Mengenal Masjid Peninggalan Pendiri Keraton Yogyakarta

Sri Sultan HB I banyak mendirikan bangunan bersejarah. Salah satu yang dibangun membangun pendiri Keraton Yogyakarta itu adalah masjid.
Masjid Gedhe Kauman menjadi pusat peribadatan, seperti mengaji pada siang hari saat Ramadan. (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Namanya Raden Mas Sujono, lantas saat dewasa berganti menjadi Pangeran Mangkubumi. Dia tidak lain pendiri sekaligus raja pertama Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I.

Selama memerintah Keraton Yogyakarta selama 37 tahun (1755-1792), banyak mendirikan bangunan bersejarah yang sampai saat ini masih kokoh berdiri. Salah satunya Masjid Gedhe Kauman Keraton Yogyakarta.

Masjid yang berada di sebelah barat Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta ini dibangun pada 29 Mei 1773. Dia membangunnya bersama penghulu Keraton pertama, Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya.

Menurut Penghulu Kerayon Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) H. Ahmad Muslim Kamaludiningrat, bangunan yang menggunakan arsitek Jawa ini tidak sekedar megah. "Masjid ini sudah berusia tua tapi masih kokoh berdiri," katanya, pada Minggu 12 Mei 2019.

Dia mengatakan, Masjid Gedhe Kauman ini dalam sejarah Keraton Yogyakarta, sebagai penerus Mataram Islam, merupakan. kelengkapan kerajaan dalam syiar Islam. "Syiar Islam bersumber dari sini," imbuhnya.

Baca juga: Masjid Kotagede Mataram, Masjid Tertua di Yogyakarta

Kamaludiningrat mengatakan, salah satu keistimewaan bangunan utama masjid ini ditopang 36 tiang kayu jati. Usia kayu jato ini lebih tua dibanding masjid, termasuk usia Keraton Yogyakarta sekali pun.

Dia mengatakan, tiang utama masjid ada empat, masing-masing panjangnya empat meter. "Usia kayu jati yang digunakan untuk tiang masjid ini diperkirakan berumur 400 tahun. Tidak ada sambungan pula meski panjangnya 4 meter," jelasnya.

Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Di dalam masjid ada mimbar bertingkat tiga dari kayu, mihrab atau tempat imam memimpin ibadah. Di dalam masjid juga ada bangunan maksura, bentuknya mirip sangkar.

Pada zamannya, maksura ini digunakan digunakan Sultan untuk beribadah. Tujuannya untuk keamanan.

Di halaman masjid, ada dua bangunan menjelang agak tinggi. Namanya Pagongan. Letaknya di sisi selatan dan utara masjid. Saat upacara Sekaten, Pagongan utara digunakan menempatkan gamela sekati Kanjeng Kyai Naga Wilaga. Pagongan selatan untuk gamelan sekati Kanjeng Kyai Guntur Madu.

Masjid Gedhe Kauman ini sarat makna filosofis. Sejumlah tulisan kaligrafi banyak dijumpai di dinding masjid. Kaligrafi itu bertuliskan kalimat syahadat yang ditopang tiang. Ini bermakna perwujudan manusia yang berpegang teguh kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul, serta Alquran dan Hadist sebagai pedoman hidup.

Kamaludiningrat mengatakan, Masjid Gedhe Kauman selain sebagai pusat peribadatan, juga digunakan berbagai kegiatan tradisi Keraton. Tradisi tersebut masih berhubungan dengan syiar Islam.

Antara lain tradisi grebeg yang dilakukan tiga kali dalam setahun. Tiga kali grebeg tersebut yakni grebeg besar (Idul Adha), grebeg syawal (Idul Fitri) dan grebeg mulud (Maulud Nabi Muhammad SAW).

Tradisi grebeg ini dimulai sejak Keraton Yogyakarta berdiri atau sejak zaman Sri Sultan HB I. Dalam setiap grebeg tersebut, Keraton Yogyakarta berbagi sedekah kepada rakyatnya berupa hasil bumi yang dirangkai dalam bentuk gunungan.

Saat grebeg digelar, rakyat saling berebut gunungan hasil bumi tersebut. Masih ada kepercayaan di kalangan warga, bagi yang mendapatkan salah satu hasil bumi menjadi berkah. Tradisi grebeg ini sampai saat sekarang masih lestari. 

Baca juga: Sejarah Takjil Gulai di Masjid Gedhe Yogyakarta

Berita terkait
0
Fitur Message Reaction WhatsApp, Kini Sudah Bisa Dicoba di Indonesia
Ya, di dalam fitur WhatsApp Reaction ini ada 6 emoji yang bisa Anda manfaatkan untuk memberikan tanggapan pada sebuah obrolan.