Maya Puspita: Bayangkan Rumput Laut Saya Seperti Kotak Harta Karun

Maya Puspita, lulusan "double degree" Universitas Diponegoro dan Universitas Bretagne Sud, di Belgia memaparkan disertasinya mengenai ekstraksi phlorotannin.
PANEN RUMPUT LAUT NUNUKAN: Pekerja melepaskan rumput laut dari tali ikatan usai panen di Kampung Tanjung Kelurahan Nunukan Barat, Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (11/9). Pembudidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan antusias meningkatkan produksi setelah harga terus naik hingga Rp 13.500 per kilo gram. (Foto: Ant/M Rusman).

Jakarta, (Tagar 2/10/2017) – Maya Puspita, doktor biologi laut lulusan program "double degree" Universitas Diponegoro dan Universitas Bretagne Sud, di Belgia memaparkan disertasinya mengenai ekstraksi phlorotannin dalam pemanfaatan alga Sargassum yang dibubidayakan di Indonesia dan di Prancis.

Didukung Institut Prancis di Indonesia (IFI) dan Kedutaan Besar Prancis di Indonesia, Maya Puspita mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional "My Thesis in 180 Seconds" (MT180) yang berlangsung pada 28 September 2017 di Kota Liege, Belgia.

Maya mengatakan, kompetisi MT180 dapat menjadi sarana pembelajaran bagi dirinya untuk menyederhanakan bahasa ilmiah dalam penelitian eksakta dengan menghubungkannya ke hal-hal dalam keseharian yang sedang menjadi tren, sehingga akan mudah dipahami orang awam.

"Sebagai contoh, penelitian saya terkait dengan ekstraksi senyawa bioaktif dari rumput laut. Saya mendapat ide, mari kita bayangkan rumput laut saya itu seperti kotak harta karun yang berisi barang berharga. Mari kita buka kotak tersebut dan manfaatkan isinya untuk industri komestik yang aman dan sehat," ujar Maya dalam siaran persnya, Senin (2/10).

Peneliti Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) itu juga memanfaatkan MT180 sebagai ajang untuk menambah relasi, pengalaman, dan wawasan karena para kandidat tidak hanya fokus pada kompetisi tetapi juga belajar bertukar pikiran melalui serangkaian kegiatan seperti lokakarya doktoral dan sidang umum doktoral.

Sebelumnya, Maya Puspita meraih Juara II Kompetisi MT180 Tingkat Nasional yang berlangsung pada 4 Mei 2017 di kampus Universitas Gadjah Mada.

Saat itu Juara I diraih oleh doktor lulusan Universitas Bretagne Occidentale Prancis, Awaluddin Halirin Kaimuddin dengan disertasi berjudul "Dampak Perubahan Iklim pada Distribusi Populasi Ikan dengan Pendekatan GIS: Model dan Skenario Evolusi Iklim", sementara Juara III diraih Latifah Nurahmi, doktor lulusan Ecole Centrale Nantes, Prancis dengan disertasi berjudul "Analisis Sinematik dan Konsepsi Manipulasi Paralel dengan Beragam Moda".

Ketiganya terpilih dari sembilan doktor dan kandidat doktor yang mempresentasikan hasil riset S3 mereka dalam waktu 3 menit dalam bahasa Prancis di hadapan panel juri yang terdiri dari perwakilan Indonesia dan Prancis.

"Kedubes Prancis di Indonesia memiliki komitmen untuk mendukung dan menaikkan nilai kerja sama Prancis-Indonesia di berbagai bidang. Dalam bidang penelitian, kerja sama ini telah berlangsung sangat lama, namun penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para doktor Indonesia yang frankofon atau pernah berkuliah di Prancis relatif belum banyak diketahui," kata Atase Kerja Sama Ilmiah dan Teknologi Kedubes Prancis Nicolas Gascoin.

Kompetisi itu diharapkan dapat memperkenalkan hasil-hasil penelitian para peneliti muda Indonesia serta memasyarakatkan riset dengan cara yang menyenangkan dan inovatif.

Kompetisi MT180 ditujukan untuk mahasiswa doktoral dan doktor muda yang harus mampu mempresentasikan tesis mereka dalam bahasa Prancis dengan menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengerti publik awam.

Dalam waktu 180 detik, mereka harus dapat membuat pemaparan yang jernih, efisien, dan meyakinkan tentang proyek penelitian mereka.

Setiap peserta hanya diperbolehkan mempergunakan satu buah "slide" presentasi. Presentasi mereka dinilai berdasarkan kualitas dan orisinalitas subyek penelitian mereka, pembawaan mereka di atas panggung dan kemampuan menonjolkan daya tarik penelitian mereka.

Untuk tahun 2017, sebanyak 20 doktor dan mahasiswa doktoral dari 15 negara yakni Indonesia, Belgia, Benin, Kamerun, Kanada, Pantai Gading, Prancis, Libanon, Maroko, Kongo, Rumania, Senegal, Swiss, Tunisia dan Amerika Serikat, tampil selama tiga menit memaparkan penelitian atau hasil riset S3 mereka di hadapan Dewan Juri Internasional yang diketuai oleh Profesor Alain Vanderplasschen dari Universitas Liege, Belgia yang meraih Penghargaan Prix GSK Vaccines 2016. (yps/ant)

Berita terkait
0
Banyak Kepala Daerah Mau Jadi Kader Banteng, Siapa Aja?
Namun, lanjut Hasto Kritiyanto, partainya lebih mengutamakan dari independen dibandingkan politikus dari parpol lain.