan CPNS berilah kami kesempatan untuk bisa menunjuk langsung dengan otoritas kami. Tentu jangan sampai jual beli, jangan sampai suap. Agar bisa meletakkan orang-orang dengan insentif khusus sehingga saya bisa rekrut. Penyandang disabilitas, atlet-atlet yang juara, orang-orang berprestasi, langsung kita tarik'. Boleh enggak sih saya ngijon gitu?

Anda kuliah di perguruan tinggi besar, di Undip. Boleh enggak dari Undip di Jawa Tengah saya akan pesan pada Pak Rektor. Pak Rektor, saya akan minta 10 lulusan terbaik untuk kerja di Provinsi Jawa Tengah? Saya minta, gitu.

Saya tawari, saya rayu supaya dia mau bekerja menjadi PNS. Ini tantangannya. Nanti ini yang kita masukkan ke desa-desa. Tapi karena hari ini ASN masih sentralistis, maka seperti yang saya katakan tadi, kita butuh strategi nasional untuk ini. Sehingga... kita bukan negara serikat, kita negara kesatuan dan otonomi bukan federal, maka pentingnya komunikasi dengan pusat untuk membuat strategi bersama.

Jogo Tonggo itu kecil. Tapi hari ini sudah mulai di beberapa tempat. Istilahnya bukan jogo tonggo tapi kawal kampung, ada. Ingat tetangga, ada. Apa punlah, terserahlah, yang penting berkembang dengan nama yang macam-macam.

Harus optimis, Mas. Harus yakin. Justru bercermin dari covid ini kita harus yakin. Maka, awal-awal ketika pemda-pemda belum mengeluarkan berapa anggaran untuk covid, Jawa Tengah sudah mengeluarkan pertama. Saya siapkan Rp 1,4 triliun. Geger, Mas. Yang lain langsung keluar. Saya segini, saya segini. Sebenarnya itu pancingan saja agar rakyat makin tahu, bahwa oh iya negara menjamin. Ketenangan ini akan menimbulkan imun, gitu.

T: Kembali lagi ke soal new normal tadi, Pak Ganjar. Apakah masyarakat Jawa Tengah yang terkenal dengan budaya guyub, budaya ngumpul, nah ini bagaimana?

J: Ini pertanyaan bagus juga. Maka betul, untuk ulama, tokoh agama, budayawan, sosiolog, psikolog, antropolog, untuk bisa terlibat. Karena ini sedang kita lakukan social reengineering kan. Karena kan enggak enak, Mas, masa kita enggak ngumpul di pos ronda, kan enggak asyik. Masa kita enggak jagong (duduk-duduk), Mas. Ada sunatan, kawinan, takziyah saja jagongan. Itu budaya kita. Kita kan hangat ya. Mangan ra mangan (makan tidak makan) asal kumpul. Jadi kita seperti itu. Ini mesti kita introduksi kepada mereka sebagai sistem baru.

Normal barunya ya kumpul, tapi kumpulnya begini. Normal barunya sekarang kita harus cuci tangan terus-menerus. Normal barunya ya kumpul, tapi mesti sehat. Maka, puskesmas jalan, bidan jalan, gitu kan. Terus kemudian sekarang kita tidak bersentuhan. Maka, budaya cipika cipiki akan terdesak dengan kondisi ini. Cara salaman juga mungkin berbeda. Nah, yang ini yang kemudian kita sampaikan.

Kalau pandemi ini enggak selesai-selesai, si virus ini enggak akan habis, jangan-jangan suatu hari akan ada helm yang bentuknya menutupi kepala kita sehingga semua orang harus beli produk itu. Kalau kita ngomong pun juga seperti itu. Jangan-jangan begitu. Jangan-jangan nanti ada alat seperti sarung tangan yang gampang memakainya dan setiap hari bisa digunakan sehingga orang tidak bisa bersentuhan.

Ganjar PranowoGubernur Ganjar Pranowo meminta masyarakat Jawa Tengah menjalankan ibadah salat Idul Fitri di rumah saja. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Bagaimana dengan daerah-daerah yang katakanlah para bupati atau wali kota di bawah Pak Ganjar, di daerah Jawa Tengah itu, tentu enggak semua penerimaannya sama kan dengan arahan dari Pak Ganjar?

J: Memang variannya banyak ya. Saya bukan paling hebat, karena saya juga belajar dari kawan-kawan kades, kawan-kawan camat, bupati, wali kota, saya belajar juga dari mereka. Saya belajar dari banyak tempat, bahkan di dunia ini kita belajar. Banyak justru ide-ide brilian muncul dari sana.

Umpama dari Bupati Banyumas, itu idenya luar biasa. Dia datang malam, terus dia cek pemudik, dia karantina, dia wawancara langsung, turun langsung. Ini men-support.

Jadi bupati-bupati banyak, meskipun ada satu dua yang mungkin karena takut, dia di rumah terus. Kalau pemerintah kan enggak boleh takut to, Mas. Kalau perang kita harus paling depan. Ayo serbu, mundur, minggir, atur strategi ulang, logistik siapkan, tembak. Itu mesti kita komandoi. Kalau kita di rumah terus, enggak bisa. Even presiden sekalipun. Presiden masih ke kampung kok, hanya ingin memastikan. Maka kalau kita bisa memastikan yang terjadi di bawah, kita tidak akan lagi halu, gitu. Ini datanya halu, informasinya halu, enggak bisa.

Kenapa saya pakai medsos, Mas? Medsos itu real time meskipun haters saya juga banyak, lovers-nya juga ada. Tapi, kemudian kalau kita lihat seperti itu, real time. Orang bisa upload apa pun. Maka sebenarnya kita sudah didorong untuk move on kepada dunia baru ini.

Nah, bupati-bupati banyak yang seperti itu. Ada yang satu dua tidak bisa. Biasanya saya telepon, Mas. Pak Bupati, Bu Bupati, ini kenapa begini. Coba dicek itu. Mereka ngecek cepat. Kadang mereka minta tolong. 'Pak, tapi saya minta tolong dong, Pak'. Oh sip, saya tolong nanti. Kita kerja sama.

Nah, cara-cara ini membuat team work yang bagus. Saya tidak pernah merasa sebagai gubernur di atasnya dia, gaya, enggaklah. Tapi kita bantu problemnya. Maka biasanya saya ini orangnya sangat aktif. Saya keliling. Setiap minggu saya keliling, tapi sejak corona, enggak. Hanya jarak-jarak yang mungkin terjangkau kita lakukan.

Jadi, mendampingi, mengadvokasi, bertanya kepada bupati-wali kota, itu cara komunikasi agar kemudian kita satu visi, satu cita-cita. Alhamdulillah di Jawa Tengah, bupati-wali kotanya hebat-hebat, bagus bagus. Enak diajak ngomongnya, terus kemudian komunikasi jalan baik, relasinya juga baik. Inisiatifnya juga canggih-canggih, hebat-hebat mereka. Karena mereka sebetulnya memiliki kapasitas yang bagus. Yang kurang ya kita dampingi.

T: Artinya sejauh ini sesuai dengan apa yang disampaikan Pak Ganjar, ya on the track lah ya?

J: Sebagian besar on the track ya. Ada sebagian kecil yang problem, sehingga saya sering teleponi aja. 'Ibu, itu ada pasar yang, misalnya di Brebes gitu, ya. Bu, Iza itu pasarnya di Brebes ramainya minta ampun. Kalau enggak, Anda tutup saja. Kalau enggak mau tutup, harus normal baru. Normal barunya apa, harus berjarak, harus ada antre, harus ada yang awasi'. Masyarakat disuruh antre terus ditulisi baliho, ditulisi poster, begitu. Ditulisi banner, begitu. Bapak-ibu harus antre, pakai masker. Tempelin di mana-mana. Itu mah bisnis MMT, harus ada sistem kontrol yang berjalan. Pasang CCTV, turunkan orang, kasih teguran keras, syukur-syukur kalau ada sanksinya.

Maka Bupati Banyumas buat perda, Bupati Purworejo buat Peraturan Bupati, Wali Kota Semarang membuat Perwali untuk membatasi kegiatan masyarakat. Nah, ini payung hukum yang kemudian bisa kita pakai untuk penegakan hukum.

ganjar atur lalu lintasGubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatur arus lalu lintas di jalan pantura, Sayung, Demak, Jumat, 15 Mei 2020. Kemacetan ditimbulkan banjir di jalan imbas rob. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

T: Ada enggak kepala daerah, bupati atau wali kota yang katakanlah tidak sesuai membuat perda, peraturan wali kota, peraturan bupati yang menurut Pak Ganjar tidak pas?

J: Enggak bisa, Mas. Saya kan nganu. Saya kan memantau. Jadi sebelum perda itu disahkan kan konsultasi ke provinsi dulu. Jadi sebenarnya kita punya control mecanism yang ini secara konstitusional. Jadi itu cara kita menertibkan, gitu.

Kalau kemudian ada satu dua yang gayanya agak berbeda, adalah. Saya enggak mau. Saya mau begini, apa urusanmu? Itu ada juga. Tapi itu hanya sebagian kecil saja.

T: Kalau persiapan infrastrtuktur sendiri bagaimana sejauh ini, Pak Ganjar?

J: Infrastruktur kalau Jawa Tengah makin hari makin baik. Makanya kenapa investasi kemarin datang ke Jawa Tengah semua, karena kita menyiapkan itu. Infrastruktur kita siapkan, SDM, infrastrktur fisiknya, ya infrastruktur sosialnya. Kenapa banyak pabrik pindah ke Jawa Tengah, karena sebenarnya dulu yang kerja di Jabodetabek juga orang Jawa Tengah. Sehingga kulturnya itu lebih enak diajak kerja sama, kerja keras juga.

Maka kalau kemarin informasinya beberapa investor harus ter-pending, tapi dari Amerika kemudian memindahkan investasi dari Tiongkok dipindahkan ke Jawa Tengah. Sekarang saya lagi kerjakan itu. Ini contoh-contoh saja bahwa ini merupakan bentuk dari kita mencoba menyiapkan itu.

Di samping saya agak ketat mengawasi, meskipun belum sampai tingkat bawah, integritas, agar tidak pungli, tidak korupsi. Ini juga infrastruktur birokrasi yang harus kita siapkan dalam pelayanan publik.

T: Termasuk jika kemudian kita benar-benar masuk dalam era new normal tadi? Sudah siap ya infrastrukturnya?

J: Kalau sekarang belum siap. Kalau sudah pada saatnya, kita harus mulai. Makanya sekarang fasilitas kita mulai. Umpama, cara duduk. Ya cara duduk yang mepet (berdekatan) sekarang disilang dulu. Mungkin besok sudah tidak disilang tapi kursinya sudah berjarak.

Terus kemudian di sistem angkutan sudah diatur jarak. Mungkin besok joknya juga sudah sedikit berbeda. Kemudian model antre untuk masuk ke dalam layanan umum, mungkin seperti itu. Mungkin kelak sudah tidak menggunakan tabir. Mungkin sudah elektronik, membayar pakai top up saja, sehingga tidak berhubungan langsung, sehingga bisa mengurangi kemungkinan kontak fisik antarmanusia. 

Ganjar PSBB TegalGubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kaos hitam) berbicang dengan warga saat mengecek pelaksanaan PSBB di Kota Tegal, Kamis, 7 Mei 2020. PSBB membuat Kota Tegal zero kasus positif Covid-19. (Foto: Humas Pemprov Jateng)

Profil Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo lahir di Karang Anyar, Jawa Tengah, 28 Oktober 1968. Ia adalah anak kelima dari enam bersaudara, ayahnya bernama Parmuji Pramudi Wiryo, ibundanya bernama Suparmi.

Keluarga Ganjar Pranowo

  • Istri : Siti Atikoh Supriyanti
  • Anak : Muhammad Zinedine Alam Ganjar

Pendidikan Ganjar Pranowo

  • SD Kutoarjo, Jawa Tengah.
  • SMP 1 Kutoarjo, Jawa Tengah.
  • SMA BOPKRI, Yogyakarta.
  • SMA BOPKRI, Yogyakarta.
  • Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta
  • Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

Karier Ganjar Pranowo

  • Konsultan SDM PT Prastawana Karya Samitra
  • PT Semeru Realindo Inti
  • Kantor Hukum
  • Anggota DPR RI Komisi II, 2009 - 2014
  • Anggota Pansus Angket Bank Century di DPR RI 2009-2010
  • Anggota Timwas Century di DPR RI 2010-2013
  • Ketua Pansus Ruu tentang Partai Politik di DPR RI 2007-2009
  • Ketua Pansus tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di DPR RI 2007-2009
  • Anggota Badan Legislasi DPR RI 2004-2010
  • Sekretaris Fraksi PDIP MPR RI 2009-2010
  • Sekretaris I Fraksi PDIP DPR RI 2007-2009
  • Wakil Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI 2010-2013
  • Gubernur Jawa Tengah 2013-2018
  • Gubernur Jawa Tengah, 2018-2023

Penghargaan Ganjar Pranowo

  • Anugerah Pataka Paramadhana Utama Nugraha Koperasi, 2013.
  • Kepala Daerah Inovatif untuk kategori layanan publik, 2014.
  • Mengatasi Bencana di Provinsi Jawa Tengah, 2014.
  • Anugerah Tokoh Media Radio dari Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jawa Tengah, 2015.

(PEN)

Baca juga:

Berita terkait
Ketika Ganjar Pranowo Ikut Ambyar karena Didi Kempot
Banyak kenangan yang ditinggalkan Didi Kempot. Kreasinya sepanjang hidup telah menginspirasi banyak orang, termasuk Ganjar Pranowo.
Ganjar Pranowo Vs Anies Baswedan, Adu Valid SMRC Vs Median
SMRC bilang Ganjar Pranowo gubernur paling tepat atasi corona. Median bilang Anies Baswedan gubernur paling tepat atasi corona. Mana yang valid?
Denny Siregar: Kharisma Ganjar di Tengah Pandemi
Seperti membaca buku cerita bagaimana seharusnya pahlawan turun beraksi. Itulah Ganjar Pranowo di tengah pandemi Covid-19. Denny Siregar.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)