Natal Siahaan, Berjuang Hidup dengan Satu Kaki, Berdagang Keliling Siantar

Natal Siahaan, berjuang hidup dengan satu kaki, berdagang keliling Siantar. Ia pernah diajak untuk mengemais, tapi ia menolak.
Natal Siahaan warga Tentram Ujung, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Siantar, saat dijumpai di Jalan Kartini Kota Siantar, Sabtu (30/3/2019). (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Pematangsiantar, (Tagar 1/4/2019) - Natal Siahaan adalah seorang pria tangguh berusia 50 tahun. Demi kelangsungan hidupnya dan keluarga, ia yang hanya memiliki satu kaki ini berjualan dengan cara berkeliling menyusuri jalanan kota, berharap dagangannya terjual habis, agar dapat membeli makanan untuk keluarganya untuk bertahan hidup.

Ia tinggal di Jalan Tentram Ujung, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Siantar.

Sejak pagi hingga siang hari ia bekerja sebagai penjahit sepatu. Setelah itu, hasil dari sol sepatu yang dia dapat kemudian dibelikan kaos kaki untuk dijual kembali. Dengan bantuan dua tongkat miliknya dia berjalan sambil mengalungkan papan pengumuman dagangan yang dijualnya di bagian depan dan belakang tubuhnya.

Kepada Tagar News, Natal bercerita tentang awal mula dia kehilangan satu kakinya. Pada tahun 1990 kakinya terkena mesin pemotong ketika bekerja di bengkel. Hingga kemudian dia meninggalkan pekerjaannya, karena merasa sudah tidak mampu lagi.

Tak disangka, walaupun memiliki fisik seperti itu ternyata dia mampu membiayai enam anaknya hingga pendidikan tinggi dan empat di antaranya kini sudah bekerja di tempat yang baik juga telah menikah.

"Anakku ada enam dan empat sudah bekerja di luar kota seperti Batam, Kalimantan, Lampung, dan Jakarta. Ada juga yang sudah menikah. Dan cucuku sekarang sudah dua," ucapnya ditemui di pinggir Jalan Kartini Kota Siantar.

Natal dengan keadaannya itu masih harus terus berjuang untuk membiayai dua orang anaknya yang masih menempuh dunia pendidikan. Putrinya saat ini sedang kuliah di Universitas HKBP Nomensen Siantar Jurusan Ekonomi. Sedangkan anak bungsunya saat ini sedang menjalani pendidikan di SMA Swasta Teladan Kota Siantar.

"Untuk biaya putriku yang kuliah, aku harus membayar per tahun sebanyak Rp 6,8 juta. Dan yang SMA per bulan sebesar Rp 250 ribu," katanya.

Natal juga menceritakan bahwa apa pun yang dialaminya tidak membuatnya menyerah demi membiayai sekolah kedua anaknya. Karena menurutnya pendidikan anak merupakan hal utama baginya.

"Kalau masih bisa bekerja, kerjakanlah. Jangan pernah menyerah. Bagiku memang sekolah anak yang utama," ungkapnya.

Saya gak bisa begitu (pengemis). Saya memang pekerja, harus bekerja. Pernah ada yang menawari saya untuk bagian minta uang saat teman selesai bernyanyi, saya gak percaya diri minta-minta.

Natal SiahaanNatal Siahaan warga Tentram Ujung, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Siantar, saat dijumpai di Jalan Kartini Kota Siantar, Sabtu (30/3/2019). (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Menolak Ajakan Mengemis

Dengan raut wajah yang sedih, dia mengungkapkan bahwa  kerap sekali mendapatkan cacian dari tetangganya. Yang mengatakan bahwa apa yang dilakukannya hanya modus agar orang-orang yang melihatnya merasa iba.

"Tetangga sering bilang kalau saya ini modus dengan kaki seperti ini agar banyak yang kasihan. Tapi, bagi saya terserah mereka mau bilang apa, yang penting anak saya tetap sekolah," tambahnya.

Dengan fisik seperti itu, ternyata sebelumnya ada seseorang yang berniat untuk memanfaatkan kekurangannya. Dengan mengajaknya menjadi pengemis di Kota Siantar.

"Saya gak bisa begitu (pengemis). Saya memang pekerja, harus bekerja. Pernah ada yang menawari saya untuk bagian minta uang saat teman selesai bernyanyi, saya gak percaya diri minta-minta," terangnya.

Dia juga mengungkapkan kerap memberikan motivasi kepada istri dan anaknya. Juga mengaku bahwa dari pembeli kaos kaki dia juga mendapat banyak rezeki. Karena terkadang pembeli tidak menagih lagi uang kembalian.

"Saya juga gak pernah meminta dari anak-anak saya yang sudah bekerja apalagi yang sudah menikah. Karena saya berpikir, kasihan anak saya yang sudah menikah. Karena mereka juga harus memikirkan anaknya juga. Terkadang pembeli juga banyak yang memberikan uang kembaliannya untuk saya saja. Itu bagi saya hanya rezeki. Tapi, tetap saya harus bekerja berjualan dan menjahit sepatu," tutupnya. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.