Jakarta - Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Besar Masyarakat Maluku (KKBMM) meminta Maluku dihapus dari peta Indonesia, reaksi atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang menyebut pengungsi korban gempa Ambon sebagai beban negara.
Lebih baik apabila Bapak menghapus pulau-pulau Maluku dari Peta Indonesia.
Dalam foto surat yang tersebar, KKBMM meminta pemerintah pusat untuk menghapus wilayah Maluku dari peta Indonesia karena mereka merasa sudah tidak dianggap.
Ketua Umum KKBMM Djamaludin Koedoeboen menerangkan pernyataan Wiranto tidak pantas dikeluarkan dari seorang pejabat negara. Sehingga, hal itu menimbulkan sakit hati bagi warga Maluku yang terkena musibah.
"Bahwa para Pejabat Negara sudah tidak menganggap kami yang di Maluku sebagai bagian dari NKRI, maka adalah lebih baik apabila Bapak menghapus pulau-pulau Maluku dari Peta Indonesia, kalau perlu keluarkan kami Maluku dari NKRI agar Negara tidak perlu mengeluarkan Anggaran sebagai cermin beban Negara terhadap orang-orang Maluku," tulis surat yang ditandatangani Ketua Umum KKBMM Djamaludin Koedoeboen tanggal 1 Oktober 2019, Kamis, 3 Oktober 2019.
Bagi Djamaludin ada kebaikan yang perlu diambil dari bencana gempa yang kini melanda Maluku, yakni momen warga antar suku dan agama yang pernah terpecah kini saling membantu dan menguatkan.
Djamaludin mengungkit peristiwa konflik etnis-politik yang melibatkan agama di kepulauan Maluku, khususnya pulau Ambon dan Halmahera. Konflik yang bermula pada era Reformasi awal 1999 hingga penandatanganan Piagam Malino II tanggal 13 Februari 2002 itu seolah tak mendapatkan penanganan yang serius oleh pemerintah saat itu.
"Bahwa hal ini bukan hanya soal gempa, tetapi dalam banyak hal, Negara kerap tidak hadir bersentuhan dengan kami yang di Maluku, kami sudah sering dikecewakan, sebagai contoh paling nyata ketika terjadi kerusuhan 20 tahun silam, Bapak Wiranto selaku Panglima ABRI (sekarang TNI) telah gagal mengemban tugas, paling tidak mencegah warga negara berseteru," tulis dia.
Wiranto Minta Maaf
Akhirnya, pada Rabu, 2 Oktober 2019 Wiranto mengklarifikasi ucapannya yang menyulut emosi warga Maluku. Menurutnya, warga Maluku dibohongi dengan informasi soal gempa susulan dan tsunami.
Sehingga, ia menganggap jumlah pengungsi menjadi sangat banyak dan membebani pemerintah pusat dan daerah.
"Tidak ada alasan dan tidak mungkin saya sengaja melukai hati masyarakat Maluku yang sedang terkena musibah," ujar Wiranto dalam keterangan tertulis, Rabu, 2 Oktober 2019.
Atas kejadian itu, Wiranto menyampaikan pemerintah merasa perlu memberi penjelasan kepada masyarakat tentang keadaan yang sebenarnya.
Pasalnya, bertambah banyak pengungsi akan mengakibatkan masalah yang dihadapi, seperti pendidikan anak-anak hingga risiko penyakit.
"Hasil rapat koordinasi yang dihadiri Kepala BNPB, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Panglima TNI, Kapolri, dan Kabin di kantor Kemenkopolhukam," ujar Wiranto.
Wirantu, akhirnya meminta maaf kepada masyarakat Maluku atas pernyatannya yang menyebut pengungsi Ambon menjadi beban. Ia tak bermaksud menyebut pengungsi Ambon sebagai beban pemerintah. Namun demikian, ia tetap meminta maaf agar tak ada lagi pihak yang tersinggung.
Ia mengatakan permohonan maaf jika mengganggu perasaan masyarakat di Maluku, bukan karena disengaja menyakiti hati atau menyinggung perasaan masyarakat Maluku.
"Tapi apabila ada yang tersinggung, ada yang sakit hati, secara resmi, tulus, saya minta dimaafkan," kata Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019. []