Jakarta - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono ikut berkomentar soal 20.000 ton cadangan beras pemerintah yang sudah tersimpan terlalu lama sehingga mutunya berkurang atau menyusut dan terancam busuk. Anton menilai, penurunan mutu beras milik Perum Bulog ini karena komoditas itu terlambat disalurkan ke masyarakat.
Menurut Anton, jika Bulog segera menyalurkan beras untuk raskin (rakyat miskin), kebutuhan pascabencana, atau operasi pasar, maka tidak ada kendala penumpukan di gudang. "Belum pernah terjadi seperti ini. Dulu seimbang antara yang masuk dengan yang keluar," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Desember 2019.
Ia menambahkan ketidakseimbangan beras yang masuk dan keluar bukan karena kelebihan suplai dari impor karena stok minimal cadangan beras pemerintah (CBP) harus ditetapkan sebanyak dua juta ton. "Out-nya terlambat. Sekarang programnya seperti apa? Kenapa tidak disalurkan itu beras," ujar Anton, yang sekarang menjabat Ketua Dewan Kopi Nasional, seperti dikutip dari Antara.
Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengatakan saat ini ada manajemen yang kurang memadai terkait arus masuk dan keluar beras di gudang Bulog. Kondisi itu yang menyebabkan Bulog hendak memusnahkan sebanyak 20.000 ton beras karena terlalu lama mengendap di gudang yaitu lebih dari setahun.
Ia menegaskan sangat wajar apabila terdapat komoditas pertanian yang mengalami penurunan mutu sehingga harus dilakukan pemusnahan karena setiap barang punya masa layak dengan jangka waktu tertentu. Namun, menurut Dwi, pembuangan barang tersebut tidak boleh berjumlah lebih dari satu persen dari total barang yang dijual perusahaan. Jumlah pembuangan yang besar, menandakan sistem manajemen tidak efektif dan efisien.
Selain itu, kualitas beras yang masuk ke gudang Bulog juga perlu diperhatikan karena beras yang akan mengalami pembuangan lebih banyak berasal dari serapan dalam negeri. "Pada Kementan sebelumnya, Bulog dipaksa beli gabah juga. Akhirnya dapat gabah dan beras yang kualitasnya tidak begitu bagus. Kalau kualitasnya tidak bagus, jangankan setahun, dua bulan sudah rusak," ujar Anton.
Dwi menilai, Bulog tidak boleh menagih kerugian senilai Rp160 miliar untuk memusnahkan 20.000 ton beras karena ini merupakan risiko yang seharusnya diperhitungkan sejak awal. "Dalam tata kelola pangan apapun kalau kita melakukan perdagangan pangan, disposal (pembuangan) itu masuk dalam risiko. Dalam mitigasi risiko, disposal harus sudah masuk dalam cost," ujarnya.
Sebelumnya, Perum Bulog meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran kepada BUMN pangan tersebut untuk kebijakan pembuangan beras, yang mengalami penurunan mutu. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyebutkan setidaknya ada 20.000 ton dari cadangan beras pemerintah senilai Rp160 miliar dengan rata-rata harga pembelian Rp 8.000 per kilogram, yang akan dimusnahkan. Sebagian besar beras yang menumpuk ini merupakan beras untuk program bantuan sosial pada 2017 yang telah disimpan di sejumlah daerah, namun penyalurannya dibatalkan.[]
- Baca Juga:Bulog Akan Lelang Beras yang Terancam Busuk
- Karyawan Dukung Bulog Fokus ke Bisnis Komersial