Kumpulan Puisi Fenomenal Sapardi Djoko Damono

Berikut Tagar rangkumkan sepuluh puisi fenomenal dari Sapardi Djoko Damono.
Sapardi Djoko Damono. (Foto: Instagram/damonosapardi)

Jakarta - Sastrawan Sapardi Djoko Damono menapaki usia ke-80 tahun, tepat pada hari ini, Jumat, 20 Maret 2020. Penyair senior itu terbilang masih produktif di umurnya yang kian senja, seolah memang waktu adalah fana, sementara ia dan karyanya akan abadi.

Sapardi lahir di Surakarta, 20 Maret 1940, sepanjang kariernya ia dikenal sebagai pujangga yang menuliskan hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan. 

Karyanya yang paling terkenal antara lain Hujan di Bulan Juni yang sempat diejawantahkan ke layar lebar, serta puisi romantis berjudul Aku Ingin.

Berikut Tagar rangkumkan sepuluh puisi fenomenal dari Sapardi Djoko Damono:

Hujan abu vulkanik di Solo Jawa TengahIlustrasi hujan. (Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho)

1. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

Awan MendungAwan mendung terlihat dari kawasan Pluit, Jakarta, Kamis (9/1/2020). (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

2. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Daun ulinDaun ulin. (Foto: cintapohonku.com)

3. Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput

Nanti dulu

biarkan aku sejenak terbaring di sini

ada yang masih ingin kupandang

yang selama ini senantiasa luput

Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

MicrobrandJam tangan Microbrand, Foto: Timeindo

4. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi

memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu

Kita abadi

hujan lebatilustrasi hujan sangat lebat. (Foto: pixabay)

5. Kuhentikan Hujan

Kuhentikan hujan

Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan

Ada yang berdenyut dalam diriku

Menembus tanah basah

Dendam yang dihamilkan hujan

Dan cahaya matahari

Tak bisa kutolak

Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga

Bandara SoettaRuang tunggu di Bandara Soekarno Hatta (Soetta) yang sudah dilakukan pembatasan sosial. (Foto: Tagar/Selly)

6. Ruang Tunggu

Ada yang terasa sakit

di pusat perutnya

Ia pun pergi ke dokter

belum ada seorang pun di ruang tunggu

Beberapa bangku panjang yang kosong

tak juga mengundangnya duduk

Ia pun mondar-mandir saja

menunggu dokter memanggilnya

Namun mendadak seperti didengarnya

suara yang sangat lirih

dari kamar periksa

Ada yang sedang menyanyikan

beberapa ayat kitab suci

yang sudah sangat dikenalnya

Tapi ia seperti takut mengikutinya

seperti sudah lupa yang mana

mungkin karena ia masih ingin

sembuh dari sakitnya

Flu SpanyolIlustrasi . (Foto: Johan Hultin/cdc.gov).

7. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti

Jasadku tak akan ada lagi

Tapi dalam bait-bait sajak ini

Kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi

Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti

Impianku pun tak dikenal lagi

Namun di sela-sela huruf sajak ini

Kau tak akan letih-letihnya kucari

Flu Spanyolilustrasi. (Foto: Angie Busch Alston/cdc.gov).

8. Hanya

Hanya suara burung yang kau dengar

dan tak pernah kaulihat burung itu

tapi tahu burung itu ada di sana

Hanya desir angin yang kaurasa

dan tak pernah kaulihat angin itu

tapi percaya angin itu di sekitarmu

Hanya doaku yang bergetar malam ini

dan tak pernah kaulihat siapa aku

tapi yakin aku ada dalam dirimu

Ciherang1Ilustrasi kolam. (Foto: dok.Tagar)

9. Menjenguk Wajah di Kolam

Jangan kau ulang lagi

menjenguk wajah yang merasa

sia-sia

yang putih

yang pasi

itu

Jangan sekali- kali membayangkan

Wajahmu sebagai rembulan

Ingat

jangan sekali-kali

Jangan

Baik, Tuan

Ilustrasi nonton TVIlustrasi. (Foto: Pixabay)

10. Sajak Tafsir

Kau bilang aku burung?

Jangan sekali-kali berkhianat

kepada sungai, ladang, dan batu

Aku selembar daun terakhir

yang mencoba bertahan di ranting

yang membenci angin

Aku tidak suka membayangkan

keindahan kelebat diriku

yang memimpikan tanah

tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku

ke dalam bahasa abu

Tolong tafsirkan aku

sebagai daun terakhir

agar suara angin yang meninabobokan

ranting itu padam

Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat

untuk bisa lebih lama bersamamu

Tolong ciptakan makna bagiku

apa saja — aku selembar daun terakhir

yang ingin menyaksikanmu bahagia

ketika sore tiba. []


Berita terkait
Djoko Pekik, Pelukis yang Karyanya Dibeli Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeli karya seorang pelukis bernama Djoko Pekik yang saat ini tinggal di daerah Bantul, Yogyakarta.
10 Karya Sastra Terbaik Versi 125 Penulis Tersohor
Berikut ini hasil rangkuman dari 10 karya sastra terbaik sepanjang masa versi 125 penulis tersohor.
Jenazah Sapardi Djoko Damono Dibawa ke Rumah Duka
jenazah sastrawan Sapardi Djoko Damono dibawa ke rumah duka di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu