Megawati Soekarno dan Tutut Soeharto, Ini Persamaan dan Perbedaannya

Pilpres 2019 pertarungan trah Soekarno vs trah Soeharto. Megawati di belakang Jokowi-Ma'ruf, Tutut di belakang Prabowo-Sandi.
Siti Hardijanti Rukmana akrab disapa Mbak Tutut, putri Presiden kedua RI Soeharto, dan Megawati Soekarnoputri putri Presiden pertama RI Soekarno. (Foto: Tagar/Regita Putri)

Jakarta, (Tagar 3/2/2019) - Megawati Soekarnoputri dan Siti Hardijanti Rukmana sama-sama merayakan ulang tahun pada 23 Januari lalu. Megawati ulang tahun ke-72, dan Mbak Tutut sapaan akrab Siti Hardijanti ulang tahun ke-70.

Dalam usia demikian matang, anak Presiden pertama RI Soekarno dan anak Presiden kedua RI Soeharto ini tampak lebih muda dari usianya, sama-sama masih aktif dengan kesibukan masing-masing.

Walaupun mereka tidak menunjukkan keakraban di depan publik, namun keduanya sama-sama tidak menginginkan permusuhan atau saling mencela antargenerasi. 

"Waktu ayah saya dijatuhkan dengan cara yang menurut saya tidak beretika, saya bilang jangan hujat Pak Harto," ujar Megawati dalam acara 'Megawati Bercerita' di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.

Tutut pun tak ingin pengikutnya mencela Bung Karno dan keluarga. Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso.

"Ibu Tutut Soeharto dengan berkaca-kaca menitipkan pesan kepada saya, beritahu seluruh teman-teman Partai Berkarya untuk jangan sedikit pun mencela Bung Karno dan keluarga," kata Priyo di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 12 Januari 2019.

Ketika Taufik Kiemas suami Megawati meninggal, Tutut datang melayat, bersama ribuan orang turut mengiringi pemakaman Taufik di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Tutut berbaur dengan tamu undangan, termasuk dengan saudara dan saudari Megawati. Ia menyampaikan ucapan belasungkawa kepada Megawati.

Dalam batas tertentu, Pilpres 2019 bisa disebut pertarungan trah Soekarno vs trah Soeharto. Megawati dengan PDI Perjuangan di belakang Jokowi-Ma'ruf. Siti Hardijanti dengan Partai Berkarya di belakang Prabowo-Sandi.

Berikut ini profil Megawati Soekarno dan Tutut Soeharto.

Megawati Soekarnoputri

Megawati SoekarnoputriKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan arahan dalam pembekalan calon anggota legislatif Pemilu tahun 2019 di Jakarta, Minggu (5/8/2018). Pembekalan itu untuk menyiapkan caleg asal PDIP menuju Pemilu 2019. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Tanggal 23 Januari 1947 lahir seorang anak perempuan dari pasangan Soekarno (Bung Karno) dan Fatmawati, dua orang penting dalam sejarah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bung Karno proklamator kemerdekaan sekaligus presiden pertama Republik Indonesia, sedang Fatmawati adalah penjahit bendera pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada upacara proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Anak perempuan itu kemudian diberi nama Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri. Kelak, ia lebih dikenal dengan nama Megawati Soekarnoputri. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kebesaran partai itu pasca runtuhnya orde baru, menghantarkan Mega melanjutkan suksesi kepemimpinan sang ayah sebagai Presiden kelima Republik Indonesia.

Mega lahir pada masa awal kemerdekaan. Ayahnya, Soekarno sedang diasingkan ke Pulau Bangka kala itu. 

Fatmawati melahirkan Megawati di kampung Ledok Ratmakan, di tepian kali Code, Kota Yogyakarta. Mega kemudian menjadi salah satu anak kesayangan Soekarno. Nama Mega kerap disebut dalam pidato-pidato Bung Karno yang menggelegar.

Dalam Buku Autobiografi “Penyambung Lidah Rakyat”, Bung karno mengatakan memanggil Megawati dengan sebutan Ega. Sang Proklamator juga menyebut bahwa Megawati merupakan gadis yang gemar dan pandai menari.

“Megawati, yang biasa kupanggil Ega, pandai menari dan tariannya menggairahkan," kata Bung Karno kepada Cindy Adams, penulis otobiografinya.

Meski pernah jadi anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ketika jadi mahasiswa, sejak muda Mega memilih untuk menjadi ibu rumah tangga biasa.

Megawati Sukarnoputri menikah pertama kali dengan Letnan Satu Surindro Supjarso, seorang pilot pesawat TNI AU yang tewas dalam tugasnya menerbangkan pesawat Skyvan T-701 di perairan Biak, 22 Januari 1970. 

Ia kemudian menikah lagi dengan Hasan Gamal, seorang diplomat Mesir. Pernikahan keduanya ini tak berlangsung lama, setelah mereka memutuskan berpisah. 

Suami ketiga Megawati adalah Taufiq Kiemas, aktivis politik yang pernah menjabat ketua MPR periode 2009-2014. Taufik wafat  8 Juni 2013 pada usia 70 tahun.

Karier politik Mega baru dimulai saat memasuki usia ke-39 tahun, dengan menjadi Wakil Ketua Cabang Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Jakarta Pusat pada tahun 1986. Setahun berikutnya, ia terpilih menjadi wakil rakyat di DPR RI. Nama Megawati kian cemerlang saat diangkat secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI lewat Kongres Luar Biasa tahun 1993 di kota Surabaya.

Tahun 1996, Pemerintah Orde Baru yang masih berkuasa saat itu, diduga membuat konspirasi untuk menjungkalkan Megawati dari kursi Ketua Umum PDI. Lewat Kongres Medan, Soerjadi dipilih menjadi Ketua Umum yang baru dan membuat Megawati dan loyalisnya berang.

Kubu PDI pro Megawati kemudian menduduki kantor DPP PDI di kawasan Diponegoro, Menteng Jakarta Pusat. Kubu Soerjadi yang didukung penuh oleh pemerintah, menyerang dan berusaha merebut kembali kantor tersebut pada tanggal 27 Juli 1996. Puluhan pendukung Megawati tewas akibat serangan tersebut. Peristiwa serangan kemudian dikenal sebagai Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli).

Megawati dan pendukungnya kemudian membentuk Partai tandingan bernama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) jelang pemilu tahun 1999. Setelah sebelumnya pada pemilu tahun 1997, perolehan suara PDI versi Soerjadi merosot tajam.

Raihan suara PDIP yang mencapai lebih dari 30 persen pada pemilu 1999, membuat para pendukung  mendorong DPR/MPR untuk menetapkan Megawati sebagai presiden. Mereka bahkan mengancam akan terjadi revolusi apabila Mega tidak jadi presiden.

Namun, Sidang Umum 1999 menetapkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden melalui skema voting. Megawati kalah tipis dalam proses voting tersebut dengan perbandingan  373 suara untuk Gus Dur dan 313 suara untuk Megawati. 

Baru pada tanggal 23 Juli 2001, Megawati sebagai wakil presiden, dinaikkan statusnya menjadi Presiden kelima Republik Indonesia, setelah MPR mencabut mandat dari presiden ke-4 Abdurrahman Wahid.

Riwayat pendidikan: SD Perguruan Cikini Jakarta (1954-1959), SLTP Perguruan Cikini Jakarta (1960-1962), SLTA Perguruan Cikini Jakarta (1963-1965), Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung (1965-1967); tidak selesai, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta (1970-1972); tidak selesai.

Riwayat karier: Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung); (1965), Anggota Fraksi PDI DPR RI Komisi IV (1987-1997), Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Ketua Umum PDI versi Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya (1993-1996), PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang, Wakil Presiden Republik Indonesia (20 Oktober 1999-23 Juli 2001), Presiden Republik Indonesia ke-5 (23 Juli 2001-20 Oktober 2004).

Siti Hardijanti Rukmana

Pak Harto - Mbak TututSiti Hardijanti Rukmana bersama ayahnya, Presiden kedua RI Soeharto. (Foto: Dok. Keluarga)

Tanggal 23 Januari 1949 lahir Siti Hardijanti Rukmana, putri sulung kesayangan Presiden kedua RI Soeharto. 

Tutut merupakan salah satu anggota keluarga Cendana yang populer di kalangan masyarakat saat pemerintah orde baru masih memegang kuasa. Kerapnya Tutut tampil di berbagai media membuat kepemilikannya atas sebuah stasiun televisi swasta, sampai dengan kariernya sebagai anggota MPR diketahui khalayak luas kala itu.

Yang demikian itu ternyata memang telah dipersiapkan Presiden Soeharto. Tutut mulai dipersiapkan oleh sang ayah untuk tampil menghadapi publik sejak akhir tahun 80an. Meski begitu, Tutut tidak lantas mengikuti apa yang ayahnya mau. Mengingat, saat itu Tutut masih memiliki tiga orang anak yang masih kecil dan butuh perhatian khusus.

Dalam dunia bisnis, Tutut moncer dengan memiliki sebagian besar saham di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), salah satu stasiun televisi swasta nasional yang kini telah berubah nama menjadi MNC TV.

Dalam kancah organisasi, ia pernah membidani terbentuknya Kirab Remaja yang bertujuan memupuk rasa cinta Tanah Air di kalangan remaja. Tutut juga memperkenalkan sebuah organisasi kegiatan remaja berbasis keagamaan, Rohani Islam (Rohis).

Pada tahun 1992, Tutut yang aktif di partai Golkar ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Bidang (Korbid) Pemberdayaan Wanita DPP Partai Golkar. Di tahun yang sama, Siti Hardijanti Rukmana juga menjabat sebagai anggota MPR RI sampai dengan tahun 1998, sebelum akhirnya ia diangkat menjadi Menteri Sosial dalam Kabinet Pembangunan VII (1998), yang menjadi kabinet terakhir pemerintahan orde baru.

Sepeninggal sang ayah, Tutut meninggalkan karier politik dan memilih untuk fokus di dunia bisnis dan sosial. Berikutnya, ia kembali ke kancah politik nasional dengan menjadi calon presiden dan juru kampanye Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang menjadi peserta Pemilu 2004, namun gagal.

April 2011 ia menggugat PT Berkat Karya Bersama (BKB) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), dua anak usaha PT Media Nusantara Citra (MNC) senilai Rp 3,4 triliun. Tutut menggugat sebab menurutnya 75 persen saham miliknya di TPI direbut secara tidak sah, sehingga saham milik putri sulung Presiden Soeharto ini tinggal 25 persen.

Majelis hakim memenangkan gugatan Tutut. Tergugat juga dihukum untuk membayar ganti rugi Rp 680 miliar dengan bunga 6 persen tiap tahun.

Jelang pemilu 2019, adik dari Tutut, Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) mendirikan Partai Berkarya. Istri Indra Rukmana itu kemudian ikut merapat ke barisan Partai besutan Tommy tersebut.

Riwayat pendidikan: SMA I Budi Utomo, Jakarta, Universitas Trisakti, Jakarta.

Riwayat karier: Menteri Sosial Republik Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Ketua HIPSI (Himpunan Pekerja Sosial Indonesia), Ketua Umum PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional lndonesia), Ketua Umum PDDI (Perhimpunan Donor Darah Indonesia), President FIODS (International Federation Blood Donor Organization), Ketua Yayasan Tiara Indah (Bhakti Nusantara Indah), Ketua Yayasan Tiara Indonesia (Kreativitas Pemuda dan Remaja Indonesia), Bendahara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Ketua Yayasan Karana. []

Berita terkait