Nazar Karpet Merah di Pernikahan Pria Pandeglang

Karpet merah sepanjang 3 Km di pernikahan, menjadi bukti Sumantri, warga Pandeglang, mewujudkan nazarnya.
Kedua mempelai dan keluarga berjalan di atas karpet merah sepanjang tiga kilometer di resepsi pernikahan di Pandeglang, Banteng. (Foto: Tagar/Muh Jumri)

Pandeglang - Seorang pria di Kampung Curug Sawer, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Banten, punya cara tersendiri mengekspresikan suka citanya menikah dengan gadis pujaan. Selain bentuk berbagi kebahagian, karpet merah sepanjang tiga kilometer juga menjadi bukti pelaksanaan nazar pernikahan.   

Momen karpet merah di pernikahan Sumantri, 35 tahun, dengan Sumiati, 27 tahun, boleh saja berlalu. Namun kenangan itu tak lekang oleh waktu. Jejak digital media sosial telah merekam dan menjadi saksi kebahagian keduanya. Pernikahan mereka yang unik menjadi viral dan mendapat perhatian publik jagat maya. 

Siang itu, Minggu, 2 Februari 2020, mendung menggantung di langit Pandeglang. Pun demikian dengan cuaca di Kampung Curug Sawer. Tapi kondisi alam itu kontras dengan suasana hati warga, khususnya keluarga besar Sumantri dan Sumiati. Di hari tersebut mereka menggelar resepsi pernikahan sebagai bentuk pengumuman sekaligus cara menularkan rasa bahagi. 

Tidak ada yang beda di kegiatan itu dengan resepsi serupa pada umumnya. Ada tenda, makanan, senyum ceria hingga kemeriahan suasana berbalut musik khas perayaan nikah. Tapi jangan salah, begitu memasuki jalanan yang menuju Kampung Curuk Sawer, pemandangan tidak biasa sudah terpampang. 

Sebuah karpet merah selebar sekitar 80 sentimeter, membujur memanjang menuju lokasi resepsi pernikahan pria pedagang daging itu. Karpet itu sudah menyambut para tamu undangan sejak jalan raya, membelah permukiman warga di Gang Biomet hingga lokasi resepsi. 

Kami para warga, khususnya teman kampung Sumantri jelas bahagia melihatnya menikah.

karpet merah2Tamu undangan pernikahan Sumantri dan Sumiati berjalan di atas karpet merah sepanjang tiga kilometer di Kampung Curug Sawer, Pandeglang. (Foto: Tagar/Muh Jumri)

Mengundang senyum dan kekaguman bagi tamu yang tidak berdomisili di kawasan Kampung Curug Sawer. Jalan kampung yang umumnya aspal dan paving blok, hari itu terhampar karpet merah. Mereka berasa menjadi tamu penting layaknya pejabat negara atau bintang film yang tengah hadir di acara penganugerahan karya.  

Terlihat kedua mempelai yang hari itu tengah berbahagia berjalan beriringan menyusuri jalan berlapis karpet bak raja dan ratu. Bagi warga setempat, karpet merupakan sebagai simbol kekayaan dan kemakmuran yang diyakini sejak zaman dulu. Sebab penggunaan karpet merah kerap kali digunakan untuk acara penyambutan raja maupun orang penting.

"Kami para warga, khususnya teman kampung Sumantri jelas bahagia melihatnya menikah. Sehingga kami ikut membantu, bergotong-royong mendekorasi tempat resepsi hingga memasang karpet itu," ujar Heri, 40 tahun, tetangga yang juga sahabat Sumantri. 

Heri pun tersenyum sendiri melihat tekad bulat dari temannya itu. Sepekan sebelumnya, jalan kampung terlihat biasa saja, tapi di hari itu suasana kawasan tempat tinggalnya jadi sedap dipandang. Sembari menggelengkan kepala tanda kekaguman, ia tak berhenti bergumam heran atas pelaksanaan nazar tersebut. 

Nazar? ya, karpet merah itu merupakan perwujudan sebuah janji yang terucap dari Sumantri. Heri pun lantas mengungkap awal mula pemasangan karpet merah. Setahun yang lalu, Sumantri pernah berjanji di hadapan rekan-rekannya yang ada di Curug Sawer untuk menggelar karpet merah jika menikah. 

Bermula dari Bercanda

Orang yang sudah kenal dengan Sumantri, ucapannya kala itu hanya dianggap sebuah candaan merespon saran agar segera menikah. Terlebih memang sosok pria tersebut memang dikenal sering mengucap asal. “Seandainya saya menikah, tenang saja saya akan memasang karpet dari Biomet sampai ke rumah,” ucap pria berkumis itu menirukan janji Sumantri. 

Karena itu, Heri tak menyangka ketika ia dan warga kampung diminta membantu memasang karpet merah di jalan kampung, beberapa hari sebelum resepsi digelar. Ternyata Sumantri benar-benar mewujudkan nazar itu.

“Alhamdulilah pemuda Curug Sawer sangat mendukung nazar Sumantri. Kami sangat senang dan memang sempat kaget melihat niatnya mewujudkan janji menggelar karpet merah. Tapi hal ini jelas bagus untuk kebaikannya karena nazar memang harus dipenuhi,” kata Heri. 

“Mungkin dia mendapatkan jodohnya itu di pasar. Karena memang aktivitas Sumantri setiap harinya berjualan daging di pasar."

Kekaguman juga diungkapkan Andi, 30 tahun, salah satu tamu undangan yang hadir di resepsi pernikahan Sumantri. Pemuda itu baru melihat ada pesta pernikahan yang menggunakan karpet merah sebagai jalan selamat datang untuk para tamunya. Tak tanggung-tanggung, karpetnya juga panjang sekali hingga tiga kilometer. 

Nazar memang harus dilakukan, karena kalau tidak dilakukan saya yang celaka.

karpet merah3Warga menyambut gembira pernikahan Sumantri dengan perempuan pujaannya saat resepsi unik karpet merah sepanjang tiga kilometer di Pandeglang, Banten. (Foto: Tagar/Muh Jumri)

Keunikan itu lah yang kemudian membuat para tamu undangan mengabadikan dengan kamera ponselnya dan memposting ke media sosial hingga membuat kehebohan warga Pandeglang.

“Sempat viral di media sosial, banyak warga yang datang di acara itu memposting di akun Fecebook, Instagram, dan status Whatsap pribadinya. Mungkin di Indonesia baru kali ini, sudah mirip dengan pernikahan raja-raja Inggris saja," tuturnya. 

Ketua RT 6 RW 9, pemangku wilayah tempat Sumantri tinggal, Udi Ruhadi, 63 tahun senada dengan penjelasan Heri soal nazar. Ia juga pernah mendengar kabar janji itu. Meski dibuat heran dengan niat Sumantri tapi Udi mengapresiasi kebulatannya merealisasikan rencana tersebut. Sebab ia dan warga berkeyakinan jika nazar tidak dinyatakan akan berimbas hal buruk pada yang bersangkutan.  

“Sudah dari dulu memang warga di sini kalau melakukan nazar harus dilakukan seandainya dia mampu. Tapi seandainya sudah berucap tapi tidak bisa mewujudkan, sudah pasti nantinya membahayakan dia," ujarnya. 

Udi pun mencoba merangkai nazar Sumantri dengan masa kelam yang pernah dialami Sumantri. Bahwa pria itu pernah akan menikah tetapi gagal. Sehingga akhirnya terucap janji memasang karpet di jalan menuju tempat resepsi jika benar mendapat jodoh.

"Sumantri pernah menanyakan ke tiga orang kiai besar yang ada di Pandeglang terkait nazarnya. Mereka semua menyarankan agar Sumantri melaksanakan," kata Ruhadi.

Sumantri mengakui sempat nazar jauh hari sebelum menikah. Sebenarnya ia bercanda saat mengucap akan memasang karpet merah. Namun atas masukan para tokoh agama ia akhirnya mewujudkan candaan tersebut. 

“Nazarnya, seandainya menikah, calonnya mau perawan atau janda, mau pasang karpet merah. Nazar memang harus dilakukan, karena kalau tidak dilakukan saya yang celaka," kata dia dengan mimik wajah serius.

Makin spesial karena hari pernikahannya juga di tanggal unik, yakni 2 Februari 2020 atau 2-02-2020. "Momen bersejarah bagi hidup saya, jadi harus diwujudkan," ujarnya sembari memperlihatkan perubahan wajah yang menyunggingkan senyuman.

Soal biaya, Sumantri pun menyebut nominal Rp 50 juta. Sebuah biaya yang cukup fantastis untuk pernikahan di kampung. Apalagi biaya itu hanya untuk dekorasi dan pemasangan karpet merahnya saja. Tak heran, ia sempat kena semprot dari calon istrinya takala menyampaikan niat mewujudkan nazar. 

"Dinilai konyol dan menghamburkan uang," tutur dia. 

Tapi tekad sudah bulat, ia tak surut dengan protes itu. Sumantri pun meyakinkan bahwa karpet merah menjadi bukti niatnya menempuh hidup bersama Sumiati. Dan sang pujaan akhirnya hanya bisa tersenyum heran dan bahagia demi melihat keseriusan itu. 

“Mewujudkan nazar saja bisa ditepati, apalagi janji untuk menikahi, pasti saya serius dan komitmen," ucap Sumantri.

Dan seolah menjawab keseriusan nazar Sumantri, langit memberi restu lewat curahan hujan. Meninggalkan jejak basah di karpet merah, penanda turut berbahagia atas pernikahan itu. []

Cerita lain:

Berita terkait
Misteri Makam Keramat Syeh Rako di Pandeglang Banten
Makam itu berada di antara dua pohon besar berusia lebih dari 300 tahun di Desa Pagerbatu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Otak-Otak dan Empat Camilan Khas Pandeglang
Ingin mengenal Pandeglang, lihatlah dari keindahan alam dan cagar alamnya, tak terkecuali kuliner atau cemilan khas daerah itu.
Pandeglang dengan Potensi Wisata Alamnya
Pandeglang masuk dalam 50 daerah tertinggal di Indonesia. Berikut potensi alam Pandeglang yang mampu menaikkan kesejahteraan masyarakatnya.