KPK Sebut Kalapas Sukamiskin Terlihat Tidak Sesali Perbuatannya

KPK sebut Kalapas Sukamiskin terlihat tidak sesali perbuatannya. Saut Situmorang menyatakan, pemberian suap kepada Wahid untuk mendapatkan fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin memang terkesan sudah biasa dilakukan.
Artis Inneke Koesherawati meninggalkan ruangan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). Inneke diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap atas pemberian fasilitas dan perizinan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat dengan tersangka Fahmi Darmawansyah. (Foto: Ant/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, (Tagar 22/7/2018) – Kalapas Sukamiskin Bandung Wahid Husein yang ditetapkan sebagai tersangka suap terlihat tidak menyesali perbuatannya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan, pemberian suap kepada Wahid untuk mendapatkan fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin memang terkesan sudah biasa dilakukan yang bersangkutan.

"Kalau lihat dari cerita yang kami pantau dari kemarin pagi sampai hari ini memang ada kesan itu sudah terbiasa sehingga menjadi aneh kalau tidak dijalankan sama si pendatang (narapidana) barunya," kata Saut di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (21/7).

Wahid HusenKepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). KPK menahan Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen bersama tiga tersangka lainnya yakni staf Lapas Hendri Saputra, terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah, dan terpidana Andri Rahmad pasca operasi tangkap tangan terkait suap atas pemberian fasilitas dan perizinan-perizinan di Lapas Sukamiskin. (Foto: Ant/Rivan Awal Lingga)

Bahkan, kata Saut, saat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta pascaoperasi tangkap tangan (OTT), Wahid terkesan santai dan beberapa kali tertawa.

"Ada kesan begitu makanya dia santai-santai saja ngomongnya malah beberapa kali ditanya ketawa-ketawa," ungkap Saut.

Namun demikian, empat tersangka dalam OTT Kalapas Sukamiskin saat dikonfirmasi awak media seputar kasus yang menjerat mereka memilih bungkam.

Empat tersangka tersebut yakni Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018 Wahid Husein (WH), Hendry Saputra (HND) yang merupakan staf Wahid Husein, narapidana kasus korupsi Fahmi Darmawansyah (FD), dan Andri Rahmat (AR) yang merupakan narapidana kasus pidana umum atau tahanan pendamping dari Fahmi Darmawansyah.

Tarif Fasilitas Mewah

Empat tersangka OTT Kalapas Sukamiskin telah ditahan KPK. "Ditahan 20 hari pertama. WH di Rutan Cabang KPK di Kavling K-4, HND di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, FD di Rutan Polres Jakarta Pusat, dan AR di Rutan Polres Jakarta Timur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Sementara itu, tarif untuk mendapatkan fasilitas mewah dalam sel narapidana di Lapas Sukamiskin, Bandung, dikabarkan berkisar antara Rp 200 juta-Rp 500 juta.

"Ya, itu salah satu yang sedang kami teliti berapa seseorang itu membayar. Dari informasi awal ada rentangnya, sekitar Rp 200-500 juta," kata Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7).

Fahmi Darmawansyah dan Andri RahmadTersangka kasus suap Fahmi Darmawansyah (kiri) dan Andri Rahmad (kanan) memasuki mobil dengan memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). (Foto: Ant/Rivan Awal Lingga)

Permasalahan Klasik

Pengamat hukum pidana Kaspudin Noor menanggapi penangkapan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein oleh KPK, menurutnya merupakan permasalahan klasik.

"Kalapas ditangkap bukan pertama kalinya, ini suatu pelanggaran klasik," ujar Kaspudin Noor di Jakarta, Sabtu.

Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) itu menambahkan, pelanggaran klasik tentu harus dicarikan metodenya untuk tidak mengulang kejadian serupa.

"Ini tugas pak menteri hukum dan HAM selaku pimpinannya yang memiliki kewenangan dalam mengatasi persoalan itu," ujarnya.

Menurut dia, meski di atas kalapas ada Dirjen Pemasyarakatan (Dirjen Pas), Menkumham tetap harus memberikan "warning" kepada bawahan dengan memberikan sanksi karena tidak mampu melakukan pembinaan kepada warga binaannya.

"Kalau Menkumham tidak mampu, yang harus diganti. Kalau tidak kejadian seperti terus menerus terjadi," ujarnya.

Tentunya, kata dia, tugas pimpinanlah untuk mengawasi kerja bawahannya. "Kalau melanggar jangan segan-segan menjatuhkan sanksi kepada bawahannya," ucapnya.

Dia menambahkan, sebenarnya hakim pengadilan juga bisa melakukan pengawasan terhadap seseorang yang sudah dijatuhi hukuman. "Itu diatur dalam hukum pidana kita, hakim bisa mengawasi terkait pelaksanaan hukuman terhadap terpidana," sebut Kaspudin Noor.

Ironis

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Choky Ramadhan menyatakan, Kalapas Sukamiskin Wahid Husein yang ditangkap KPK telah merusak sendi-sendiri penegakan hukum.

"Benar-benar sangat ironis dengan ditangkapnya kalapas Sukamiskin," kata Choky Ramadhan di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, Kalapas Sukamiskin yang mendapat mandat untuk menjaga ratusan terpidana korupsi tidak kembali mengulang kejahatannya, justru bersekongkol dan tetap melanggengkan praktik korupsi.

Dia juga mengatakan, kasus kalapas bukan barang baru dan sudah lama didengar. "Ini bukan barang baru. Kita sudah dengar isu ini sejak Prof Denny menjadi Wamenkumham, bahkan beberapa tahun terakhir sempat diangkat oleh jurnalisme investigasi salah satu media di Indonesia," ujarnya.

Dia menyarankan, untuk itu rombak pejabat maupun staf terkait di Sukamiskin, ataupun yang mengetahuinya tetapi "membiarkan" dan tidak melaporkannya.

Selanjutnya whistleblowing sistem perlu dikembangkan agar memberikan perlindungan dan penghargaan bagi pihak pegawai maupun warga bina pemasyarakatan yang melaporkan praktik koruptif di lapas. (yps)

Berita terkait
0
Ketok Palu Tingkat I Tiga RUU DOB Papua Akan Putuskan DPR Siang Hari Ini
Panitia Kerja (Panja) 3 RUU DOB Papua akan kembali menggelar rapat pengambilan keputusan Tingkat I terkait dengan pembagian batas wilayah.