KPK Minta MA Konsisten Memutus Perkara Korupsi, Ini Sebabnya

KPK meminta Mahkamah Agung (MA) konsisten dalam memutus kasus korupsi.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango. (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Mahkamah Agung (MA) konsisten dalam memutus kasus korupsi. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai hampir semua perkara tindak pidana korupsi berlanjut ke upaya hukum banding dan kasasi, bahkan sampai peninjauan kembali. 

"Dalam kaitannya dengan soal konsistensi ini, kami berharap sebenarnya bahwa ada sikap konsisten nanti pada tingkat Mahkamah Agung. Jadi harapannya konsistensi itu justru itu yang harus dipegang di tingkat Mahkamah Agung," tutur Nawawi Pomolango dalam sosialisasi publik Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 secara daring di Jakarta, Kamis, 3 Desember 2020.

Jadi harapannya konsistensi itu justru itu yang harus dipegang di tingkat Mahkamah Agung.

Baca juga: Hasil Geledah KPK di Cimahi Terkait Korupsi Wali Kota Ajay

Hal itu disampaikan terkait tujuan Mahkamah Agung mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2020 untuk memastikan hakim yang melalui tahapan sama, konsisten dalam menentukan berat ringannya pidana. Perma tersebut dibuat lantaran sebelumnya terdapat disparitas penjatuhan hukuman untuk tidak pidana korupsi

Peraturan itu ditetapkan dengan pertimbangan penjatuhan pidana harus memberikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan serta menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa. 

KPK sebelumnya membeberkan daftar 20 koruptor yang menerima pengurangan hukuman dari Mahkamah Agung melalui putusan peninjauan kembali sepanjang 2019-2020. 

Sementara berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2007 sampai 2018, setidaknya 101 terpidana koruptor dibebaskan Mahkamah Agung. Sementara perkara yang ditangani KPK sepanjang 2017-2020 terdapat 20 terpidana yang dikabulkan PK-nya.

Baca juga: Kasus Benih Lobster, KPK Panggil 5 Saksi untuk Edhy Prabowo

Sementara itu, Mahkamah Agung menegaskan hakim tetap memiliki diskresi dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tindak pidana korupsi setelah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 diundangkan. 

"Pedoman pemidanaan Perma Nomor 1/2020 ini tidak memaksa hakim untuk menjatuhkan pidana dengan angka-angka pasti atau rigid. Sebaliknya, pedoman pemidanaan ini sifatnya fleksibel, yakni dengan menggunakan rentang pidana atau range sehingga masih ada ruang bagi diskresi hakim untuk menentukan," ujar Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Suhadi dalam sosialisasi Perma Nomor 1 Tahun 2020 secara daring di Jakarta, Kamis, 3 Desember 2020. 

Ia menuturkan perma tersebut untuk memastikan hakim yang melalui tahapan sama, konsisten dalam menentukan berat ringannya pidana lantaran sebelumnya terdapat disparitas penjatuhan hukuman untuk tidak pidana korupsi. []

Berita terkait
Rizal Djalil Tidak Menyesal Ketika Ditangkap KPK
Rizal Djalil selaku Mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI, tidak menyesal ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus Edhy Prabowo, KPK Mulai Soroti Ali Mochtar Ngabalin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan status Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin dalam kasus Edhy Prabowo.
Ditangkap KPK, Luhut Pandjaitan: Edhy Prabowo Orang Baik
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan menilai Menteri Edhy adalah sosok orang baik.