Masjid Besar Pakualaman, Saksi Syiar Islam di Jogja

Masjid Besar Pakualaman. Masjid yang didirikan 1831 oleh Sri Paduka Paku Alam II ini mnejadi saksi syiar di Jogja.
Masjid Besar Pakualaman yang dibangun 1831 ini menjadi saksi sejarah perkembangan syiar Islam di Jawa. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Terus luhur terusto raharjo yang berarti jalan lurus menuju kemakmuran. Tulisan tersebut persis berada di tembok pintu Masjid Besar Pakualaman. Masjid yang didirikan 1831 oleh Sri Paduka Paku Alam II ini mnejadi saksi syiar di Jogja.

Masjid yang berada di sebelah barat Istana Pakualaman ini memiliki diameter 144 meter persegi. Arsitekturnya perpaduan antara Jawa Hindu dan Islam. Perpaduan keduanya harmonis, seperti bentuk atap tajuk dengan mustaka berbentuk gada.

Perpaduan Jawa Hindu dan Islam juga terlihat dari ornamen masjid yang didominasi dengan sulur bunga. Kekhasan arsitektur juga terlihat pada bangunan paling depan berbentuk gapura pintu utama, seperti bangunan masjid milik Keraton Yogyakarta pada umumnya.

Wakil Ketua Takmir Masjid Besar Pakualaman Muhammad Djati Hudaya mengatakan, sebelum adipati pertama Kadipaten Pakualaman, Sri Paku Alam I wafat, memberi wasiat kepada calon penerus tahta KRT Natadiningrat.

Sri Paku Alam I merupakan putra dari pendiri Keraton Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan HB I dengan istri selir Raden Ayu Srenggara. "Jadi Sri Paku Alam I memberi tugas kepada putranya (Paku Alam II) untuk membangun masjid," kata dia, Sabtu 18 Mei 2019.

Menurut dia, Masjid Besar Pakualaman ini menjadi salah satu tempat dalam melalukan syiar Islam di Jawa. Kehadirannya menjadi saksi perkembangan Islam di bumi Mataram bersama Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta dan beberapa masjid pathok negara milik Keraton.

Djati mengatakan, Masjid Besar Pakualaman sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Masjid seluas 144 meter persegi ini memiliki empat serambi dengan luas 238 meter persegi.

Menariknya, di kompleks masjid ini, terdapat dua prasasti yang masing-masing berada di sebelah utara dan selatan masjid. Di sebelah utara masjid tertulis tahun Jawa 1767 atau dalam tahun masehi 1893. Sedangkan sisi selatan tertulis tahun 1855 M.

Syiar Islam mengalami masa emasnya pada masa Sri Paduka Paku Alam III. Usai Perang Diponegoro (1825-1830), sastra Islam Jawa berkembang pesat.

Paku Alam III selain sebagai imam Masjid Besar Pakualaman, juga banyak menulis tentang sastra Islam Jawa.

Dua karya sastra yang yang terkenal karya Paku Alam III adalah Serat Baratayudha dan Serat Dewa Ruci. Dua serat ini berisi tentang penjabaran dua kalimat Syahadat dan sifat Allah yang dua puluh.

Pada saat bersamaan, seni dan budaya Jawa gencar dikenalkan ke masyarakat, termasuk seni musik dan drama. Syiar Islam juga dimasukkan dalam seni musik dan drama itu. 

Baca juga: 

Berita terkait
0
Kekurangan Pekerja di Bandara Australia Diperkirakan Samapi Tahun Depan
Kekurangan pekerja di bandara-bandara Australia mulai bulan Juli 2022 diperkirakan akan berlanjut sampai setahun ke depan