Meniadakan Angkutan Online, Langkah yang Paling Keliru

jika diakomodir oleh regulator hal tersebut merupakan langkah yang keliru. Pasalnya, perkembangan teknologi adalah keniscayaan yang tak bisa dihindari, termasuk di bidang transportasi.
Demo Angkutan Online. Setelah ramai protes dan demo angkutan umum tradisional atas kehadiran angkutan umum online, Selasa (17/10) lalu di depan Gedung Sate, Bandung, giliran para pengemudi angkutan online itu berunjuk rasa menyuarakan kebebasan masyarakat memilih alat transportasi yang dikehendakinya. (foto: Fit)

Bandung, (Tagar 18/10/2017) - Pengamat transportasi dari Sustainable Urban Transportation Improvement Project atau SUTIP, Achmad Izzul Waro menilai salah-satu solusi tepat mengatasi polemik angkutan online

dengan konvensional adalah adanya campur tangan Presiden, dan jika perlu Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden atau Perpres agar semua yang memiliki vested interest tunduk pada aturan yang dibuat Presiden.

“Solusi yang tepat, mengingat pertikaian angkutan online dengan konvensional adalah Presiden turun tangan dan buat Perpres,” tuturnya kepada tagar.id saat dihubungi dari Bandung, Senin (18/10).

Lebih lanjut Achmad menjelaskan, selain adanya campur tangan Presiden termasuk dengan diterbitkannya Perpres yang mengatur soal angkutan online dan konvensional ini. Pemerintah pun idealnya harus mengubah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Supaya ada kesetaraan kewajiban bagi pelaku usaha transportasi online dan konvensional.

“Misalnya, kalau yang satu perlu uji KIR ya, satunya juga wajib. Jika satunya pakai plat kuning, yang satunya jangan pakai plat hitam, kan sama-sama angkutan umum,” jelasnya.

Jika regulasi ini hanya setingkat Peraturan Menteri, pihaknya menilai aturan tersebut kurang kuat dalam menghadirkan kesetaraan dalam kesempatan berusaha secara adil. Beda halnya dengan Peraturan Presiden yang lebih kuat, dan semua akan lebih mematuhinya.

Langkah Keliru

Adapun soal tuntutan angkutan konvensional yang meminta angkutan online ditiadakan. Tuntutan tersebut sangat sulit, dan jika diakomodir oleh regulator hal tersebut merupakan langkah yang keliru. Pasalnya,

perkembangan teknologi adalah keniscayaan yang tak bisa dihindari, termasuk di bidang transportasi.

“Maka dari itu, yang harus dilakukan adalah membuat regulasi yang adil untuk setiap pelaku usaha, termasuk untuk transportasi online maupun konvensional. Sehingga dengan begitu, persaingan usaha bisa terjadi dengan sehat,” katanya.

Sementara itu, tambah Achmad, kebijakan soal pembatasan atau kuota dinilai sangat efektif. Asalkan, pemerintah memiliki kapasitas untuk mengontrol implementasinya dilapangan. Jika cara-cara konvensional

yaitu, kuota hanya berdasarkan izin operasional yang diajukan operator. Maka hal ini tidak akan efektif.

“Karena kecenderungan salah-satu pihak untuk melanggarnya cukup besar, dan pemerintah pun tidak mungkin mengecek setiap kendaraan yang ada di jalan raya. Mengecek apakah bergabung dengan aplikator transportasi online atau tidak,” tambahnya. (fit)

Berita terkait