Kreasi Survivor Menoreh Magelang Siaga Tanah Longsor

Tinggal di kawasan rentan tanah longsor membuat warga Menoreh, Magelang berkreasi membuat EWS sederhana. Seperti apa alat itu?
Warga Bukit Menoreh, Kabupaten Magelang memasang alat deteksi dini tanah longsor kreasinya di dekat salah satu rumah warga, belum lama ini. (Foto: Tagar/Ambar)

Magelang - Wilayah lereng Bukit Menoreh, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah masuk dalam zona bahaya bencana alam. Tanah longsor menjadi salah satu potensi bencana yang diwaspadai warga setempat lantaran banyaknya patahan tanah. 

Potensi longsor makin besar dipicu masifnya alih fungsi lahan dan aktivitas penambangan batu marmer beberapa waktu lalu. Namun kondisi alam ini tak membuat para warganya hengkang dari Menoreh. Para survivor lokal tetap bertahan dengan segala kreasinya menghadapi bencana alam

Tak melulu mengandalkan bantuan dari pemerintah, warga memutar otak untuk meminimalisir dampak dari geliat alam tersebut. Seperti yang dilakukan warga Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman. Posisi wilayah desa ini berada di punggung sisi utara Menoreh hingga kaki bukit. 

Warga berinisiatif membuat alat deteksi dini retakan tanah yang dinamai early warning system (EWS) manual. Pemasangan EWS sederhana ini diprakarsai Komunitas Selorejo Peduli Menoreh dan Garuda Bukit Menoreh. Untuk saat ini, EWS hasil kreativitas warga dipasang di Dusun Selorejo. 

Dan karena masih bersifat manual, peralatan yang dipergunakan untuk membuat alat ini pun masih sangat sederhana. Hanya dibutuhkan paku, papan, dan bambu. "Alat ini namanya alat deteksi dini retakan tanah. Kalau tren sekarang namanya EWS, tapi EWS manual. Fungsinya untuk mendeteksi sejauh mana retakan tanah bergerak," ujar Soim, warga Ngargoretno yang juga Ketua Garuda Bukit Menoreh, Selasa, 28 Januari 2020.

Dalam praktiknya, pembuatan EWS manual ini mirip pembuatan boplang saat membangun rumah. Terdiri papan kayu dipakukan ke tiap sisi empat batang bambu yang tertancap di tanah. 

Meskipun alat ini sederhana, terbuat dari kayu bekas, tapi alat ini sangat mudah dipahami. Apalagi rata-rata di setiap wilayah pasti ada tukang kayunya, jadi pasti mengerti dan paham.

Menoreh2Kawasan bekas penambangan marmer di Bukit Menoreh, Kabupaten Magelang. Potensi longsor di Menoreh besar lantaran banyaknya titik patahan. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Dua batang bambu ditanam di bagian tanah stabil, sedangkan dua lainnya ditanam di titik labil atau tanah yang rawan bergerak. Di antara bambu tersebut dipasang papan. Setelah diukur, bagian tengah papan kemudian dipotong sehingga potongan akan melebar jika terjadi rekahan. Pada papan tersebut akan diberikan catatan tanggal dan panjang rekahan setiap kali pemeriksaan kondisi tanah

Meski sangat sederhana, namun EWS tersebut manfaatnya luar biasa mengingat bisa mendeteksi secara dini jika ada gerakan tanah. "EWS harus diperiksa setiap hari, untuk mengetahui terjadi retakan atau tidak. Kemudian bisa diketahui juga seberapa panjang retakannya," kata dia.

Soim menceritakan ide pembuatan EWS manual didapat dari tim geologi Jepang yang berkunjung ke wilayah Salaman pada akhir tahun 2014. Para ahli tersebut melakukan penelitian terkait fenomena tanah retak yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Selanjutnya mereka mengajari warga membuat alat pendeteksi dini retakan tanah yang sederhana, mudah dibuat dan dimengerti oleh semua orang.

"Saya dan warga lain kemudian berinisiatif menerapkan alat itu di Desa Ngargoretno mulai tahun 2017," ucap Soim.

Meski tidak dilengkapi sirine, namun fungsi EWS manual ini sama maksimal dengan alat pendeteksi dini standar lain. Apalagi warga sudah sadar akan ancaman bencana sehingga mereka aktif melakukan pengecekan setiap hari, terutama ketika hujan melanda kawasan Menoreh. 

Saat EWS manual menunjukkan adanya pergerakan tanah, warga mengidentifikasi kejadian tersebut. "Sejauh mana, cepat atau enggak gerakan tanahnya. Kalau cepat, kami baru pasang sirine. Kemudian kami akan lakukan sebuah evakuasi, terutama jika mengancam permukiman dan keamanan warga," katanya.

Selama ini, warga rutin memperbarui EWS manual yang dipasang setiap kali musim hujan tiba. Tahun ini, warga Ngargoretno kembali memasang EWS manual di titik-titik yang sudah ada potensi rekahan tanah. "Untuk awal musim hujan kali ini, baru tiga EWS manual yang kami pasang," tutur Soim.

Karena mudah, murah dalam pembuatan, dan memiliki fungsi yang maksimal, Soim sangat berharap agar keberadaan EWS manual ini mampu tersosialisasikan. Khususnya ke seluruh warga yang tinggal di kawasan rawan bencana tanah longsor. Apalagi titik rawan longsor tersebar di hampir seluruh wilayah kabupaten kota di Jawa Tengah 

"Meskipun alat ini sederhana, terbuat dari kayu bekas, tapi alat ini sangat mudah dipahami. Apalagi rata-rata di setiap wilayah pasti ada tukang kayunya, jadi pasti mengerti dan paham," ucap dia.

Dua Titik Longsor

Kepala Dusun Selorejo Samsudin, mengakui sebagian wilayahnya rawan bencana tanah longsor. Senada dengan Soim, ia menyatakan keberadaan EWS manual sangat penting untuk memberi rasa aman warganya. 

Alat itu bagian dari antisipasi bencana longsor yang diawali dengan munculnya pergerakan tanah. Sementara area patahan tersebar di beberapa titik di dusunnya dan kerap menghantui warga, khususnya di musim hujan. 

"Sejak dulu daerah sini kalau musim hujan rawan longsor, kalau kemarau kekeringan," ujarnya.

Warga Desa Ngargoretno, Tugiran, 49 tahun menyatakan setiap musim hujan datang ia dan warga lain memasang EWS manual. Ini berkaca pada kejadian di tahun 2018, rumahnya tergerus longsor. Akibat dari kejadian itu, Tugiran terpaksa membongkar sebagian bangunan rumah karena ancaman tanah gerak imbas longsor. 

Bagian terparah kena retakan tanah adalah ruang dapur. Dalam satu bulan, tiang dapur rumahnya sudah ambles hingga tujuh kali. Untuk sementara atap dibongkar dan tiang penyangga diganjal agar posisinya bisa balik semula. Retakan tanah juga menyasar pintu dapur dengan panjang sekitar lima meter dan lebar tujuh sentimeter.

Sejak dulu daerah sini kalau musim hujan rawan longsor, kalau kemarau kekeringan.

Menoreh3Alat deteksi dini terbuat dari papan dan bambu cukup efektif untuk memantau ancaman tanah gerak di Bukit Menoreh, Kabupaten Magelang. (Foto: Tagar/Ambar)

Kondisi tersebut membuat Tugiran selalu mengungsikan tiga anggota keluarganya ke tempat lebih aman kala hujan tiba. Sementara dirinya tetap berjaga di rumah. "Saya berjaga di rumah sambil mengawasi keadaan sekitar. Kalau hujan turun, pintu selalu dibuka agar memudahkan menyelamatkan diri, harus mencari posisi aman," kata dia.

Kandang kayu di samping rumahnya juga harus dibongkar mengingat nyaris ambruk dilewati retakan tanah. "Semakin hari, tanah semakin larut. Kandang di samping rumah saya sampai miring sehingga saya bongkar," katanya.

Tercatat, retakan tanah di sekitar rumah Tugiran memanjang sekitar 100 meter. Di tahun yang sama, retakan tanah di Dusun Selorejo juga terpantau muncul di sekitar ruas jalan utama penghubung Kecamatan Salaman dan Kecamatan Borobudur. Retakannya sepanjang 40 meter, sudah berimbas pada terjadinya pergeseran tanah sekitar 15 Cm dan tanah ambles hingga 17 Cm.

Karena itu, pada awal musim hujan tahun ini, warga kembali memasang EWS manual di dua titik tersebut untuk memantau pergerakan tanah. Sebab retakan tanah di dua titik tersebut mengancam keamanan 18 rumah yang dihuni 75 warga, di antaranya terdapat kalangan anak dan lanjut usia. 

Dampak lain munculnya retakan itu adalah mengancam aliran air sungai di bawahnya. Sewaktu-waktu material tanah bisa menutup dua sungai dengan lebar lima meter dan tiga meter itu. Dan jika itu terjadi maka airnya dipastikan meluap ke permukiman penduduk.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Magelang Edy Susanto menyebutkan ada 17 kecamatan dari 21 kecamatan di Kabupaten Magelang yang masuk zona merah longsor. 

"Terutama wilayah yang ada di sekitar pegunungan Menoreh, Sumbing, dan Merbabu. Kecamatan Salaman ini paling banyak, titik rawan longsornya sangat banyak," kata Edi.

Dalam penanganan potensi musibah tanah longsor, kata dia, paling penting memang memasang alat pendeteksi dini. Tapi semuanya belum bisa terpasang EWS mengingat banyaknya titik rawan longsor yang tersebar di hampir seluruh kecamatan.

"Sehingga ketika ada masyarakat yang berinisiatif membuat EWS manual sederhana ini, saya sangat mengapresiasi. Pemasangan EWS manual ini merupakan salah satu upaya mitigasi paling tepat untuk mengurangi risiko tanah longsor," ucapnya.

Dia pun mengajak warga yang tinggal di wilayah rawan longsor lain untuk meniru kesiapsiagaan warga Menoreh menghadapi bencana alam. Kreasi warga Ngargoretno merupakan bentuk teknologi tepat guna, murah dan mudah dibuat. "Saya kira ini luar biasa ya, harus dikembangkan," kata dia. []

Baca juga:  

Berita terkait
Kearifan Lokal Magelang Hadapi Zona Kuning Bencana
Warga Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, mempunyai kearifan lokal dalam menghadapi zona kuning bencana. Ini kisah mereka.
Datangi Wonogiri, Jokowi Beri Tips Cegah Longsor
Jokowi mengajak masyarakat menanam vetiver di lahan kritis untuk mencegah erosi dan longsor. Ajakan disampaikan saat datangi Wonogiri.
1.752 Desa di Jateng Rawan Tanah Longsor
Ribuan desa di Jawa Tengah rawan bencana longsor dan banjir di musim hujan.