Rembang - Kue keranjang merupakan sajian khas saat perayaan Tahun Baru China atau Imlek. Selain menjadi tradisi yang selalu tersaji setiap momen Imlek, kue keranjang juga menjadi simbol kerukunan warga di Kecamatan Lasem, Rembang, sejak puluhan tahun lalu.
Jadi simbol kerukunan lantaran panganan tersebut tak hanya dinikmati para warga keturunan Tionghoa. Tapi juga dibagi dan dinikmati warga lain di Lasem. Tak terkecuali di perayaan Imlek tahun 2020 ini.
Meskipun saya orang Jawa dengan agama Islam tapi juga bisa ikut merasakan kebahagiaan Imlek.
Seperti yang dilakukan Marpat Rohani, warga keturunan Tiongha di Desa Babagan, Lasem. Ia mengaku bagi-bagi kue keranjang merupakan kegiatan rutin, sudah menjadi tradisi yang dilakukan setiap perayaan Imlek.
"Pegawai pembatik saya kan ada banyak sekitar 20 orang, jadi setiap tahun saya kasih semua kue keranjang satu per satu," kata Marpat saat dihubungi Tagar, Jum'at malam, 24 Desember 2020.
Selain ke karyawan, Marpat juga membagi kue keranjang ke tetangga dekat rumahnya. Maksud pembagian itu tidak lain untuk berbagi kebahagiaan dengan sesama di perayaan Imlek. Bahwa kegembiraan Imlek tidak hanya bisa dirasakan oleh warga Tionghoa dan keturunannya saja tapi juga oleh masyarakat lain.
"Juga saya bagikan ke tetangga biar mereka bisa ikut merasakan perayaan Imlek saben (setiap) tahun," ujarnya.
Marpat, istri dari Sigit Wicaksono, pemilik usaha Kerajinan Batik Tulis Khas Lasem Sekar Kencana, menyatakan toleransi antarumat beragama harus terus dijaga dengan baik agar situasi dan kondisi lingkungan menjadi lebih tentram.
Budaya saling peduli ketika memiliki hajat atau perayaan tertentu, sebenarnya identik dengan budaya Jawa. Karena tinggal berdampingan sejak ratusan tahun lalu, kebiasaan itu merambah ke warga Tionghoa dan keturunannya yang tinggal di Rembang.
"Tradisi ini (memberi kue keranjang) sudah lama, bertahun-tahun dulu sudah lama melakukan seperti ini," bebernya.
Sementara itu, Mifta, warga sekitar kediaman Marpat, membenarkan ada tradisi berbagi kue keranjang dari tetangganya itu setiap perayaan Imlek. Semenjak kecil, sekitar tahun 1990, setahunya sudah ada kebiasaan berbagi seperti itu.
"Dikasih sama pegawainya tante Marpat, isinya macam-macam ada apem, bogis, bolu kukus, dan makanan tradisional lainnya," ujar Mifta.
Tidak hanya dari Marpat, keluarganya juga mendapat kue keranjang dari beberapa tetangga lain yang keturunan Tionghoa. Meski hanya sebatas kue maupun jajanan sederhana lainnya, pemberian tersebut merupakan bentuk kerukunan. Bagian dari mempererat persatuan tanpa membedakan keyakinan dan etnis.
"Mereka dalam Imlek ini kan kayak kami merayakan Lebaran. Saling kumpul keluarga tapi masih ingat sama warga lain, sama tetangga. Meskipun saya orang Jawa dengan agama Islam tapi juga bisa ikut merasakan kebahagiaan Imlek," imbuh dia. []
Baca juga:
- Cara Warga Pecinan Tambak Bayan Surabaya Rayakan Imlek
- Imlek dan Lukisan Gus Dur di Kelenteng Hok le Kiong
- Denny Siregar: Al Fatihah Buat Gus Dur di Hari Imlek