Mengenal Pemilik Ponpes Waria Al-Fatah Yogyakarta

Mengenal pemilik pondok pesantren waria di Yogyakarta dan kegiatan yang dilakukan selama pandemi Corona.
Shinta Ratri pemilik pondok pesantren waria Al-Fatah di Yogyakarta (Foto Tagar/Evi Nur Afiah).

Yogyakarta - Shinta Ratri, sosok berpenampilan perempuan, berpakaian muslimah lengkap dengan kerudung. Sosok yang terlihat layaknya perempuan ini bukan wanita tulen melainkan transpuan atau seorang waria. Dia pemilik Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta.

Alumnus Universitas Gadjah Mada ini menunjukkan rasa empati pada masa pandemi Corona ini. Dia menyadari pandemi membuat masyarakat terdampak. Mulai dari adanya karyawan di Pemutus Hubungan Kerja (PHK), karyawan di rumahkan tanpa gaji, serta tempat-tempat usaha yang memutuskan tutup karena tidak ada pengunjung.

Termasuk komunitas waria di Yogyakarta juga ikut terdampak karena pandemi ini. Sejak Yogyakarta dinyatakan tanggap darurat wabah virus Corona, Shinta berusaha menahan para waria di Yogyakarta agar tidak mengamen dan bekerja di tempatnya masing-masing. "Kawan-kawan waria yang ngekos pun terdampak," kata Shinta saat ditemui di Ponpes Al-Fatah Yogyakarta, Jumat, 12 Juni 2020.

Apa yang telah dilakukan merupakan bentuk nyata dalam membantu pemerintah, agar masyarakat menerapkan social distancing dan memutus rantai penyebaran virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina tersebut.

Selain berdiam di rumah sesuai anjuran Gubernur DIY maupun pemerintah pusat, ada kegiatan rutin yang tidak hilang di pondok pesantren tersebut, yakni kegiatan agama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Seluruh aktivitas berupa pengajian dan pembahasan agama lain dilakukan secara daring atau online.

Shinta menyadari pada masa pandemi ini salah satu momen untuk dekat dengan Tuhan. Dia bersama komunitas waria turut melakukan penggalang bantuan terhadap masyarakat terdampak Covid-19.

Kawan-kawan waria yang ngekos pun terdampak.

Mereka juga mendistribusikan bantuan dari penggalangan dana yang dilakukan. "Kami sudah delapan kali mendistribusikan bantuan sembako dan peralatan mandi. Sasaran kawan-kawan santri, lansia dan waria di Yogyakarta," katanya.

Penggalangan dan berasal dari para derma, baik individu maupun lembaga. Ada sumbangan dari Fattayat, kampus Universitas Negeri Islam (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas kristen Duta Wacana (UKDW), bahkan bantuan yang datang ada dari Jakarta.

Kegiatan Selama Pandemi Corona

Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta, berlokasi di Kotagede yang perbatasan Kota Yogyakarta dan Bantul. Pondok ini menjadi jujugan waria yang masih berkeyakinan bahwa Tuhan adalah dzat yang bisa menunjukkan jalan untuk kehidupan mereka.

Masuk ke dalam Ponpes tersebut hanya bisa dilewati sepeda motor. Warga yang ingin berkunjung harus melintasi gang sempit dengan berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor.

Ponpes yang dibangun pada 2014 ini memiliki 42 santri. Mereka berasal dari kalangan waria. Mereka secara intensif berusaha untuk bisa berbaur dengan masyarakat termasuk mengisi ilmu agama dan juga pengetahuan.

Shinta Ratri pemilik pondok pesantren waria Al-Fatah di YogyakartaShinta Ratri pemilik pondok pesantren waria Al-Fatah di Yogyakarta (Foto Tagar/Evi Nur Afiah).

"Pembelajaran ngaji dilakukan dengan daring karena belum dimungkinkan bertemu. Jadi menggunakan grup WhatsApp (WAG) nanti maju satu-satu dengan simakan yang dipimpin ustaz. Yang dipelajari membaca Alquran, membaca iqra. Membahas fikih, Bulughal Maram. Dan juga diskusi feminisme dan Islam," ucapnya.

Kegiatan agama tersebut dilakukan pada hari Minggu dan Senin. Hari Minggu untuk pembelajaran Alquran sementara Senin untuk waria yang masih dalam tahap pembacaan iqra dengan didampingi enum guru mengaji meliputi dua ustazah dan empat ustaz.

Stigma di Mata Masyarakat

Pada dasarnya komunitas waria melakukan kegiatan ini untuk mengikis stigma. Di tengah masyarakat mana pun, waria selalu dipandang buruk. Kemudian dari stigma ini menciptakan diskriminasi terhadap waria. Padahal menjadi waria, kata Shinta bukan keinginannya.

"Bagi saya jadi waria bukan kemauan saya. Apakah kami memilih untuk menjadi pria atau wanita?. Tapi kami lahir sebagai laki-laki namun memiliki kodrat sebagai perempuan. Beberapa orang atau keluarga tidak bisa menerima dengan keadaan mereka sehingga para waria ini memilih pergi," ujar Shinta.

Stigma sebagai transgender sudah melekat bagi waria. Tak banyak orang yang memahami keadaan waria.

Menurut dia, kaum waria kehilangan banyak termasuk budi pekerti, dan terutama kehilangan agama. Maka dari itu Shinta membangun ponpes ini agar kawan-kawan yang senasib dengannya tetap pada jalur agama yang mereka anut.

"Stigma sebagai transgender sudah melekat bagi waria. Tak banyak orang yang memahami keadaan waria. Tahunya kita sudah melawan takdir saja, walaupun waria belajar agama sekali pun. Meski sulit, namun mereka (waria) harus berlaku baik di lingkungan sekitar," ungkapnya.

Shinta mengatakan, berbaur dengan masyarakat menjadi hal utama yang selalu digaungkan. Setiap Sabtu sore, ketika belum ada Covid-19, warga sekitar kerap diundang untuk belajar bersama. Mulai dari berbahasa Inggris, cara memasak hingga merias.

"Kami selalu membuka pintu untuk masyarakat yang ingin berkomunikasi. Jadi jika ada pengajian masyarakat kami undang. Mereka tidak mempermasalahkan. Mereka (warga) sekitar juga sudah memahami perbedaan itu apa, hak-Hak pribadi itu apa agama itu apa," katanya.

Tidak hanya waria muslim, waria berkeyakinan Kristen-Katolik juga mendapat bimbingan keagamaan. Shinta menuturkan sejak satu tahun lalu pihaknya telah bekerja sama dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). 

"Ada empat orang yang berkeyakinan Kristen-Katolik di komunitas kami. Mereka sudah setahun ini mengikuti bimbingan keagamaan bersama UKDW," ungkapnya. []

Berita terkait
Didi Kempot di Mata Komunitas Waria Kulon Progo
Komunitas Waria Kulon Progo merasa dekat dengan Didi Kempot. Mereka mengenang kepergiannya dengan menggelar aksi sosial.
Gebby Vesta Mengaku Sebagai Transgender
Gebby Vesta akhirnya mengakui kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah dibohonginya selama 19 tahun.
Waria Korban Prank Laporkan Ferdian Paleka ke Polisi
Empat orang waria yang menjadi korban prank sembako isi sampah, melaporkan YouTuber Ferdian Paleka ke polisi.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.