Kopi di Indonesia Kalah dengan Vietnam, Ini Alasannya

Kopi di Indonesia Masih Kalah dengan Vietnam. Itu disebabkan peremajaan kopi di Indonesia belum berjalan dengan baik.
Pekerja sedang menyortir biji kopi di salah satu gudang kopi di Medan. (Foto: Tagar/Tonggo Simangunsong)

Medan - Patut diakui kopi di Indonesia kalah jauh dengan Vietnam. Ada beberapa penyebab yang membuat Indonesia tak dapat menyaingi dari negara yang dikenal sebagai salah satu penghasil kopi robusta terbesar dunia itu.

“Bagaimana tidak kalah? Kita di Indonesia kebanyakan masih pohon tua, yang umur pohon kopinya rata-rata di atas 10 – 20 tahun. Kopi itu kalau sudah di atas umur segitu produksinya sudah rendah,” kata Penasehat AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia) Suyanto Husein kepada Tagar, Senin, 6 Agustus 2019.

Peremajaan kebun kopi di Indonesia masih sulit dilakukan.

Suyanto mengatakan peremajaan kopi di Indonesia belum berjalan dengan baik. Jika dibandingkan dengan di Vietnam, peremajaan dilakukan dengan bantuan penuh dari pemerintah. Sehingga, dengan alasan itulah Indonesia masih sulit bersaing dengan Vietnam.

Kata Suyanto, peremajaan kebun kopi di Vietnam dengan Indonesia sangat berbeda. Di Vietnam, kebun yang semula ditumbuhi 1000 pohon dalam satu hektare, ternyata bisa ditumbuhi dua kali lipat tanaman kopi.

"Jadi dalam satu hektare, yang biasanya 1000 pohon, dua kali lipat jadi 2000 pohon," kata Suyanto.

Pada masa peremajaan itu, pemerintah Vietnam juga mendukung dengan subsidi pupuk NPK. Sembari menunggu tanaman kopi berbuah, petani di Vietnam diberikan pelatihan untuk menanam tanaman yang lain, seperti palawija, sehingga, tanah tetap bisa diberdayakan sebelum masa panen kopi tiba.

Dia mengakui Vietnam memang masih kalah dengan Brasil yang merupakan penghasil kopi terbesar di dunia. Tetapi, jika dilihat dari produksi kopi Vietnam per tahunnya yang bisa mencapai di atas 1 juta ton per tahun, ternyata negara ini juga masih dapat bersaing dengan Brasil. Dimana, Brasil menghasilkan kopi hingga mencapai 2 juta ton per tahun.

Berbeda dengan kedua negara itu, Indonesia masih berada sekitar 500.000 ton kopi per tahun. "Kalau di Kolombia dulu malah bikin revitalisasi besar-besaran, bukan peremajaan lagi. Mereka menebang pohon tua dan mengganti pohon baru yang lebih produktif. Tapi sebelumnya, mereka melakukan pembenahan di tanah supaya bisa produktif kembali. Memang butuh waktu, tapi hasilnya sudah terasa sekarang," ucap dia.

Begitu juga dengan padangan eksportir kopi yang juga salah satu pengurus AEKI Sumatera Utara Michael Wijaya yang ikut angkat bicara mengenai perbandingan peremajaan kebun kopi di Vietnam dan Indonesia.

Dia melihat peremajaan kebun kopi di Indonesia masih sulit dilakukan. Itu karena dukungan pemerintah sangat minim dan pola pikir petani masih belum teredukasi.

"Misalnya, kalau ada bantuan bibit atau pupuk, itu hanya simbolis, nggak tahu bibitnya kemana semua," ujar Michael Wijaya.

Dia menuturkan pola pikir petani Indonesia masih belum berkembang. "Kalau dikasih bantuan, misalnya berupa uang, nanti dipakai untuk yang lain, bukan untuk membenahi kebunnya, jadi susah," tuturnya.

Menurut dia, saat ini produksi kopi Sumatera Utara tidak mengalami perkembangan yang signifikan. "Kita ekspor dari Belawan, tidak pernah lewat dari 60.000 ton dalam setahun," ucapnya. [] 

Baca juga:

Berita terkait
0
Jawaban Jokowi Saat Ditanya Pilih Puan Maharani atau Ganjar Pranowo Capres 2024
Apa jawaban Presiden Jokowi ketika wartawan bertanya kepadanya: pilih siapa capres untuk Pilpres 2024, Puan Maharani atau Ganjar Pranowo.