Megawati Buka Suara Soal Kondisi Hukum yang Terjadi, PAN: Saatnya Move On dari MK

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Saleh Daulay menanggapin pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Saleh Daulay. (Foto: Tagar/Dok DPR RI)

TAGAR.id, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Saleh Daulay menanggapin pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menyoroti apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) dan manipulasi hukum. 

"Kita sebaiknya sudah beralih dari mempersoalkan putusan MK dan juga MKMK ke arah yang lebih konkret yaitu ke arah pemaparan program kerja yang akan disampaikan masing-masing paslon. Move on, itu yang sebetulnya ditunggu oleh masyarakat," kata Saleh Daulay, Minggu, 12 November 2023.

Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu menilai masing-masing paslon sudah saatnya fokus pada pemaparan ide dan gagasan. Sebab, kata dia, publik perlu mengukur program yang ditawarkan para capres dan cawapres.


Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi.


"Sehingga nanti bisa mengukur ini kira-kira yang terbaik di antara pasangan ini adalah A-B atau C, kalau kita mutar terus pada persoalan MK saya khawatir pemaparan program kerja dan janji kampanye tidak bisa diurai dengan baik dan masyarakat tidak punya waktu yang cukup menganalisa dan mengevakuasi," tuturnya.

Saleh menekankan putusan MK soal syarat usai capres-cawapres harus dihormati. Ia menyebut putusan itu final dan mengikat.

"Perlu saya tekankan adalah kami tetap menghormati putusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi, dan itu sifatnya final dan mengikat dan sudah bisa dijadikan sebagai payung hukum untuk melanjutkan tahapan penyelenggaraan pemilu sesuai yang telah ditetapkan oleh KPU," katanya.

Namun demikian, Saleh juga menghormati pandangan tentang putusan ini. Dia menekankan pandangan itu harus diiringi dengan fakta dan bukti, termasuk jika ada manipulasi hukum.

"Kita juga tentu menghormati pandangan berbagai pihak terkait dengan putusan MK itu. Namun demikian pandangan yang disampaikan itu mestinya memang dibarengi dengan fakta dan bukti yang akurat sehingga tidak menimbulkan multitafsir di masyarakat," jelasnya.

"Katakan misalnya putusan MK sebagai manipulasi, ini definisi manipulasi ini perlu diartikan dulu, apa yang dimaksud dengan manipulasi, kemudian siapa yang melakukan manipulasi, kemudian apa fakta-fakta dan bukti-bukti yang bisa ditunjukkan. Dengan begitu kita bisa meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya," imbuhnya.

Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri bicara soal kondisi hukum yang terjadi belakangan ini. Salah satu yang disorot Megawati ialah kondisi di Mahkamah Konstitusi.

Megawati awalnya memuji putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) soal pelanggaran etik hakim MK terkait dengan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sebagai cahaya dalam kegelapan. Ia kemudian bercerita tentang pembentukan MK sebagai salah satu hasil dari reformasi.

Megawati mengatakan reformasi dilakukan dengan susah payah dan berbagai pengorbanan rakyat seperti peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi, peristiwa Kudatuli hingga para aktivis yang diculik. 

Ia meminta semua pihak tak lupa bahwa reformasi yang melahirkan undang-undang soal pemerintahan yang bersih dan bebas dari nepotisme, kolusi dan korupsi.

Setelah itu, baru lah Megawati menyinggung soal apa yang terjadi di MK akhir-akhir ini. Ia mengatakan apa yang terjadi di MK sebagai manipulasi hukum.

"Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi," ucap Megawati.

Ia tak menjelaskan detail apa manipulasi hukum yang dimaksud. Namun, Megawati mengatakan manipulasi itu terjadi akibat praktik kekuasaan yang mengabaikan kebenaran. []

Berita terkait
Profil Hakim Suhartoyo, Kini Jadi Ketua Mahkamah Konstitusi Gantikan Anwar Usman
Hakim konstitusi Suhartoyo dipilih secara aklamasi oleh delapan hakim MK untuk menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) gantikan Anwar Usman.
Kontroversi Anwar Usman Melanggar Kode Etik Tapi Tidak Dipecat dari Jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi
Kontroversi Anwar Usman terus berlanjut karena walau sudah dinyatakan melanggar kode etik tapi tidak sepenuhnya dipecat dari Mahkamah Konstitusi.
Opini: Mahkamah Konstitusi, The Gladiator of Constitution
Mahkamah Konstitusi telah melewati batas wewenangnya.
0
Megawati Buka Suara Soal Kondisi Hukum yang Terjadi, PAN: Saatnya Move On dari MK
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Saleh Daulay menanggapin pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.