Jakarta - Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi, ramai diperbicangan setelah merobek naskah pidato Presiden AS Donald Trump. Upaya itu diduga aksi balasan Nancy ketika Trump menolak berjabat tangan sesaat sebelum pidato kenegaraan di Capitol Hill, Washington, pada Selasa, 4 Februari 2020.
Meski begitu, Nancy tak merasa bersalah atas tindakannya. Politikus Partai Demokrat ini menganggap apa yang dilakukannya terhadap Trump masih dalam batas kesopanan. "Itu hal yang sopan untuk dilakukan," kata Nancy kepada wartawan, dikutip dari The Guardian.
Nancy diketahui merupakan politikus AS yang tegas. Dia lahir dari keluarga yang tak jauh dari dunia politik. Ayahnya, merupakan politikus sekaligus Wali Kota Baltimore, Maryland, AS selama 12 tahun, Thomas D'Alesandro Jr. Sedangkan kakak kandungnya, penerus keluarga di pemerintahan yang menjadi Wali Kota Baltimore periode 1967-1971.
Dilansir dari Biography, perempuan kelahiran 26 Maret 1940 ini lulusan sarjana fakultas ilmu politik di Trinity College. Ketika mengenyam pendidikan di universitas di kota Washington itu Nancy bertemu dengan Paul Frank Pelosi.
Keduanya kemudian memutuskan menikah pada 7 September 1963 di Cathedral of Mary Our Queen dan pindah ke San Francisco untuk menetap. Nancy dan Paul dikarunia 5 orang anak, Nancy Corrine, Christine, Jacqueline, Paul, dan Alexandra.
Karier Nancy di dunia politik diawali ketika menjadi sukarelawan di Partai Demokrat dalam beberapa kegiatan kampanye. Atau tepatnya ketika anak bungsunya masuk SMA. Hingga pada 1976, Nancy menjabat sebagai perwakilan California untuk Komite Nasional Demokratik. Selain itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Partai Demokrat untuk negara bagian dan utara California.
Pada Januari 1987, Nancy menjadi anggota DPR AS dalam mekanisme pergantian antarwaktu setelah Sala Burton mengundurkan diri akibat penyakit kanker. Sebagai anggota DPR, dia bertugas di Komite Alokasi dan Komite Pilih Permanen tentang Intelejen. Selain pernah menjadi pendukung kuat atas peningkatan pendanaan untuk penelitian kesehatan, dan untuk program perawatan kesehatan dan perumahan lainnya, dia juga gencar sebagai pembela HAM dan lingkungan.
Pada 2002, Nancy dipercaya sebagai pemimpin Demokrat di DPR. Ia sekaligus menjadi perempuan pertama dalam sejarah Amerika yang menduduki posisi tersebut. Tak hanya itu, empat tahun kemudian, setelah Demokrat memperoleh suara mayoritas di DPR dan Senat dalam pemilihan paruh waktu pada 2006, Nancy terpilih untuk mengisi poisis sebagai Ketua DPR dan kembali menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan tersebut.
Selama menduduki jabatan tersebut, Nancy pernah memperjuangkan kenaikan gaji para pekerja di AS, akses yang setara untuk pendidikan perguruan tinggi dan perwatan kesehatan, serta merevisi kebijakan energi dengan berfokus pada alternatif domestik yang lebih efisien.
Setelah Barack Obama terpilih sebagai Presiden AS pada 2008, Nancy berperan penting dalam mendorong undang-undang reformasi perawatan kesehatan yang menjadi Undang-Undang Perawatan Terjangkau (Obamacare) pada 2010. []