Launching Program Jagoan, Kristiana: Data Adiksi Internet

Pendiri Yayasan Sejiwa Diena Haryan amenuturkan gambaran umum serta garis besar gerakan Jagon yang bergerak di ranah kemaanan anak-anak.
Pemaparan data penelitian oleh Kristiana Siste dalam Konferensi Pers Program Jagoan. (Foto: Tagar/Putri)

Jakarta - Dalam rangka mengatasi adiksi gawai yang kondisinya semakin kritis di masa-masa ini, Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa) menyelenggarakan konferensi pers peluncuran gerakan Jauhkan Adiksi Gawai Optimalkan Potensi Anak (Jagoan) pada Sabtu, 02 Oktober 2021. Yayasan Sejiwa merupakan organisasi nirlaba yang berlokasi di Jakarta.

Diena Haryana, selaku Pendiri Yayasan Sejiwa menuturkan gambaran umum serta garis besar gerakan Jagon. Dienna menceritakan bahwa awal mula ia bergerak di ranah keamanan anak secara digital ketika adanya kasus penculikan, cyber bullying, dan kasus pembelian kuota yang mencapai satu juta sebulan.

“Kami bergerak keamanan anak di ranah digital sejak 2008 karena adanya laporan tentang seorang anak yang diculik oleh orang setelah ia berkenalan di media sosial. Kemudian, sewaktu kami aktif mempromosikan issue bullying, ternyata banyak sekali kasus cyber bullying,” ujar Diena dalam Konferensi Pers Gerakan Jagoan, Sabtu, 02 Oktober 2021.

“Nah, kemudian ada lagi yang mengatakan anaknya menghabiskan Rp 1.200.000 untuk bayar kuota sebulan, dan itu mengarah pada kondisi di ranah daring dimana perilaku anak tidak sesuai dengan ajaran kita. dari situlah mulai dari 2008 kami terus meningkatkan pemahaman kami tentang anak-anak di era digital, terbanyak yang kami dapatkan adalah anaknya yang teradiksi gawai,” ujarnya


Kami bergerak keamanan anak di ranah digital sejak 2008 karena adanya laporan tentang seorang anak yang diculik oleh orang setelah ia berkenalan di media sosial.


Menanggapi hal tersebut, Dr. dr. Kristiana Siste, Sp.KJ. selaku Ahli Adiksi Perilaku/ Kepala Dept. Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, menjelaskan penelitian dan data nyata terkait kasus adiksi gawai di kalangan anak-anak.

Sebenarnya sejak 2013 sudah adanya penelitian di dunia tetapi memang hanya di negara maju, kemudian karena semakin banyak dampak besarnya adiksi gawai ini maka semakin banyak pula penelitian.

Khususnya kepada populasi remaja berisiko dan dewasa muda yang mana diketahui remaja dan dewasa muda sedang mencari identitas diri. Sehingga, penggunaan internet menjadi salah satu sarana mencari tahu apa yang akan dilakukannya nanti atau akan menjadi apa ia kelak nanti.

Kristiana mengatakan bahwa orang-orang saat ini tidak akan percaya tentang kasus adiksi gawai tanpa adanya data. Sekarang ini, banyak orang tua yang berpikir bahwa semakin dini anak diberikan gadget, maka orang tua pula menjadi yakin bahwa anak itu akan canggih di masa depannya.

“Dari penelitian yang kami (FKUI RSCM) lakukan di Jakarta pada 2019, bahwa sekitar 600 remaja SMP dan SMA ternyata yang mengalami adiksi internet adalah 31,4% angka ini angka yang tinggi, sekitar 30% remaja di Jakarta mengalami kecanduan internet pada tahun 2019,” ujar Kristiana.

Bergeser pada masa pandemi, Kristina memahami remaja dan dewasa muda akan lari ke internet untuk mencari hiburan atau menghilangkan stress. Lalu, dilakukannya penelitian pada tahun 2020 pada 2.700 remaja di 34 provinsi di Indonesia yang hasilnya adalah sekitar 19 % remaja mengalami kecanduan internet, angka yang cukup tinggi dibandingkan negara lain ungkap Kristiana.

Kristiana melanjutkan bahwa penelitian pada dewasa muda lebih rendah dibandingkan remaja, yaitu berkisar 15 % yang mengalami kecanduan internet. 

Games online dan media sosial menjadi fokus permasalahan pada masalah kecanduan internet ini. Maka dari itu, adanya kecanduan bermain games online banyak diidap oleh remaja atau dewasa muda saat ini.

Kristiana menjelaskan kita tidak bisa asal dalam mendiagnosis seseorang bahwa ia candu akan games online namun, dapat dilihat ciri-ciri seseorang yang kecanduan games online adalah seperti berikut.

“Apabila ada ciri-ciri kecanduan games online seperti lost of control terhadap penggunaan internet, ketidakteraturan tidur, lalu dia lebih memprioritaskan bermain game dan mengabaikan waktu tidur, makan, perawatan diri dan prestasi akademik yang semakin buruk, baru dapat dapat dikatakan bahwa dia kecanduan games online,” ujarnya.

(Putri Fatimah)


Berita terkait
Psikolog Anak: 3 Hal yang Dikhawatirkan pada Anak Saat Ini
Menurut Psikologi Anak Novita Tandy gerakan Jagoan ini bertujuan untuk membantu perkembangan anak di era digital yang semakin canggih ini.
Kunjungan Komisi VIII DPR RI ke Lampung, Kemensos Berikan Bantuan Anak Yatim hingga Bantuan Usaha KPM PKH Graduasi
Sesuai arahan Menteri Sosial untuk memperhatikan anak yatim piatu yang terdampak pandemi. kemensos menyerahkan bantuan hingga bantuan usaha.
Jangan Lengah! Pentingnya Membatasi Screen Time untuk Anak
Seiring perkembangan teknologi di seluruh dunia membuat semua kalangan merasakan buah dari hasil teknologi tersebut, tidak terkecuali anak-anak.