Mengunjungi Desa Wisata Goa Kreo Kota Semarang

Goa Kreo, merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup populer di Kota Semarang. Wisata yang menawarkan goa ini ramai dikunjungi warga.
Peserta out bond berfoto bersama di sela-sela kegiatan. (Foto: Tagar/Arif Purniawan)

Semarang - Goa Kreo, merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup populer di Kota Semarang. Lokasi wisata yang menawarkan goa yang disekitarnya dihuni oleh kera, ini sangat ramai dikunjungi wisatawan, apalagi dengan view Waduk Jatibarang membuat wisata yang berada di daerah pegunungan ini semakin menawan.

Untuk menuju ke sana, butuh waktu perjalanan sekitar 30 menit dari pusat Kota Semarang. Kreo yang berada di Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati ini mampu memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar. Selain sewakan perahu, saat ini juga banyak spot yang instragamable untuk berselfi, maupun swafoto bersama pasangan, maupun keluarga.

Setiap akhir pekan, destinasi wisata di RW 3 Kandri ini sangat ramai. Tapi jangan salah, di RW 1 Kandri, juga menawarkan wisata yang menarik, yakni out bond. Biasanya yang datang ke lokasi tersebut adalah siswa TK dan SD, baik dari Kota Semarang, Pekalongan, Yogyakarta, dan kabupaten/kota yang lain di Jawa Tengah.

Goa KreoSeorang pembina Pokdarwis Pandanaran sedang berjalan di ikuti peserta out bond. Foto : Tagar/Arif Purniawan

Kandri sudah ditetapkan sebagai desa wisata sejak 20 Desember 2012. Masyarakat setempat yang peduli akan manfaat pariwisata pun mulai menggarap potensi yang ada di desa tersebut, dengan membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pandanaran. Personilnya adalah masyarakat sekitar.

Sejak 2014, kunjungan wisatawan pun terus mengalami peningkatan sampai dengan 2018. Pokdarwis Pandanaran menawarkan wisata, petualangan dan edukasi. Base camp Pokdarwis berada di Omah Pinter Petani di Jalan Kandri Barat RT06 RW01. Bangunan yang digunakan juga untuk ruang pertemuan warga tersebut, adalah Corporate Social Responsibility (CSR) dari Pertamina.

Di belakang bangunan tersebut, terdapat beberapa kolam ikan, areal persawahan dan lapangan yang cukup luas untuk kegiatan out bond. Kolam ikan biasa digunakan untuk kegiatan tangkap ikan, dan pengenalan seputar ikan nila dan gurame.

Bagian Pemasaran Pokdarwis Pandanaran Edi Zubaedi mengatakan, pihaknya menawarkan edukasi minat khusus, kepada sekolah. Mulai dari petualangan di alam pedesaan, tangkap ikan, menanam padi di sawah, memanen singkong, mengunjungi kandang sapi dan melukis caping.

“Kami melibatkan siapa yang mau saja, bisa dari RW1  sampai RW4, tetapi harus mengikuti prosedur tetap yang ada di Pokdarwis. Semisal satu pemandu, maksimal mengampu 10 siswa,” ujarnya, Jumat, 6 September 2019, kepada Tagar.

Untuk personil pembina outbound sendiri, Pokdarwis memberdayakan warga setempat yang baru saja lulus SMA maupun STM, tapi belum mendapatkan pekerjaan. Di antaranya Deni, Indri dan Wahid. Selain itu juga para mahasiswa, maupun pemuda-pemudi yang sudah mendapatkan pekerjaan.

“Setiap ada event, honor untuk pemandu kami berikan Rp 10.000/siswa yang diampu. Untuk hari ini ada siswa kelas 3 dan 4 SD Daniel Creatif School (DCS) Semarang berjumlah 120 siswa,” tuturnya.

Manfaatkan Potensi Desa

Zubaedi menjelaskan, Pokdarwis melibatkan masyarakat desa secara langsung, tidak dikelola oleh perusahaan milik perorangan. Berbeda dengan Goa Kreo, yang melibatkan Pemkot Semarang, karena sudah termasuk obyek wisata.  Di RW 1, masyarakat bisa merasakan dampaknya langsung, yakni mendapatkan pemasukan dari setiap ada event. Seperti penyediaan snack,  makan siang, hal ini dilakukan secara bergantian oleh warga, tidak dimonopoli.

“Begitu juga warga yang singkongnya di panen, pemilik lahan juga mendapatkan uang sebagai pengganti. Pemilik sawah yang digunakan  untuk latihan menanam padi, juga mendapatkan pemasukan,” ceritanya.

Penjual Keripik Singkongpenjual keripik singkong Bu Ginuk berfoto di depan rumahnya. (Foto: Tagar/Arif Purniawan)

Ditanya soal kendala, menurut Zubaedi, karena dikerjakan secara gotong royong beberapa sarana dan prasarana yang dimiliki masih perlu ditingkatkan. Salah satunya adalah toilet, yang masih perlu perhatian agar bersih dan juga terawat dengan baik. Karena hal ini sangat kontras dengan kondisi sarana dan prasarana wisata yang dikolola oleh perorangan.

“Kamar mandi, toilet masih seadanya, karena dikerjakan bersama-sama,” ucapnya.

Ia memaparkan, biasanya event ramai antara Januari-Februari-Maret, kemudian pada Oktober, September dan November. Setidaknya, hampir setiap dua hari sekali, ada kunjungan sekolah untuk berwisata out bond. Setelah selesai mengikuti out bond, peserta akan diajak ke pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kandri dan beberapa pendukung wisata lain.

“Banyak pembuat camilan di sini, seperti keripik singkong, keripik pisang dan makanan ringan yang lain. Tahun 2018 lalu, pendapatan kotor kami Rp 1,489 miliar,” paparnya.

UKM Ikut Terbantu

Pemilik usaha keripik singkong “Bu Ginuk”, Munjiati, 54, sudah menekuni usaha pembuatan camilan sejak 7 tahun silam. Para pembeli yang datang ke rumahnya, merupakan anak-anak sekolah yang out bond di  Kandri. Biasanya, setelah kegiatan selesai, mereka akan diajak ke tempat usaha warga, salah satunya di kios miliknya. Di RW 1 sendiri, ada 8 pemilik usaha keripik singkong.

“Kadang sebulan pendapatan bisa sampai Rp 5 juta. Usaha saya cuma ini, yang penting bisa untuk kebutuhan sehari-hari, bayar sekolah, dan bayar pirukunan warga, jika ada yang meninggal dan punya hajat,” terang Munjiati.

Perhatikan Kebersihan Toilet

Di Jawa Tengah, saat ini memiliki 229 desa wisata yang tersebar di 35 kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah berencana untuk memberikan stimulan anggaran Rp 1 miliar kepada setiap desa, terlebih lagi Peraturan Daerah mengenai Pemberdayaan Desa Wisata sudah lahir.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, untuk bisa mendapatkan stimulan Rp 1 miliar, harus memenuhi beberapa ketentuan semisal pengembangannya bagaimana dan kunjungannya berapa?. Untuk menunjang hal itu, desa wisata akan diberikan dulu dana sebesar Rp 100 juta.

“Desa wisata harus ada yang mengontrol. BUMDes harus jadi semacam auditor, agar terkelola, tempatnya aman dan harganya tidak ngepruk,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan, untuk bisa menjadi desa wisata unggulan harus memiliki konsep yang jelas, khususnya menjual kekayaan desa. Beberapa sarana dan prasarana sangat penting untuk diperhatikan untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan yang datang.

“Toiletnya bau, makanannya instan, kopinya instan ya tidak menarik. Kalau makanannya yang dijual singkong, jangan singkong biasa, singkong rebus, tapi harus dicampur keju, atau dijadiin bolu. Maka kita harus belajar, kalau tidak bisa, kami kasih pelatihan gratis,” ujarnya. 

Baca juga

Berita terkait
Karcis Parkir Palsu Marak Beredar di Semarang
Karcis parkir palsu marak beredar di sejumlah jalan protokol dan pusat ekonomi di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Pemkot Semarang Tetapkan Simongan Jadi Kawasan Industri
Simongan sebelumnya diperuntukkan bagi pemukiman, segera balik ke fungsi asalnya, yakni kawasan industri.
Westlife Selesaikan Tur Konser Indonesia di Semarang
Boyband asal Irlandia, Westlife, berhasil memukau ribuan penonton di konser terakhir mereka di Indonesia. Tepatnya di Semarang.