Merry Purba, Mata Rantai Hakim Terjerat OTT

Mata rantai hakim terjerat OTT. Kasus Merry Purba. 'Usut siapa pun yang terlibat. Jangan ada rantai yang terputus.'
Tersangka Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba (tengah), mengenakan rompi tahanan saat berada di mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8/2018). Merry Purba resmi ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan tiga tersangka lainnya, yaitu Panitera Pengganti Helpandi, serta Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan dari pihak swasta atas kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait putusan perkara di PN Medan. (Foto: Antara/Reno Esnir)

Jakarta, (Tagar 1/9/2018) - Komisi Yudisial (KY) melalui juru bicaranya Farid Wajdi menyatakan bahwa setiap hakim yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak layak disebut sebagai hakim.

Sebelumnya, KPK menetapkan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

"Ketahuilah yang melakukannya (korupsi dan suap) tidak layak disebut hakim dan bukan dari golongan warga pengadilan," ujar Farid di Jakarta, Jumat (31/8) dilansir Antara.

Hal ini dikatakan Farid ketika memberikan respon KY mengenai terulangnya OTT oleh KPK di Pengadilan Negeri Medan yang menjadikan seorang hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi dan dua orang panitera pengganti menjadi tersangka kasus suap.

"Sebab yang jadi bagian dari pengadilan hanya mereka yang memegang teguh nilai kebaikan serta integritas," kata Farid.

Kendati demikian KY dikatakan Farid kembali menyuarakan supaya masyarakat tidak berpikir negatif pada peradilan karena ulah oknum segelintir hakim.

"Diksi 'oknum' kali ini layak disebutkan, karena diyakini dengan kuat nilai kebaikan dan integritas masih jadi yang dominan pada peradilan kita," ujar Farid.

Menurut Farid karena nilai kebaikan yang juga dominan itu, maka tidak ada alasan bagi seluruh warga pengadilan untuk malu atau rendah diri.

HelpandiTersangka panitera pengganti PN Medan Helpandi mengenakan rompi tahanan saat berada dalam mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8/2018). Hellpandi resmi ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan tersangka lainnya, yaitu Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri Medan Merry Purba, serta Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan dari pihak swasta atas kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait putusan perkara di PN Medan. (Foto: Antara/Reno Esnir)

KY dikatakan Farid juga berharap supaya para penegak hukum dapat mengelola secara proporsional dan profesional atas kasus korupsi dan suap yang menyeret aparat pengadilan.

"Usut siapa pun yang terlibat, jangan ada rantai yang terputus. Dan sebaliknya juga, rehabilitasi yang memang jelas tidak terlibat," kata Farid.

Lebih lanjut Farid mengatakan kepercayaan masyarakat dapat kembali dibangun dengan adanya transparansi mengenai upaya membersihkan lembaga peradilan secara total.

Perubahan signifikan ini dikatakan Farid hanya akan dicapai dengan kesadaran individu aparat pengadilan sekaligus contoh teladan yang dipraktikkan di unsur pimpinan.

Apresiasi

Pada hari yang sama, Jaksa Agung HM Prasetyo mengapresiasi aperasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Medan Merry Purba terkait suap penanganan perkara penjualan aset oleh pengusaha Tamin Sukardi.

"Kita berikan apresiasi kepada KPK, katanya di Jakarta, Jumat.

Tamin Sukardi di PN Tipikor Medan, dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan 10 tahun penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 132.468.197.742, sedangkan lahan 74 hektare di Pasar IV Desa Helvetia, dituntut untuk dirampas oleh negara.

Namun vonis majelis hakim yang diwarnai dissenting opinion, Tamin Sukardi dengan enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Kemudian diharuskan membayar uang pengganti Rp 132,4 miliar subsider 2 tahun penjara. Selain itu, hak penguasaan lahan yang dijual Tamin di tanah seluas 20 hektare dan 32 hektare di Pasar IV Helvetia, Labuhan Deli, Deli Serdang, tidak disita negara.

Prasetyo menegaskan tampaknya KPK mengawal apa yang sedang dikerjakan oleh kejaksaan untuk mengembalikan aset negara yang diperjualbelikan itu. Hasilnya seperti itu (OTT KPK), katanya.

Tamin SukardiPengusaha yang juga terpidana kasus korupsi, Tamin Sukardi, berada dalam mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8/2018). Tamin Sukardi resmi ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka hari ini bersama tersangka lainnya, yaitu Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba, Panitera Pengganti Helpandi, dan Hadi Setiawan dari pihak swasta atas kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait putusan perkara di PN Medan. (Foto: Antara/Reno Esnir)

Dia secara kelembagaan mengaku prihatin dengan adanya OTT KPK yang menyeret hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi PN Medan itu. 

"Kita harapkan ke depannya tidak terjadi lagi," katanya.

KPK menetapkan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

"KPK meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan 4 orang tersangka yaitu diduga sebagai penerima MP (Merry Purba) hakim ad hoc Tipikor dan H (Helpandi) panitera pengganti PN Medan. Sedangkan yang diduga sebagai pemberi TS (Tamin Sukardi) dari swasta dan HS (Hadi Setiawan) orang kepercayaan TS (Tamin Sukardi) swasta sebagai pihak yang menerima," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Rabu.

KPK pada Selasa (28/8) melakukan operasi tangkap tangan di kota Medan yaitu terhadap Tamin Sukardi (TS) selaku pemilik PT Erni Putra Terari, staf Tamin bernama Sudarni (SUD), panitera pengganti PN Medan Helpandi (H), hakim ad hoc Pengadilan Tipikir Medan Merry Purba (MP), wakil ketua PM Medan yang bertindak sebagai ketua majelis Wahyu Prasetyo Wibowo (WPW), Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan (MN), hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga (SMS) dan panitera pengganti PN Medan Oloang Sirait (OS).

Merry diduga menerima total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 3 miliar) terkait putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Penadilan Tipikor pada PN Medan.

Tamin Sukardi adalah pemilik PT Erni Putra Terari. Dalam perkara itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar. []

Berita terkait
0
Panduan Pelaksanaan Salat Iduladha dan Ibadah Kurban 1443 Hijriah
Panduan bagi masyarakat selenggarakan salat Hari Raya Iduladha dengan memperhatikan protokol kesehatan dan melaksanakan ibadah kurban