LBH: Polisi Labuhanbatu Langgar Peraturan Kapolri

Penembakan berakibat kematian tersangka yang dilakukan personel Polres Labuhanbatu disebut melanggar perkapolri.
Nasir Munthe (60) dan Nurgaya (55) di ruangan kantor LBH-BRI di Jalan Perdamean, Kelurahan Sirandorung, Kecamatan Rantau Utara, Labuhanbatu. (Foto: Tagar/Habibi)

Labuhanbatu - Penembakan berakibat kematian tersangka yang dilakukan personel Satuan Narkoba Kepolisian Resor Labuhanbatu terhadap almarhum Mindah Hidayah Dalimunthe (MHD) warga Jalan Akasia, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara disebut melanggar peraturan kapolri (perkapolri) dan hak azasi manusia (HAM).

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) - Bela Rakyat Indonesia Lomoan Panjaitan dan Kepala Bagian Pidana Edy Pane, Senin kemarin mengatakan, penggunaan senjata api oleh personel kepolisian sudah diatur dalam Perkapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Perkapolri No 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

"Penggunaan senjata api oleh personel polisi tidak boleh sembarangan, meski korban dituduhkan sebagai penyalahguna narkoba. Hal tersebut sudah diatur di Perkapolri No 1 Tahun 2009 dan Perkapolri No 8 Tahun 2009. Tidak ada satu pasal pun di dalam aturan menyatakan penggunaan senjata api bagi petugas untuk mematikan orang," kata Lomoan, di kantornya di Jalan Perdamean, Rantauprapat.

Menurut dia, pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, diatur pada Pasal 8 Ayat [2] Perkapolri No 1 Tahun 2009.

"Apalagi korban MHD saat itu tidak menggunakan senjata tajam atau senjata yang bisa mengancam jiwa petugas atau masyarakat," sebutnya.

YLBH BRI selaku kuasa hukum orang tua korban, M Nasir Dalimunthe, 63 tahun, dan Nur Gaya Lubis, 50 tahun, menegaskan tidak ada alasan mempergunakan senjata api yang mengakibatkan kematian anak mereka MHD.

Dalam melaksanakan penangkapan senantiasa menghargai dan menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap

Menurut Lomoan, beberapa saksi di lokasi kejadian, di antaranya Lia Lubis dalam jarak tiga meter melihat korban terkapar. Darah mengucur dari tubuhnya dan melihat posisi kaki diinjak petugas pascapenembakan.

Warga juga memastikan, korban yang dituduh pihak Kepolisian terlibat peredaran narkoba tidak memegang alat saat kejadian.

"Para saksi memastikan tidak ada benda atau alat atau senjata apapun di tangan si korban, demikian pula di sekeliling tempat kejadian itu, para saksi tidak ada melihatnya," katanya.

Dengan demikian, menurut dia, tidak ada alasan kepolisian mempergunakan kekuatan senjata api yang dapat mengakibatkan kematian korban.

Kalaupun ada alasan diskresi, tambah Edi Pane, harus ada dasar hukum, yaitu tidak bertentangan dengan aturan hukum, termasuk hukum internasional. Mengharuskan tindakan tersebut dilakukan, kewenangan atau kewajiban yang harus diambil.

"Harus patut, masuk akal. Diskresi harus dilakukan dalam keadaan terpaksa," ungkapnya.

Edi menilai tindakan kepolisian harus menghormati hak azasi manusia. "Sama-sama kita ketahui dan menyadari bahwa NKRI ini adalah sebuah negara hukum dan bukan negara kekuasaan belaka," tukas dia.

Di dalam Perkapolri No 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuataan dalam tindakan kepolisian, menurutnya ada beberapa pedoman penting yang harus dipahami. Pada prinsipnya penggunaan senjata api merupakan upaya menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau upaya terakhir untuk tersangka.

Disebutkannya, anggota Polri yang melanggar HAM wajib mempertanggungjawabkan sesuai kode etik profesi kepolisian, disiplin dan hukum yang berlaku.

"Dalam melaksanakan penangkapan senantiasa menghargai dan menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap. Dan, tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka. Sebab, tersangka yang telah tertangkap tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah, sampai terbukti bersalah di pengadilan," ujarnya. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Langkah Emma Raducanu Terhenti di Babak Kedua Wimbledon 2022
Petenis Inggris, Emma Raducanu, unggulan No 10, dikalahan petenis Prancis, Caroline Garcia, di babak kedua grand slam Wimbledon 2022