Makassar - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) angkat bicara terkait banyaknya tenaga medis, khususnya dokter meninggal dunia karena virus Corona atau Covid-19. IDI sebut gugurnya para tenaga medis ini karena ketidakjujuran pasien.
Di saat berpacu dengan waktu menangani para pasien yang terpapar Covid-19, tenaga medis juga harus bertaruh nyawa karena dengan alat kesehatan terbatas.
Pasien yang sebenarnya sudah PDP atau positif tapi tidak jujur akhirnya menularkan ke dokter yang memeriksa.
Akibatnya sampai saat ini, jumlah dokter yang meninggal dunia terpapar Covid-19 sebanyak 31 orang, termasuk dokter asal kota Makassar, dr. Bernedette Albertine Fransisca.
Ketua Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia, dr Marhaen Hardjo Ph.D M. Biomed mengatakan, kepergian dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT), dr. Bernedette Albertine Fransisca, menambah catatan panjang dokter meninggal karena penyakit Corona.
Gugurnya garda terdepan dalam penangana Corona ini karena ketidakjujuran pasien ketika datang memeriksakan diri ke Rumah Sakit atau Puskesmas.
"Angka kematian dokter tinggi ini didapatkan lewat penanganan pasien yang bukan positif Covid-19 di rumah sakit rujukan, tapi pasien yang sebenarnya sudah PDP atau positif tapi tidak jujur akhirnya menularkan ke dokter yang memeriksa," ujar Marhaen melalui siaran pers di kantor IDI Makassar, Selasa 7 April 2020.
Marhaen menerangkan, jika banyaknya tenaga medis yang menjadi korban disaat pandemi virus Corona ini di Indonesia karena kekurangan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, masih ada masyarakat yang tidak paham dengan pandemi Corona ini serta ditambah dengan keras kepala.
Untuk itu, Marhaen mengimbau agar pasien dengan gejala-gejala mirip Corona untuk jujur, ketika ditanya tentang riwayat perjalanannya. Dan pantauan data terakhir terdapat 31 dokter sudah gugur dalam medan pertempuran karena Corona.
"Banyak pasien yang tidak jujur kalau pernah bepergian ke daerah pandemik Corona atau pernah bersentuhan dengan pasien Corona. Mereka datang ke puskesmas atau rumah sakit dengan diagnosa bukan Corona, padahal Corona. Akhirnya dokter kena juga karena tidak terbukanya pasien," jelasnya. []