Menjemput Rezeki di CFD Simpang Lima Semarang

Di saat warga berolahraga pagi di Simpang Lima Semarang, pedagang sudah mengais rezeki sejak pagi buta. Car free day (CFD) menjadi tumpuan.
Suasana kesibukan di lapak Afifah di kawasan car free day (CFD) Simpang Lima Semarang. (Foto: Tagar/Budi Utomo)

Semarang – Setiap Minggu pagi, ribuan orang memenuhi kawasan car free day (CFD) di kawasan Simpang Lima Semarang, Jawa Tengah. Mereka melakukan ragam aktivitas, mulai olahraga, sekadar nongkrong hingga menjemput rezeki dengan berdagang. 

Azan Subuh baru tiga puluh menit berlalu. Hari juga masih gelap, hanya sinar terang di ufuk timur yang menandakan kalau malam sudah berganti. 

Satu demi satu orang mulai menempati lapaknya. Mereka mulai menggelar dagangannya. Setiap baris terdiri atas berbagai jenis dagangan. Jarang ada yang sama. Ada yang menjual soto, pakaian, minuman cepat saji, nasi ayam, jilbab, makanan ringan, dan masih banyak lagi.

Setelah hari mulai terang, Yono 54 tahun, petugas parkir di area car free day telah siap menerima pengunjung. Tangannya melambai-lambai pada pengendara yang tampak mencari-cari tempat parkir.

“Parkir, parkir, parkir,” ucapnya menawari parkiran motor di depan trotoar kantor Bank Indonesia di Jalan Imam Barjo. 

Jalan Imam Barjo merapakan salah satu area yang masuk di kawasan CFD Simpang Lima setiap minggu pagi. Selain Imam Barjo, ada banyak jalan lain menuju Simpang Lima yang ditutup untuk CFD. Seperti Jalan Pahlawan, Jalan Pandanaran, Jalan Gajah Mada, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Ahmad Dahlan.

“Kalau pengunjung yang pakai mobil, bisa parkir di depan Polda Jawa Tengah Daerah, tapi kalau naik motor bisa parkir di sini,” kata Yono kepada Tagar, Minggu, 26 Januari 2020.

Dari tempat parkir motor itu, mereka bisa berjalan atau berolahraga di area CFD. Saat waktu menunjukan pukul 05.45 WIB, masyarakat umum sudah mulai berdatangan. Kebanyakan dari mereka berpasangan atau bersama dengan keluarga.

Sementara, Afifah 60 tahun, pedagang nasi ayam dan lontong opor sudah mulai sibuk melayani pembeli. Mereka memilih mengisi perut sebelum berjalan-jalan di area bebas kendaraan bermotor yang cukup luas itu.

“Jam segini biasanya baru dua atau tiga pembeli,” ujar perempuan yang tinggal di kawasan Banyumanik, Semarang atas tersebut.

Nanti ramainya, lanjut Afifah, sekitar jam 07.00-9.30 WIB. Biasanya pada saat itu, pengunjung yang datang keluarga dan anak-anak muda yang habis berolah raga.

Monggo nasi ayamnya Pak. Lontong opor juga ada.

Seorang pengunjung menanyakan minuman hangat kepada Afifah. Dijawab dengan ramah kalau penjual minuman belum datang. Mungkin sebentar lagi.

“Kalau tidak bisa menunggu, ini ada Aqua gelas,” ujarnya menyodorkan air minum dalam kemasan gelas plastik yang tidak bermerek Aqua.

Saat pembeli itu akan menyomot, seorang laki-laki dan perempuan datang membawa dua teremos besar. Dua orang itu nampaknya suami istri. "Oh, lha ini yang jual minuman datang,” ucap Afifah. 

Pembeli itu mengurungkan untuk mengambil air kemasan itu. “Mbak, bapaknya ini pesan teh hangat,” sambung Afifah.

Perempuan yang membawa termos tersebut dengan cekatan membuat pesanannya. Yang laki-laki memasukan es batu ke termos yang lain. Dua menit kemudian, minuman tersebut telah berada di depan pemesan yang terlihat tambah lahap menyantap nasi ayamnya.

"Monggo (silakan) nasi ayamnya Pak. Lontong opor juga ada," ujar Afifah menawari pengunjung yang lewat.

Dari sekian banyak pengunjung CFD, pasti ada satu atau dua yang menoleh ke arah lapaknya karena mendengar caranya menawarkan yang ramah, juga ingin mencoba kuliner khas Semarang tersebut.

Pengunjung CFD mulai bertambah banyak. Begitu juga dengan pengunjung di lapak Afifah. Beberapa di antaranya mengobrol akrab dengan ibu penjual itu. Pertanda mereka adalah pelanggan tetapnya.

Afifah termasuk penjual yang bertahan paling lama di kawasan CFD Simpang Lima. Itu disebabkan oleh jualannya yang diminati oleh pembeli hingga punya pelanggan loyal.

Beberapa pedagang seangkatan Afifah yang berjualan minuman, makanan ringan, pakaian, sandal dan lain-lain, memilih hengkang karena berbagai alasan. Biasanya mereka meninggalkan lapak karena keuntungan yang mereka dapatkan kurang maksimal.

Kalau lapaknya sudah ditinggal oleh penjual, biasanya Yono, selaku koordinator daerah itu, mencari atau menawarkan ke calon pelaku usaha lain. Dan pedagang yang akan berjualan di tempat kosong itu biasanya memberi uang tanda terima kasih pada Yono karena telah diberi lahan untuk berjualan.

“Yang jelas, saya ingin agar pembeli di sini bisa laris jualannya dan tetap di sini, tapi kalau sudah tidak bisa meneruskan dan memilih pergi, saya juga tidak bisa melarang,” ujar Yono.

Berbagai Alasan

CFD Semarang2Keramaian suasana dan padatnya parkir sepeda motor di kawasan CFD Semarang, di Jalan Imam Barjo. (Foto: Tagar/Budi Utomo)

Ternyata mereka yang berjualan di CFD Simpang Lima tersebut tidak semata-mata untuk mencari keuntungan. “Saya jualan minuman ini sambil membantu mertua saya (Afifah),” ujar Yanti 43 tahun.

Dia menyatakan, dia dan mertuanya fokus melayani pembeli nasi ayam dan lontong opor, sedangkan suaminya yang membuat minuman.

“Kalau pas pembeli banyak, yang melayani pembeli harus dua orang. Dan satu orang yang bertugas membuatkan minuman,” ujar Yanti.

Sejenak kemudian sejumlah orang mendekat ke arah lapak Afifah. Mereka terdiri atas 12 orang yang berasal dari tiga keluarga. Yanti mempersilahkan mereka duduk dan mulai menanyakan pesanan mereka. Ia pun lantas meneriakan pesanan minuman pada suaminya yang berada di belakang lapak.

Bayangkan, ketika yang lain memilih beristirahat dan berkumpul dengan keluarga di hari Minggu, kami harus bangun sebelum matahari terbit dan bergegas ke CFD.

Tagar bergeser ke sisi kiri, di sebuah lapak milik Tomi 44 tahun yang berjualan aneka pakaian anak-anak. “Selain jualan di sini, istri saya juga menjual pakaian ini di pabriknya,” ujar pria beretnis Tionghoa yang tinggal di daerah Tanah Mas, Semarang Utara itu.

Tomi memilih buka lapak di CFD untuk menjaring pembeli yang lebih banyak dan beraneka ragam. “Kalau jualan di sini, karakter pembelinya kan beda dengan pembeli pabrik. Karena kebutuhan mereka juga beda,” kata Tomi sembari membantu istrinya yang melayani pembeli.

Tomi menyatakan kalau jualan di CFD hasilnya lumayan, meski sebenarnya perlu kerja keras dan ketekunan juga. “Bayangkan, ketika yang lain memilih beristirahat dan berkumpul dengan keluarga di hari Minggu, kami harus bangun sebelum matahari terbit dan bergegas ke CFD,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Jaya 44 tahun, suami Yanti yang bertugas membuat minuman di kuliner nasi ayam dan lontong opor Afifah. “Kalau yang lain datang ke CFD untuk bersantai dengan keluarga, kami datang untuk mencari uang,” kata pria yang bekerja di sebuah SPBU itu.

Namun hal itu, lanjut Jaya, sudah tidak menjadi masalah baginya. Hitung-hitung sambil membantu orang tuanya. “Apalagi hasil dari berjualan itu juga lumayan. Bisa untuk tambah-tambah uang jajan anak-anak,” katanya.

Lain lagi dengan kerja keras dari ibunya, Afifah, yang sudah mulai memasak pada Sabtu pagi. “Setelah meracik masakan sepanjang hari Sabtu, lalu memasaknya di malam Minggu. Jadi kalau pas dijual di Minggu pagi masih hangat,” timpal Afifah.

Dalam mencari rezeki ini, waktu istirahat di Sabtu malam cuma sebentar. Namun rasa lelah dan pengorbanan itu seakan sirna saat melihat pembeli menikmati hasil masakannya. Apalagi kalau mereka memberi pujian pada rasa masakannya, tentu sangat membanggakan.

Satu hal yang jadi ciri khas dan tak pernah pergi dari CFD adalah tanda berakhirnya waktu aktivitas warga di jalanan kawasan Simpang Lima. Saat waktu menunjukan pukul 10.00 WIB, terdengar sirine dari petugas kebersihan yang berasal dari pegawai Pemerintah Kota Semarang.

Sirine tersebut dipasang di atas truk besar pengangkut sampah yang berjalan pelan-pelan. Beberapa petugas kebersihan ikut berjalan dengan truk itu sambil membersihkan sampah kegiatan CFD, baik yang bertebaran atau yang sudah dimasukan ke tong sampah kecil.

Tomi, Afifah, Yanti, dan pedagang lain mulai mengemasi dagangannya. Sebagian besar dari mereka tampak gembira dengan hasil jualannya yang memuaskan di CFD Simpang Lima. []

Baca cerita lainnya: 

Berita terkait
Nurmansjah Lubis, 2,5 Tahun Jualan Kopi di CFD
Cawagub DKI Jakarta dari PKS, Nurmansjah Lubis lebih dari 2,5 tahun berjualan kopi saat car free day (CFD) Jakarta.
Mengenalkan Kadal Lidah Biru Lewat CFD di Makassar
Kecintaan Thalib terhadap Kadal Lidah Biru berawal pada tahun 2018 saat dirinya mendapatkan hadiah dari kerabatnya yang baru pulang dari Papua.
MRT Permudah Warga Selatan Jakarta Kunjungi CFD
Bagi sebagian warga masyarakat yang berdomisili di selatan Jakarta merasa istimewa dengan kehadiran mass rapid transit (MRT).
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.