Mereka yang Tak Kenal Libur Natal dan Tahun Baru

Syamsul, Nisa, dan Paryono adalah bagian dari mereka di barisan yang tidak mengenal libur Natal dan Tahun Baru. Apa pekerjaan mereka?
Ilustrasi tempat pengisian bahan bakar umum atau SPBU. (Foto: Dok Tagar)

Semarang - Syamsul, Nisa, dan Paryono adalah bagian dari mereka di barisan yang tidak mengenal libur Natal dan Tahun Baru. Saat banyak orang bersenang-senang, berkumpul dengan keluarga, jalan-jalan, mereka harus bekerja dan bekerja. Apakah Anda termasuk bagian dari mereka?

Hari itu pagi menjelang siang di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan Semarang, Jawa Tengah. Dalam suasana liburan Natal 2019, Syamsul sibuk dengan dunianya sendiri.

Tumpukan uang berserakan di meja kerjanya. Satu demi satu dia menyomot uang tersebut untuk ditata secara rapi. Tangannya cekatan dan sangat lihai mengambil uang yang bertebaran di depannya untuk kemudian disatukan secara rapi. 

Sesekali matanya melirik jam di dinding lalu bergegas mempercepat gerakannya. Sesekali dia ragu-ragu, lalu menarik uang di tumpukan dan memeriksa di lampu khusus untuk mengecek uang asli atau palsu. Setelah melihat hasilnya, dia bernapas lega.

“Kalau ada yang palsu, saya harus melihat siapa yang menyetorkan uang itu, Mas,” katanya kepada Tagar. “Untungnya, para pomboy (petugas operator SPBU [Stasiun Pengisian Bahan bakar untuk Umum]) kooperatif dan selalu siap menerima kembali uang yang bermasalah.”

Syamsul berusia 36 tahun, sudah menjalani profesi sebagai kasir SPBU selama 14 tahun. Jauh-jauh hari dia sudah mempersiapkan diri dengan situasi yang sibuk dan tidak terduga di musim libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.

“Uang sudah pasti banyak, Mas,” katanya sambil mengambil tumpukan uang Rp 2.000 yang berserakan di sudut kanan mejanya. Uang itu sebagian besar tampak lusuh dan sulit untuk dirapikan. “Karena konsumen (pembeli bahan bakar) bertambah, tidak hanya konsumen harian, tapi juga mereka yang sedang liburan di Semarang.”

Kebetulan tempat kerja Syamsul dilintasi banyak kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, pemudik libur Natal dan Tahun Baru. Sebenarnya tanpa datangnya konsumen musiman itu, SPBU itu termasuk yang paling sibuk di Kota Semarang.

“Biasanya uang tunai yang saya pegang (rapikan) sekitar 60 juta setiap harinya, Mas, tapi kalau musim liburan seperti sekarang ini bisa sampai 100 juta lebih. Itu belum termasuk transaksi non tunainya,” kata Syamsul sambil melirik ke jam dinding lagi.

Obrolan kami sempat terjeda dengan kemunculan seorang tamu yang berniat menukar uang receh. Syamsul melayaninya dengan ramah. 

Saat tamu itu sudah pergi, Syamsul mengatakan hubungan dia dan penukar uang tadi saling menguntungkan, karena dia tidak perlu menyimpan uang receh banyak di brankasnya.

BBM solarIlustrasi tempat pengisian bahan bakar umum atau SPBU. (Foto:  Dok Tagar)

Saat disinggung apakah dia tidak iri dengan orang-orang yang bisa menikmati liburan sedangkan dia malah sibuk bekerja, Syamsul menjawab, “Ya, perasaan ingin liburan seperti orang-orang itu pasti ada, Mas, apalagi anak-anak juga libur sekolah, tapi memang tugasnya memang semakin banyak pas musim liburan seperti sekarang ini.”

“Apalagi kalau pas musim libur Lebaran, Mas, tugasnya menumpuk. Dua puluh empat jam belum tentu selesai,” ucapnya sembari tersenyum kecut. “Di masa sibuk liburan seperti ini jangankan berpikir untuk ambil cuti atau libur, Mas, masuk kerja saja sibuknya kayak gini kok.”

Wajahnya berubah ceria dan bersemangat lagi saat Tagar menanyakan kenapa bisa bertahan begitu lama dalam kondisi yang seringkali tidak mengenakkan tersebut. Ternyata Syamsul bisa melihat hal-hal positif dari mata pencaharian yang telah dipilihnya itu.

“Tugas kasir di sini sehari-harinya kalau tidak musim liburan sebenarnya tidak terlalu berat. Ya, seperti ini, menghitung uang dan merapikan, lalu menyetorkannya ke bank. Alhamdulillah banknya juga dekat. Tidak ada satu kilometer,” kata Syamsul sambil tersenyum. 

“Sebenarnya saya juga telah mempersiapkan diri untuk bertugas di sini secara mudah, yaitu dengan tinggal di perumahan di dekat sini dan anakku juga sekolah di sekitar sini. Jadi sambil kerja juga bisa antar jemput anak sekolah,” sambungnya.

Syamsul bercerita cicilaln KPR (Kredit Kepemilikan Rumah)-nya tinggal 2 tahun lagi. Jadi dia tidak berpikir untuk mencari pekerjaan lain yang sekiranya malah merepotkan dia.

Uang yang berserakan tadi sudah tertata dengan rapi dalam tumpukan-tumpukan yang terdiri dari seratus ribuan sampai lima puluh ribuan. Dia mengambil tas yang tergeletak di dekatnya dan memasukkan tumpukan uang itu ke dalamnya. Tidak lupa dia menyobek formulir setoran bank.

Syamsul menenteng tas yang didekapnya dengan penuh waspada. “Aku pamit dulu, Mas. Mau setor ke bank.” 

Midnight Sale

Mall, Toko RitailIlustrasi mall. (Foto: Pixabay)

Jam 7 pagi, pusat perbelanjaan yang merupakan anak perusahaan milik pengusaha Chaerul Tanjung itu masih sepi. Sesekali tampak petugas kebersihan bekerja sendirian. Begitu juga dengan deretan rumah di belakang pusat perbelanjaan itu.

Rumah yang sebagian besar difungsikan sebagai tempat indekos tersebut seakan malas bangun pagi. Beberapa rumah yang membuka warung makan di depannya mulai mempersiapkan dagangan. Beberapa warga asli di perkampungan itu tampak melakukan aktivitas sehari-hari seperti menjemur pakaian, menyapu halaman, atau sekadar bersenda gurau dengan tetangganya.

Pintu-pintu kos di rumah-rumah tersebut masih tertutup rapat. Seorang ibu yang rumahnya menyediakan tempat kos mengatakan mereka kebanyakan pulang sekitar jam sebelas malam. Jadi mungkin masih kelelahan.

Beberapa menit kemudian salah satu pintu dibuka, seorang gadis berusia awal 20-an melihat kehadiran Tagar dan memaksakan wajahnya tersenyum meskipun masih kelihatan lelah dan mengantuk.

“Sebentar ya, Mas, aku cuci muka dulu,” katanya sembari mengalungkan handuk di leher.

Sesaat kemudian ia sudah tampak segar dan bersih, lalu menghampiri Tagar dengan membawa dua cangkir kopi panas. Satu disodorkan ke Tagar, dan satunya ditiup pelan-pelan untuk kemudian dihisapnya dengan nikmat.

“Tenang, Mas. Masih ada 15 menit sebelum aku berangkat kerja,” ia menyesap kopinya untuk kedua kali.

Liburan Natal dan Tahun Baru ini adalah untuk kedua kali, Nisa, 21, melewatinya dengan kesibukan di mal dekat kosnya itu. Dia terpaksa menyewa kamar di dekat tempat kerjanya karena rumah orang tuanya jauh dari sana, di daerah Sragen.

Gaji sebulanku kalau untuk sewa kos dan biaya hidup, ya masih sisa sekitar 1 jutaan untuk ditabung. Lumayanlah, Mas,” ucap Nisa ramah yang tampaknya terbawa dari budaya tempat kerjanya sebagai SPG (Sales Promotion Girl).

Ia mengatakan musim liburan tugasnya semakin sibuk. "Orang yang belanja kayak banjir, datang tanpa berhenti. Sepuluh menit sebelum mal tutup, tamu masih banyak yang memilih-milih barang.”

Biasanya di musim libur Natal dan Tahun Baru pengelola mal memberi kemudahan berbelanja dengan memberikan waktu tambahan, yang biasanya tutup pukul 21.00 akan tutup pukul 22.00. Bahkan beberapa mal menyelenggarakan midnight sale dengan aneka potongan harga yang menggoda konsumen.

“Kelihatannya kerjaku sepele ya, Mas, menunggu pembeli, tapi salah, Mas. Capeknya tidak kalah dengan kerja di pabrik karena harus berdiri selama bertugas dan melayani pembeli. Apalagi kalau pembelinya agak ‘susah’,” katanya sambil memutar bola matanya. “Tapi ya tetap aku sabar-sabarkan karena memang sudah tugasku.”

Nisa bertekad tahun depan dia ingin mencari pekerjaan yang lebih baik daripada sekarang. Dia belum yakin pekerjaan apa yang bisa dia dapatkan dengan bermodal ijasah SMK. Dia ingin pekerjaan yang bisa lebih menikmati masa liburan, baik Natal dan Tahun Baru maupun Lebaran.

“Ada teman di Cikarang yang mengajak kerja di pabrik, Mas, gajinya bisa sampai 6 jutaan kalau lembur terus. Itu keren banget, Mas.” Ia kemudian berpamitan untuk persiapan kerja.

Ojek Online

Ojek OnlineIlustrasi ojek online. (Foto: Dok Tagar)

Matahari mulai naik. Paryono, 51, tampak kegerahan dan mencoba membuka jaket kerjanya. “Jaket yang baru ini gerahnya bukan main. Masih enak jaket yang lama, tapi kalau pakai jaket lama enggak enak sama konsumen,” ujarnya sambil melepas jaketnya yang berwarna hijau.

Paryono sudah menekuni profesi ojol (ojek online) selama 3,5 tahun. Dia bergabung sebagai Mitra Gojek setelah di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari pabriknya. Praktis dia menganggap profesi sebagai ojol menyelamatkan hidup keluarganya.

“Enggak bisa dibayangkan, kalau enggak nggojek (bekerja sebagai driver gojek) mau makan apa keluarga saya, Mas,” kata Paryono.

Kondisi kerja Paryono justru jauh berbeda dengan Arif dan Nisa yang semakin sibuk saat musim libur Natal dan tahun baru. Justru Paryono sepi order atau pesanan. Kalau sepi pesanan maka pendapatannya juga sedikit.

“Kalau hari biasa banyak order, baik itu go ride (mengantarkan penumpang) go food (mengantarkan makanan) atau go shop (belanja), tapi kalau libur gini order sepi. Yang bisa diandalkan hanya go food saja,” katanya. “Padahal kalau jam segini saya biasanya sudah dapat 5 order. Ini baru dapat 1.”

Namun Paryono tetap bisa menyikapi kondisi itu dangan lapang dada. “Oh itu memang sudah biasa,” ucap Paryono. “Kalau musim liburan kayak gini, pasti order sepi. Jadi harus sabar. Kalau mengeluh suasana hati tambah tidak enak.”

Meskipun sepi, tentu saja Paryono tidak bisa serta-merta memilih libur di rumah dan bersantai dengan keluarga. “Lha kalau libur, keuangan malah tambah ambrol. Mending tetap narik (menjemput orderan) dapat berapa pun disyukuri,” ujar Paryono mencoba menyemangati dirinya sendiri. “Apalagi kalau tetap di rumah juga semakin pusing, Mas. Sudah enggak punya uang, enggak punya kegiatan lagi.”

Sesaat kemudian telepon genggam Paryono berbunyi tanda ada order masuk. Dengan sigap dia menyentuh layarnya. Dia membacakan order go ride-nya,” Jemput di Perumahan Setia Budi Banyumanik diantar ke Gereja Tembalang Semarang. Mau misa Natal ini (konsumen).”

Paryono berpamitan dan bersiap menjemput konsumen itu.

Ketiga orang tersebut adalah sebagian dari mereka yang tetap harus bekerja dan bahkan beban pekerjaan mereka semakin besar saat musim liburan seperti sekarang ini. Bagi Anda yang bisa menikmati libur dengan orang-orang terkasih di hari Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 ini, Anda perlu bersyukur karena masih banyak di luar sana yang masih perlu mengemban kewajiban. []

Baca cerita:

Berita terkait
Pohon Natal Hidroponik di Kota Tri Rismaharini
Jemaat Gereja Kristus Radja Surabaya disuguhi pemandangan tanaman hidroponik setinggi lima meter hingga membentuk seperti pohon Natal.
Kerangka Manusia di Septic Tank Bantul Bernama Ayu
Terjawab sudah kerangka manusia yang ditemukan di septic tank rumah milik Waluyo di Bantul. Dia tidak lain adalah menantunya, Ayu Shelisha.
Getir Nelayan Aceh, Anak Istri Hilang Disapu Tsunami
Tepat 15 tahun lalu, Provinsi Banda Aceh luluh lantak akibat gempa dan menyebabkan Tsunami. Ratusan ribu warga Aceh meninggal dunia.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.