Kucing Mahal Milik Mantan Relawan Tsunami Aceh

Kucing menjadi hewan peliharaan favorit sebagain warga Aceh, termasuk seorang mantan relawan kemanusiaan saat tsunami tahun 2004.
Natalina Cristanto menemani kucing bermain di rumahnya di kawasan Lamdingin, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 20 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh - Kucing-kucing berbagai jenis berlarian menyusuri ruangan berukuran sekitar 4 x 15 meter. Pada salah satu sudut terdapat taman berukuran 3 x 3 meter, lengkap dengan aneka macam fasilitas permainan.

Pada dinding taman terdapat lukisan berbagai jenis tanaman, seperti gugusan pepohonan, hamparan rumput, rawa-rawa dan gambar pagar bambu.

Sebuah roda besar terpasang di dekat dinding, beberapa ekor kucing bergantian naik ke atasnya. Lalu, berjalan di atas roda tersebut. Semakin cepat kucing berjalan, semakin kencang pula roda itu berputar, sehingga memaksa si kucing untuk berlari.

Begitu suasana di rumah milik Natalina Cristanto, 40 tahun, di kawasan Lamdingin, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Perempuan pecinta kucing itu sudah delapan tahun tinggal di rumah tersebut.

“Awalnya memang saya dari kecil suka sama hewan peliharaan, cuma terkendala waktu itu kita masih sekolah dan kesibukan kuliah juga, jadi akhirnya gak bisa fokus,” ujar wanita asal Bandung itu, Selasa sore, 20 Oktober 2020.

Cerita Kucing Aceh (2)Kucing peliharaan Natalina Cristanto di rumahnya di kawasan Lamdingin, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 20 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Sebelumnya, Natalina menetap di kawasan Lamteuba, Kabupaten Aceh Besar, yakni sejak 2005 hingga 2012. Saat itu dia menjadi salah satu relawan medis untuk gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004. Daerah ini menjadi salah satu kawasan yang selamat dari sapuan tsunami, sehingga korban-korban dievakuasi ke sana.

Saya ke sini sebagai relawan tsunami, terus Kemenkes RI buka lowongan banyak untuk dokter, saya mendaftar, lewat dan penempatan di Lamteuba.

Seiring berjalannya waktu, Natalina akhirnya menikah dengan pria asli Aceh. Pada 2012, ia pindah ke Kota Banda Aceh dan bekerja di salah satu rumah sakit Malaysia cabang Provinsi Aceh.

“Di Lamteuba juga waktu itu karena pekerjaan jadi nggak bisa fokus juga (pelihara kucing). Sekarang pekerjaan sudah lebih ringan dan bisa mengatur waktu, jadi mulai lagi memelihara dari tahun 2012 sampai sekarang,” kata dia.

Puluhan Kucing Ras

Saat ini, ada 61 ekor kucing yang dipelihara Natalina. Jenis-jenis kucing yang dipelihara di antaranya Bengal, Ocicat, Abbysinian, American Curl, Exotic, Persia, Sphynx, Munchkin, Kinkalow, dan Mainecoon. 

Berdasarkan pencarian di mesin pencari, sebagian kucing itu merupakan jenis yang berharga mahal. Harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Selain itu, ia juga memelihara kucing kampung, seperti domestic long hair dan short hair.

Memelihara kucing bukan sekadar hobi untuk Natalina, dia juga kerap menyelamatkan kucing yang terlantar dan sakit di jalan. Kucing-kucing tersebut kemudian diambil dan divaksin, baru kemudian dirawat layaknya kucing-kucing lainnya.

Cerita Kucing Aceh (5)Natalina Cristanto memberi makan kucing di rumahnya di kawasan Lamdingin, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 20 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

“Misalnya di jalanan atau dari tempat-tempat buang sampah gitu, tapi khusus yang saya ambil yang kecil-kecil aja yang besar-besar nggak saya ambil. Selain kucing jalanan, ada yang memang saya adopsi untuk yang ras-ras tertentu dan ada juga yang ngawinin sama punya kawan nanti bagi anak,” ungkapnya.

“Kucing-kucing yang kita selamatkan dari jalan biasanya kucing kampung.”

Puluhan kucing yang dimilikinya juga diberi nama yang unik, misalnya Sierra Nevada, Raflesia, Ali Baba, Tanzania, Alphard dan Mercedes.

Nama-nama tersebut, kata Natalina, ditabalkan sesuai dengan karakter kucing. Apabila kucing tersebut terlihat gagah misalnya, maka namanya sedikit ekstrem, seperti nama-nama pegunungan di berbagai belahan dunia.

“Kebetulan anak dan saudara dia saya kasih nama seperti nama mobil semua, seperti Alphard, Mercedes, kek gitu, jadi pakai tema-temanya. Kalau anak bengal pakek tema pegunungan, Fuji Yama, Everest, Sierra Nevada,” ujarnya.

Nama-nama yang diberikan pada kucing-kucingnya bukan tanpa alasan. Natalina ingin anaknya belajar geografi dari nama-nama kucing itu, misalnya nama-nama pegunungan. “Jadi dia tau Fuji Yama, nama-nama pegunangan.”

Selain memiliki nama yang unik, kucing-kucing milik Natalina kerap diikutkan dalam berbagai kontes nasional maupun internasional. Dari kontes yang diikuti sejak 2017, kucing-kucing Natalina telah memperoleh ratusan penghargaan.

Sebelum pandemi Covid-19, kontes kucing dilaksanakan secara luring (luar jaringan) atau offline. Para peserta kontes hanya mengantarkan kucingnya ke meja dewan juri. Di sana, dewan juri yang memeriksa dan memberi nilai.

Nantinya juri akan melihat telinganya, kehalusan bulunya, kelincahannya, kesehatan dan kebersihan telinga dan mulut kucing.

“Sekarang ini kan masa pandemi, shownya ditiadakan secara langsung. Tapi, ada yang virtual jadi kalau yang virtual kemarin kami ikut kebetulan yang tingkat nasional, malah yang terakhir yang tingkat internasional karena pesertanya dari Indonesia, Malaysia, Filipina ya Alhamdulillah menang,” ujarnya.

Cerita Kucing Aceh (3)Natalina Cristanto bersama 2 ekor kucing dengan latar belakang penghargaan kontes yang dipajang di rumahnya di kawasan Lamdingin, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 20 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Secara virtual, kata Natalina, kontes kucing dilakukan melalui aplikasi Zoom. Peserta kontes akan mempresentasikan kucing-kucing peliharaannya di depan dewan juri.

“Misalnya jenis American Curl, dia itu apa telinga dia yang melipat, kemudian profil mukanya. Jadi nanti di dalam Zoomnya itu harus nunjukin. Satu lagi dia harus dimandikan, jadi nanti diminta dikibas bulunya kan kelihatan juga,” katanya.

Perawatan Kucing

Kucing-kucing miliknya dirawat sepenuh hati. Biasanya, ia memandikan kucing tersebut dua minggu sekali, khususnya kucing yang berbulu panjang. Sedangkan kucing yang berbulu pendek dimandikan 1 atau 2 bulan sekali. Perawatan itu di luar perawatan rutin yang dilakukan setiap hari, seperti menyisir bulu.

Mengurus 61 ekor kucing, kata Natalina tidak mengganggu waktu kerja dan waktunya mengurus keluarga. Bahkan tak jarang kucing-kucing itu menghibur sepulang kerja, misalnya ada yang datang mencium-cium, kemudian seperti memijat-mijat. Itu membuat lelahnya hilang.

“Setiap hari tingkah mereka itu ada-ada aja, selalu berubah-ubah. Kalau yang lucunya paling pas mandi ada yang nyanyi saat dimandikan, ada yang diam berendam, juga ada yang guling-guling dan lompat-lompat,” ujarnya.

Meski sudah dirawat dengan baik, termasuk diberi vaksin, beberapa kucing Natalina pernah sakit dan mati. Pada 2018 misalnya, ada sekitar 17 ekor kucing yang mati karena terpapar virus. Seperti virus Panleukopenia, Calici Virus, Chalmydia, dan Feline Infectious Peritonitis (FIP)

“Virus yang paling bahaya adalah seperti Feline infectious peritonitis (FIP). Ini penularannya sangat cepat juga,” kata Natalina.

Berbeda dengan Natalina, seorang gadis asal Lhokseumawe, Aceh, Astari Mulyana Putri, 28 tahun, mengaku sempat dilarang memelihara kucing karena orang tuanya khawatir kucing itu tidak terurus. Padahal sejak kecil Astari mencintai kucing.

Cerita Kucing Aceh (4)Astari Mulyana Putri bersama seekor kucing kesayangannya yang diberi nama Bubu. (Foto: Tagar/Dok. Astari Mulyana Putri)

Sejak masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK), Asta sudah suka memelihara kucing. Bahkan jika bertemu kucing di jalan, dia suka mengelus-elus, meskipun tak jarang dia menangis karena dicakar.

“Mama awalnya dulu larang, karena banyak alasan, kotorlah, bulunya terbanglah, dan segala macam,” ujar Asta, sapaan akrab Astari Mulyana Putri pada Tagar di Banda Aceh, Kamis, 22 Oktober 2020.

Saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Asta mencoba memelihara kucing di rumah, namun tetap saja tidak diberi izin orang tua. Sehingga, makanan untuk kucing diberikan di luar rumah.

“Pas SMP ngga kasih juga bawa masuk tapi Asta masukin ke rumah, rajin bersihin, mandiin juga, sampai SMA yauda deh diizinin karena lihat tanggung jawab,” tutur Asta.

Saat itu dia memelihara empat kucing. Keempatnya diberi nama Bubu, Boncel, Boby, dan Bibi. Seiring berjalan waktu, hanya Bubu yang selamat dan masih dipelihara sampai sekarang.

“Yang satu pergi tanpa kabar, namanya Boncel, kayaknya dia cemburu saya ambil 3 kucing baru (Bubu, Boby dan Bibi) atau nggak mau mati, karena kucing kalau mau mati suka pergi, supaya majikannya nggak lihat dan sedih,” katanya.

Sementara Boby dan Bibi mati setelah terpapar virus. Sebelum mati, keduanya sempat dirawat di rumah sakit hewan milik Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

“Yang mati itu sempat bawa lari ke FKH, sudah diopname tiga jam terus disuruh bawa pulang, malanya mati, jadi kalau kena virus itu 1x24 jam langsung mati,” katanya.

Asta menambahkan, penabalan nama-nama untuk untuk kucing sengaja dilakukan. Hal ini supaya ada panggilan untuk mereka masing-masing. “Biar ada nama kucingnya, jangan nanti pas dipanggil pus pada lihat semua,” sebutnya.

Sementara Afifah Muharir, 27 tahun, mengaku memelihara kucing untuk penghilang stres. Hobi memelihara kucing sudah ada sejak dia berusia 7 tahun. Saat itu, ada sekitar 12 kucing yang dipelihara.

“Sempat berhenti pelihara kucing waktu sekolah karena asrama sama kuliah, karena jauh dari rumah,” ujarnya.

Seiring berjalan waktu, kata Afifah, kucing-kucing tersebut ada yang pergi tanpa kabar, dan ada juga yang mati terkena penyakit. Saat ini, Afifah hanya tersisa 1 ekor kucing yang diberi nama Memeng.

“Sekarang tinggal satu, namanya Memeng,” sebut Afifah. [] (PEN)

Berita terkait
Kicau Burung dan Kacau Pikiran Pecintanya di Aceh Barat
Seorang penangkar sekaligus pehobi lomba kicau burung di Aceh Barat berharap agar pemerintah setempat mempermudah izin pelaksanaan lomba.
Berkah Pandemi untuk Pedagang Tanaman di Yogyakarta
Pandemi Covid-19 menjadi berkah tersendiri untuk pedagang tanaman hias di kawasan Jl Kebun Raya, Yogyakarta. Omzet mereka melonjak drastis.
Pot Lukis Imut, Cantik, dan Unik dari Yogyakarta
Seorang pemuda berusia 30 tahun di Yogyakarta menjual pot lukis berukuran kecil dengan gambar unik. Awalnya dia hanya membantu sang ibu.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.