Misteri Balla Lompoa Bantaeng

Balla Lompoa, rumah adat Butta Toa di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang konon menyimpan beragam kisah mistik.
Rumah adat Balla Lompoa, Bantaeng di jalan Andi Mannappiang, kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Riska)

Bantaeng - Sebuah rumah panggung berdiri di atas tanah seluas sekitar 11x12 meter persegi. Namanya Balla Lompoa, rumah adat Butta Toa yang berada di Jalan Andi Mannappiang, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Konon, rumah tua itu pernah menjadi tempat tinggal turun temurun sejumlah raja. Menurut salah seorang tokoh budayawan Bantaeng, Andi Rakhmad atau Karaeng Dode', Balla Lompoa pertama kali dibangun di Embayya Kalimbaung pada masa pemerintahan Kareng Panawang tahun 1877-1913.

Miniaturnya seekor naga. Kepala dan ekor naga itu diartikan bahwa rumah itu yang tertingi, dan tidak ada yang menyerupainya.

Mengenakan setelan batik dan peci berwarna hitam, Kareng Dode' bercerita sepenggal sejarah yang yang ia ketahui tentang Balla Lompoa di Butta Toa, Jumat, 13 Maret 2020, sekitar pukul 10.00 Wita pagi.

Menurutnya, sejumlah arsitektur rumah adat itu memberikan gambaran beberapa peradaban yang masuk silih berganti di Bantaeng. Di antaranya adalah tiang berbentuk segi delapan atau oktagon. Bentuk tiang itu disebut sebagai pelambang delapan arah mata angin yang diketahui sebagai jejak masuknya ajaran Hindu.

Ada pula tiang yang salah satu bagiannya dipahat menyerupai bentuk bunga teratai. Simbol itu konon jejak masuknya kerajaan Buddha. Kemudian di sisi atas, terpampang kaligrafi yang membingkai setiap sisi ruangan. Jejak itu pertanda masuknya ajaran Islam di bumi Butta Toa Bantaeng.

Di bagian atap rumah adat, di sisi depan terdapat sesuatu yang berbentuk kepala naga dan sisi belakangnya ekor naga. "Miniaturnya seekor naga. Kepala dan ekor naga itu diartikan bahwa rumah itu yang tertingi, dan tidak ada yang menyerupainya," katanya.

Dari depan, Balla Lompoa terbagi menjadi tiga ruangan dengan masing-masing tiga anak tangga. Sepengetahuan Karaeng Dode', bagian tengah itu merupakan pintu untuk para raja-raja, pemerintah atau pejabat tertentu. Dengan begitu, tangga hanya boleh dilalui oleh raja.

Rumah Adat BantaengPapan informasi menuju bangunan rumah adat Balla Lompoa, Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Riska)

Sedangkan anak tangga yang berada di sisi kanan berbentuk lebih kecil dan sederhana. Konon tempat itu hanya dilewati para dayang-dayang istana dan rakyat jelata di zaman kerajaan. Sedang tangga yang berada di sisi kiri yang terbuat dari beton, merupakan tangga khusus dibuat saat zaman penjajahan Belanda.

"Katanya dulu kalau Belanda datang itu, tidak pernah mau buka sepatu. Jadi mereka dibuatkan satu jalan khusus, di tangga sebelah kiri," katanya.

Keanehan Saat Pemugaran

Rumah adat Balla Lompoa pernah menggemparkan sebagian masyarakat Bantaeng, sekitar tahun 2009-2010. Saat itu, Balla Lompoa dipugar alias direnovasi oleh pemerintah. Sepenggal kisah ini diceritakan seorang pemuda, sebut saja Damar, cucu Kesatria Kerajaan Bantaeng, Hama bin Jadjdji atau berjuluk Palapa' Barambang.

Konon benteng tiang utama tidak akan pernah bisa berdiri jika tak ada sosok keturunan raja asli atau seseorang yang menjadi kepercayaan kerajaan.

Menurut Damar, ketika Balla Lompoa dipugar, kakeknya sang kesatria masih hidup. Kejadian aneh itu berawal ketika hendak membangun tiang utama Balla Lompoa.

"Kabarnya tiang utama tidak bisa digerakkan. Padahal sudah menggunakan empat excavator. Tiang utama hanya terangkat sekitar empat sentimeter dari tanah, itu pun mesin excapator sudah meraung," katanya Jumat, 13 Maret 2020 sore, sembari menyeduh teh hangat di Bilangan Kampung Lembang.

Ketika orang-orang kebingungan, kata Damar, akhirnya diturunkan sang Palapa' Barambang. Hama bin Djadji datang ke lokasi diantar Damar dengan sepeda motor.

Budayan BantaengTokoh Budayawan Bantaeng, Andi Rakhmad atau Karaeng Dode\'. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Riska)

Sampai di sana, Hama mendekati tiang kokoh yang membuat heboh masyarakat sekitar. Bahkan, mayoritas warga mengaitkan peristiwa ini dengan kejadian mistik atau gaib.

Damar menyaksikan betul kakeknya sembari jongkok menyentuh tiang sebesar pohon kelapa dengan diameter sekitar setengah meter dan tinggi tujuh meter itu. Setelah menyentuh, Hama bin Djadji pun berjalan mundur dan meminta para pekerja kembali melanjutkan renovasi.

Hal mencengangkan pun terjadi di siang hari kala itu. Dengan hanya satu unit excavator tiang itu pun berhasil kembali dibangun. "Konon benteng tiang utama tidak akan pernah bisa berdiri jika tak ada sosok keturunan raja asli atau seseorang yang menjadi kepercayaan kerajaan asli di lokasi," katanya.

Cerita Gaib

Balla Lompoa di Kabupaten Bantaeng tak lepas dari cerita-cerita misteri. Berbagai penampakan hingga saat ini sudah menjadi buah bibir sebagian masyarakat.

Mungkin beberapa orang memang bisa lihat atau sengaja diperlihatkan sosok tertentu karena ada niat yang keliru.

Cerita tentang ular besar penjaga sumur di belakang bangunan Balla Lompoa adalah salah satu yang terus terawat sampai kini. Bahkan, salah satu stasiun TV nasional yang pernah ingin menjadikan Balla Lompoa sebagai lokasi syuting, gagal karena segenap crew-nya ketakutan atas penampakan ular raksasa mengitari halaman rumah adat.

"Tapi tidak semua juga dikasi lihat yang seperti itu. Mungkin beberapa orang memang bisa lihat atau sengaja diperlihatkan sosok tertentu karena ada niat yang keliru. Saya alhamdulillah selama ini di sini, tidak pernah melihat penampakkan apa pun," kata seorang pemuda setempat, Ari.

Banyak lagi cerita-cerita mistik yang sampai kini masih bernaung di rumah adat itu. Ada yang melihat seseorang menggunakan Baju Bodo, atau baju adat setempat yang berdiri dengan tanpa kepala. Ada juga yang melihat penampakan kepala menggantung di ruang tengah Balla Lompoa dengan darah kental yang menetes. []

Berita terkait
Curahan Hati Keluarga Pasien Positif Corona yang Meninggal
Entah di mana ia tertular corona, toh itu menjadi tak penting lagi. Done is done. Nasi sudah menjadi bubur. Kami seluruh keluarga sudah ikhlas.
Selebgram Jatim dengan Puluhan Ribu Pengikut
Leonita Wenny, 24 tahun, di Sidoarjo dan Archangel Wine Fallensky, 26 tahun, di Surabaya, selebgram dengan puluhan ribu pengikut.
Nazar Karpet Merah di Pernikahan Pria Pandeglang
Karpet merah sepanjang 3 Km di pernikahan, menjadi bukti Sumantri, warga Pandeglang, mewujudkan nazarnya.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.