Kritik vs Membangun Opini Negatif

Kritik itu selalu disertai alternatif solusi. Pokok bahasan yang dikritik jelas, dikaji secara akademis. Lalu, disodorkan sebuah alternatif solusi.
Ilustasi. Kritik vs Membangun Opini Negatif. (Foto: Tagar/ Freepik)

Oleh: Bagas Pujilaksono, Akademisi Universitas Gadjah Mada

Sudah lama saya tidak mendengar pisuhan najis kotor dari poliTikus frustasi (badut politik). Pisuhan najis kotornya saat ini kembali ramai, viral di medsos.

Sepakat, Presiden Jokowi harus dikritik tajam dan keras, soal liberalilasi dan komersialisasi pendidikan nasional, hilirisasi nickel, mobil listrik, industri hulu, dll. Namun, tidak boleh menghina dan menghujat Presiden. Karena, Presiden Jokowi adalah simbol negara. Kita harus menghormati, suka atau tidak suka.

Menghormati Presiden Jokowi, bukan berarti harus menjilat, karena tujuannya bukan ngemis jabatan. Namun, perbaikan kondisi bangsa dan negara.

Saya tidak sepakat, jika era Pemerintahan Presiden Jokowi disebut rezim. Rezim adalah era sebuah kekuasaan dari Pemerintah yang otoriter, di mana kekuasaan diperoleh dengan cara inkonstitusional. Pemerintahan Presiden Jokowi diperoleh secara demokrastis melalui Piplres yang jurdil. Jadi, jelas bukan rezim, apalagi rezim zalim.

Sebutan rezim hanyalah modus politik, sebagai wujud frustasi kelompok kadrun yang selalu kalah dalam Pilpres. Cara-cara demokratis selalu keok, maka dimunculkan istilah rezim, agar cara-cara mereka yang inskonstitusional bisa dibenarkan secara politik, misal people power, turunkan Jokowi, dll. Kampungan!


Demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang bermartabat, beretika dan bermoral.


Kadrun getol menyuarakan demokrasi dan kebebasan, untuk menghancurkan demokrasi dan kebebasan itu sendiri.

Tetap bersikap kritis, jauh lebih terhormat, daripada ngembek-ngembek ngemis jabatan ke Presiden Jokowi. Dasar ass kisser.

Benarkah Dia sedang mengkritik Presiden Jokowi?

Kritik itu selalu disertai alternatif solusi. Pokok bahasan yang dikritik jelas, dikaji secara akademis. Lalu, disodorkan sebuah alternatif solusi. Terhormat.

Menurut saya, omongan-omongan si Dia bukan kritik. Karena, pokok bahasannya tidak jelas dan nalar kajiannya bundhet, degleng, dan kenthir. Lebih sebagai upaya membangun opini negatif terhadap Presiden Jokowi, yang sifatnya sangat subyektifnya, murni buah dari kebencian dan kedengkian hatinya. Setelah opini negatif tercipta, versi Dia, maka sah baginya untuk menghina Presiden Jokowi dengan pisuhan-pisuhan super najis.

Polanya selalu sama, menempatkan diri sebagai orang paling tahu, padahal tidak tahu apa-apa, dengan omongan sampahnya, ingin dijadikan rujukan bagi banyak orang.

Saya rasa ini sudah kebangetan, keterlaluan. It is getting too much. Aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri, harus segera bertindak tegas, menjaga Kehormatan Presiden Jokowi sebagai simbol negara.

Demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang bermartabat, beretika dan bermoral.

Kebebasan berbicara di ruang publik bukan hal yang liar, brutal, biadab dan meresahkan masyarakat secara luas. Dan, berlaku dua arah: yang omong bebas, yang mendengar omongan tersebut juga bebas merespons, bersikap.

Kadrun maunya, Dia bebas sebebas-bebasnya berbicara, orang lain disuruh diam dan terima. Sebaliknya, jika orang lain berbicara yang menyinggung Kadrun, langsung lapor Polisi dengan dalih Penistaan Agama. []

Berita terkait
Opini: Salah Kaprah tentang Proses Mediasi dalam Perselisihan Hubungan Industrial
Saya berharap Kementerian Ketenagakerjaan memiliki niat baik untuk mematuhi Pasal 8 UU PPHI untuk mendukung proses mediasi - Timboel Siregar
Opini: Teka Teki Pasangan Capres 2024
Jika Ganjar dan Prabowo maju nyapres sendiri-sendiri, sangat mungkin salah satunya akan kalah dan Anies punya potensi jadi pemenangnya.
Dilaporkan ke Polisi Gegara Hina Presiden Jokowi, Begini Reaksi Rocky Gerung
Pengamat politik Rocky Gerung baru saja dilaporkan oleh politikus Ferdinand Hutahean ke polisi. Begini respons Rocky soal laporan itu.
0
Kritik vs Membangun Opini Negatif
Kritik itu selalu disertai alternatif solusi. Pokok bahasan yang dikritik jelas, dikaji secara akademis. Lalu, disodorkan sebuah alternatif solusi.