Hentikan Kriminalisasi Masyarakat Adat di Danau Toba

KSPPM menilai penangkapan warga Desa Sigapiton di Kabupaten Toba, Sumatera Utara, adalah satu bentuk kriminalisasi.
Direktur KSPPM Delima Silalahi saat menjadi narasumber seminar pembentukan ranperda masyarakat adat di Tapanuli Utara, Sumut, pada Senin, 10 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Jumpa P Manullang)

Toba - Penangkapan warga Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, baru-baru ini atas tuduhan pembakaran lahan klaim milik Badan Pelaksana Otorita Danau Toba atau BPODT dinilai adalah bentuk kriminalisasi.

Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Delima Silalahi mengatakan kejadian serupa berulang kali dialami masyarakat lokal. 

Delima menyebut, saatnya pemerintah di kawasan Danau Toba berpikir cepat menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

"Melihat peristiwa ini, pemerintah daerah harus segera menerbitkan perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Sehingga masyarakat adat terlindungi dan menjadi pihak yang diperhitungkan dalam penyusunan tata kelola pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba," kata Delima, Selasa, 11 Agustus 202.

Delima menyebut, terhadap hak yang tumpang tindih seperti di Desa Sigapiton, Kabupaten Toba, menjadi ajang konflik. 

Dia berujar, penyelesaian konflik tidak seharusnya menggunakan pendekatan hukum.

"Penangan konflik tenurial di kawasan Danau Toba, harusnya tidak menggunakan pendekatan hukum dan kekuasaan. Tapi pendekatan budaya dan kemanusiaan," katanya.

Mengacu pada prinsip free, prior, and inform consent (FPIC), masyarakat adat kata dia, harus terlibat aktif dan diberi ruang sebesar-besarnya menentukan apa yang diinginkan di wilayah adatnya.

"Artinya pembangunan apapun termasuk pariwisata harus menghargai keputusan masyarakat adat melalui musyawarah, bukan pendekatan hukum," katanya.

Delima berharap pemerintah daerah jeli dan harus menghentikan aksi-aksi menakut-nakuti masyarakat adat. "Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat adat," tegasnya.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak menilai pengaduan BPODT yang berujung penangkapan warga Desa Sigapiton merupakan bentuk kriminalisasi warga yang bermukim di tanah leluhurnya.

"Penangkapan tersebut terlihat sekali sebagai upaya kriminalisasi atas perjuangan warga yang sampai saat ini masih menolak kehadiran BPODT dan tidak menerima dana kerohiman dari pihak pemerintah," kata dia, Minggu, 9 Agustus 2020.

Karenanya ia sangat menyesalkan masalah sengketa tanah adat yang berujung pada proses hukum.

"Saya sebagai Ketua AMAN Tano Batak, mengutuk keras atas penangkapan masyarakat adat Sigapiton. Penangkapan tersebut sangat jelas sekali sebagai upaya kriminalisasi masyarakat adat yang sedang bertani di tanah adatnya sendiri," tuturnya.

Roganda menyatakan penangkapan itu tidak sepatutnya terjadi bila pemerintah menghormati masyarakat adat.

Yang jelas, itu tanah milik warga kami yang dipurun (cincang), bukan milik BPODT

"Penangkapan ini tidak seharusnya terjadi apabila pihak pemerintah khususnya BPODT menghormati keberadaan masyarakat adat dan hak atas tanah adat Sigapiton. Tindakan arogan seperti ini sudah kesekian kalinya dilakukan terhadap warga," ucapnya.

Dia mencibir keberadaan BPODT yang selama ini tidak pernah memberi manfaat ke warga sekitar. 

Justru lembaga itu sekarang menyengsarakan dengan melaporkan warga ke polisi.

Baca juga:

"Sebenarnya masih bermanfaatkah BPODT terhadap warga sekitar? Oleh karena itu saya berharap agar pihak kepolisian segera membebaskan masyarakat adat. Baiknya BPODT ini sudah perlu dibubarkan," tutur Roganda.

Sementara tokoh Desa Sigapiton, Hisar Butarbutar juga menyesalkan laporan BPDOT ke Polsek Lumban Julu. Menurutnya laporan pembakaran lahan tidak berdasar.

Roganda Simanjutak

Ketua AMAN Wilayah Tano Batak Roganda Simanjutak. (Foto: Tagar/Jumpa P Manullang)

"Jadi masalah laporan adanya pembakaran lahan, lahan siapa yang dibakar? Yang jelas, itu tanah milik warga kami yang dipurun (cincang), bukan milik BPODT. Makanya kami miris melihat situasi ini, yang jelas masalah laporan pembakaran lahan hukumnya tidak bisa didudukkan," kata Hisar yang juga Kepala Desa Sigapiton ini.

Pembakaran Lahan

Menanggapi itu, Direktur BPODT Ary Prasetio melalui Edward Sinuhaji selaku tenaga ahli bidang ekonomi menyebut, alasan penyampaian ke aparat hukum tidak lain karena kejadian pembakaran di lahan zona otorita Danau Toba.

"Desa Sigapiton adalah wilayah kurang lebih 80 hektare berada di lembah bukit di pinggir Danau Toba. Kejadian pembakaran terjadi di lahan zona otorita milik negara yang sertifikat hak pengelolaannya telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Toba Samosir tahun 2018," katanya.

Dijelaskan pada Sabtu, 8 Agustus 2020 terjadi pembakaran lahan dan pencurian getah pinus dari dalam lokasi lahan zona otorita. 

Kata Sinuhaji kejadian itu ditemui langsung di lapangan oleh humas dan sekuriti BPODT.

"Ada pelakunya dan dilakukan pelarangan. Mengingat pelaku melakukan perlawanan, BPODT melakukan pelaporan ke pihak berwajib," katanya.

Sinuhaji menepis adanya penahanan dan penangkapan pihak kepolisian. Atas laporan itu, kata Sinuhaji ada barang bukti yang diamankan dari lokasi.

"Tidak ada penahanan atau penangkapan. Atas dasar laporan BPODT, pihak Polres Toba melakukan pengambilan berita acara dan laporan dari kedua belah pihak. Proses berlangsung kondusif sampai lewat tengah malam. Beberapa barang bukti diamankan antara lain berupa gergaji mesin, truk berisi getah pinus lebih kurang empat ton," terangnya.

Dia menyebut BPODT selalu menjaga cara-cara yang persuasif dan tidak pernah menggunakan kekerasan. 

Mediasi dengan masyarakat telah dilakukan melalu berbagai forum-forum resmi maupun upacara-upacara adat secara berkesinambungan.

"Kami selalu berusaha merangkul semua pihak. Mohon dukungan media, semua untuk kebaikan generasi mendatang. BPODT satuan kerja pemerintah, bukan swasta. Kalau dibubarkan kami masyarakat Danau Toba, delapan Kabupaten yang akan merugi," imbuh Sinuhaji.

Diberitakan sebelumnya, seorang warga Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara ditangkap jajaran kepolisian Toba. Penangkapan itu menindaklanjuti dugaan pembakaran di lahan yang dikelola BPODT.

Kepala Polres Toba Ajun Komisaris Besar Polisi Akala Fikta Jaya membenarkan penangkapan tersebut.

"Memang ada lahan terbakar di lahan BPODT dan informasi laporan dari pihak BPODT yang bersangkutan diduga sebagai pelaku pembakaran tersebut. Kami sementara masih interogasi yang bersangkutan," jawab Akala melalui WhatsApp kepada Tagar, Minggu, 9 Agustus 2020.

Kepala Sub Bagian Humas Polres Toba Ajun Inspektur Polisi Satu Khairudin Sukriyanto juga membenarkan adanya penangkapan seorang warga Desa Sigapiton.

Hanya saja Khairudin menyebut kasusnya berbeda. Tindakan hukum itu terkait dugaan pencurian getah pinus milik BPODT di Kaldera Toba di wilayah Desa Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata.

Menurut Khairudin, dugaan pencurian terjadi pada Rabu, 8 Agustus 2020, sekira pukul 15.25 WIB. Pihak BPODT yang melakukan patroli menjumpai masyarakat sedang menimbang getah pinus sebanyak empat ton.

"Getah pinus itu sudah dijual kepada tauke bernama Lerman Pakpahan," kata dia.[]

PEN

Berita terkait
Presiden Jokowi Membumikan Pakaian Adat Nusantara
Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana memakai pakaian adat suku atau daerah di perayaan HUT Kemerdekaan RI membumikan keragaman pakaian nasional
Bobby Nasution Siapkan Acara Adat Anak Keduanya
Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu berencana menyiapkan acara adat atas kelahiran anak kedua mereka.
Citalang, Rumah Adat Sunda di Kabupaten Purwakarta
Salah satu bentuk rumah adat yang khas Sunda ada di Purwakarta yaitu rumah adat Citalang yang dibangun sekitar tahun 1905
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.