Lahan Petani Toba Dirusak BPODT, Janda Teriak Jokowi

Seorang janda warga Kabupaten Toba, Sumatera Utara, berteriak minta tolong Presiden Joko Widodo akibat lahan yang diratakan alat berat milik BPODT.
Nurpeni boru Butarbutar, seorang janda berusia 52 tahun warga Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. (Foto: Tagar/Ist)

Toba - Nurpeni boru Butarbutar, seorang janda berusia 52 tahun, warga Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, berteriak minta tolong Presiden Jokowi akibat lahannya diratakan alat berat milik Badan Pengelola Otorita Danau Toba atau BPODT.

"Ini hanya modal sendiri pak, dibuldoseri tanamanku pak. Tidak ada pengaduanku pak. Ini tanah leluhurku Oppung Ondol Butarbutar. Tidak ada pembayaran sama sekali..!" teriak Nurpeni, janda tiga anak itu dalam video yang diterima Tagar pada Rabu, 12 Agustus 2020.

Dalam video berdurasi beberapa menit, terdengar Nurpeni meminta bantuan Presiden Jokowi.

"Pak Jokowi tolong saya ini orang miskin. Sudah dirusak tanamanku oleh BPODT," jeritnya.

Mangatas Togi Butarbutar, selaku pengirim video yang diterima Tagar, mengatakan Nurpeni seorang wanita yang pulang kampung akibat impitan ekonomi di perantauan.

"Ito (ibu) ini punya tiga orang anak. Sudah sejak lama ditinggal mati oleh suaminya marga Simanjutak. Dulunya tinggal di Aek Kanopan, tetapi karena desakan ekonomi terpaksa pulang kampung. Bertani mengolah tanah leluhurnya untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata Mangatas.

Russel Butarbutar, kuasa hukum warga Desa Sigapiton menyebut, BPODT merusak tanaman warga dan tidak menghargai putusan pengadilan nomor perkara: 244/G/2019/PTTUN -MDN.

"Ya, ini kan masih berproses. Masih ada kasasi dan peninjauan kembali. Jadi putusan belum berkekuatan hukum tetap. Sepatutnya BPODT menghargai putusan pengadilan," kata Russel.

Dia mengatakan BPODT hanya diberikan hak pengelolaan secara administratif oleh negara. Sementara pomparan atau keturunan Ompu Ondol diberikan Tuhan hak kepemilikan jauh sebelum negara ini berdiri.

"Penghormatan terhadap kepemilikan Ompun Ondol adalah wajib hukumnya," katanya.

Sebelumnya, Dirut BPODT Ari Prasetyo melalui Edward Sinuhaji selaku tenaga ahli bidang ekonomi menyebut, sesuai kesepakatan untuk penyelesaian ditempuh jalur hukum dan bukan lewat provokasi.

"Kami sudah sepakat tempuh jalur hukum. Bukan lewat provokasi atau agitasi. Dan putusannya sudah jelas so far, itu adalah tanah negara. Yang dibangun justru jalan ke Desa Sigapiton kemanfaatan semua masyarakat," kata dia.

Menanggapi pendapat Russel Butarbutar yang sepatutnya BPODT itu harus menghormati putusan pengadilan, kata Edward, bahwa ini bukan kasus perdata melainkan perkara tata usaha negara.

Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat adat

"Agak beda. Dalam hal ini kami berbeda pendapat. Perpres 49 Tahun 2016 telah menetapkan kawasan itu jadi kawasan pengembangan pariwisata. Artinya bila teman-teman memenangkan perkara kepemilikan, logika hukumnya negara harus bayar ganti rugi," terangnya.

Nurpeni boru ButarbutarNurpeni boru Butarbutar saat berada di lahan yang diratakan oleh pihak BPODT di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumut, Rabu, 12 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Ist)

Dia mengatakan bahwa pembangunan di kawasan yang dipersoalkan warga Desa Sigapiton harus terus dilakukan.

"BPODT bukan hanya berlandaskan sertifikat hak pengelolaan atau SHPL itu. Makanya, kami merasa tidak ada bentrok dengan pihak Butarbutar. Masing-masing kami menjalankan posisi," katanya.

Edward mengatakan BPODT berpedoman pada UUD 1945 Pasal 33 yang mengatur penguasaan negara.

"UUD Pasal 33 mengatur penguasaan negara. Berarti negara berwenang mengatur penggunaan bumi, tanah dan air dan angkasa di seluruh wilayah RI. Penguasaan bukan berarti kepemilikan. Bila ada pemilikan sah, negara harus selesaikan (ganti rugi). Nah, ini yang menjadi permasalahan Lae Russell dan teman-teman," katanya.

Hentikan Kriminalisasi

Diberitakan sebelumnya bahwa upaya kriminalisasi di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba harus disetop.

Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Delima Silalahi mengatakan, saatnya pemerintah di kawasan Danau Toba berpikir cepat menerbitkan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

"Melihat peristiwa ini, pemerintah daerah harus segera menerbitkan perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Sehingga masyarakat adat terlindungi dan menjadi pihak yang diperhitungkan dalam penyusunan tata kelola pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba," kata Delima, Selasa, 11 Agustus 2020.

Dia menyebut, terhadap hak yang tumpang tindih seperti di Desa Sigapiton, Kabupaten Toba, menjadi ajang konflik. Dia berujar, penyelesaian konflik tidak seharusnya menggunakan pendekatan hukum.

"Penanganan konflik tenurial di kawasan Danau Toba, harusnya tidak menggunakan pendekatan hukum dan kekuasaan. Tapi pendekatan budaya dan kemanusiaan," katanya.

Mengacu pada prinsip free, prior, and inform consent (FPIC), masyarakat adat kata dia, harus terlibat aktif dan diberi ruang sebesar-besarnya menentukan apa yang diinginkan di wilayah adatnya.

"Artinya pembangunan apapun termasuk pariwisata harus menghargai keputusan masyarakat adat melalui musyawarah, bukan pendekatan hukum," katanya.

Delima berharap pemerintah daerah jeli dan harus menghentikan aksi-aksi mengintimidasi masyarakat adat. 

"Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat adat," tegasnya. []

Berita terkait
Hentikan Kriminalisasi Masyarakat Adat di Danau Toba
KSPPM menilai penangkapan warga Desa Sigapiton di Kabupaten Toba, Sumatera Utara, adalah satu bentuk kriminalisasi.
Ini Kandidat Paslon Bupati dan Wabup Toba dari PDIP
PDIP akan mengumumkan rekomendasi 13 calon kepala daerah dan wakilnya di Sumatera Utara, termasuk di Kabupaten Toba.
Viral Temuan Ikan Mas Seberat 15 Kg di Danau Toba
Ikan mas berukuran langka, ditaksir berbobot 15 kilogram berhasil dipancing di kawasan Danau Toba, tepatnya di Dairi, Sumatera Utara.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.