Kontroversi Anies Baswedan Selama Jadi Gubernur DKI

Sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan selalu menuai banyak kontroversi dari sejumlah kebijakan yang ditelurkannya.
Terdengar sorak sorai "presiden, presiden, presiden" dari mulut ribuan massa pada saat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan hendak memberikan sambutan di acara Reuni Akbar 212 pada 2 Desember 2019 pagi hari. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin)

Jakarta - Anies Rasyid Baswedan lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969 dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah. Bakat mengajarnya turun dari kedua orang tuanya yang merupakan keluarga berlatar pendidik. Ayahnya pernah menjadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia, sementara ibunya merupakan guru besar Universitas Negeri Yogyakarta.

Pendidikan Anies dimulai ketika berusia 5 tahun dengan mengenyam studi di taman kanak-kanak Masjid Syuhada, Yogyakarta. Kemudian, dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Laboratori Yogyakarta, Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 5 Yogyakarta, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Yogyakarta.

Saat duduk di bangku SMA, Anies mendapat beasiswa pendidikan satu tahun di Amerika Serikat (AS). Peluang tersebut tidak dia sia-siakan. Namun, pengalaman tersebut mengakibatkan kelulusannya dari SMA tersendat setahun, yakni pada tahun 1989.

Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan mengambil konsentrasi di Fakultas Ekonomi. 

Setelah lulus pada usia 26 tahun, Anies langsung bergabung dalam lembaga kajian ekonomi di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM.

Anies tergolong sebagai mahasiswa yang cerdas. Hal ini membuatnya meraih beasiswa magister di University of Maryland, School of Public Policy, College Park, Amerika Serikat (AS). 

Setelah itu, dia langsung menyabet gelar doktor dan menyelesaikan S3 di Northern Illinois University, Department of Political Science, Illinois yang juga lagi-lagi dari beasiswa.

Di dunia organisasi, Anies juga terbilang cukup aktif sejak di bangku SMA. Dia pernah menjadi Ketua OSIS se-Indonesia saat mengikuti pelatihan kepemimpinan bersama 300 ketua OSIS. 

Sementara di perguruan tinggi, dia juga aktif sebagai Ketua Senat UGM, pada tahun 1992, serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk organisasi ekstra.

Saat berusia 38 tahun, dia terpilih menjadi rektor termuda di Indonesia saat berada di Universitas Paramadina.

Karir politiknya mulai terlihat saat dia terlibat membantu Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) memenangkan Pemilihan Presiden 2014. Saat itu Anies didapuk menjadi juru bicara pasangan tersebut. 

Kemudian, dia terpilih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) era Jokowi-JK. Namun, karirnya hanya bertahan 2 tahun, karena dia terkena reshuffle.

Setelah itu, dia bermanuver dengan mencalonkan diri bersama Sandiaga Uno untuk menjadi pimpinan Jakarta. Pada 16 Oktober 2017, Anies Baswedan resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pasangan Anies-Sandi, saat itu mengalahkan perolehan suara Basuki Tjahaja Purnama (BTP)-Djarot Saiful Hidayat.

Berikut kebijakan kontroversial yang pernah dibuat oleh Anies Baswedan selama menjabat sebagai DKI-1.

1. Penutupan Jalan di Tanah Abang

Kemacetan Tanah AbangKemacetan di Tanah Abang. (Foto: Antara)

Sejak 22 Desember 2017 kebijakan tersebut berlaku. Motivasi Anies menutup Jalan Jatibaru, Tanah Abang, untuk memberikan akses yang lebih luas bagi pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan hingga tumpah ruah menutup sebagian jalan di kawasan perbelanjaan tersebut. 

Pemprov DKI Jakarta pada saat itu merasa perlu untuk menutup akses jalan umum untuk memberi ruang kepada PKL.

Akibatnya, banyak masyarakat pengguna jalan yang terganggu karena harus memutar arah yang lebih jauh untuk sampai tempat tujuan. Tidak sedikit juga masyarakat yang menilai kebijakan penataan Tanah Abang ala Anies-Sandiaga justru membuat kawasan tersebut jauh lebih semrawut.

Belum lagi masyarakat Koalisi Pejalan Kaki yang sangat keberatan karena kendati jalan sudah ditutup, tetapi PKL tetap berjualan di trotoar sehingga mengganggu akses pejalan kaki.

Kebijakan eksperimental ini kemudian direspons Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah (Ditlantas Polda) Metro Jaya agar Pemprov DKI kembali mengkaji kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Ditlantas Polda Metro Jaya juga mengimbau Pemprov DKI untuk mengembalikan fungsi jalan sesuai perundang-undangan yang belaku. Pada 15 Oktober 2018, Pemprov DKI menganulir keputusan mereka dan kembali membukan Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

2. Mewarnai Separator Jalan

Anies Baswedan berniat ikut andil dalam memeriahkan perhelatan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. 

Sebagai kota penyelenggara, Anies berupaya menyebarkan 'virus demam' Asian Games kepada warga DKI dan warga negara yang akan datang untuk menyaksikan negara kesayangannya berlaga pada pesta olahraga terbesar se-Asia tersebut.

Sang gubernur kemudian berinisiatif mengecat sejumlah jalanan di ibu kota dengan warna warni. Sejumlah separator jalan, baik yang ada di tengah maupun sisi jalan diwarnai. 

Padahal, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 34 tahun 2014 tentang Marka Jalan mengatur penggunaan warna yang diperbolehkan adalah hitam dan putih.

Usai mendapat tanggapan negatif dari masyarakat, tidak lama kemudian warna separator dikembalikan ke warna hitam-putih.

3. Kebijakan Anggaran TGUPP

Janji Anies Soal TGUPPJanji Anies Soal TGUPP. Tim ini akan diisi oleh orang-orang yang kompeten. "Yang penting tugas apa saja yang harus ditunaikan orang-orang yang kompeten. Jadi kehadirannya membantu Gubernur dan Wakil Gubernur, bukan terbalik. Jangan sampai kehadirannya, diajari Gubernur dan Wagub," jelas Anies di gedung DPRD Jakarta, Kamis (30/11). (Foto: Ard)

Sama seperti pendahulunya, Anies juga membuat Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Tim ini bertugas membantu gubernur dalam memberikan masukan terkait kebijakan apa yang sesuai dalam penyelesaian masalah publik di DKI Jakarta yang sudah kompleks. 

Namun, secara besaran jumlah anggota, Anies merekrut TGUPP hingga 73 orang.

Bahkan sejak 22 Februari 2019, melalui Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2019, Gubernur ke-17 DKI Jakarta ini mengubah porsi anggota TGUPP dari yang awalnya 73 orang kemudian disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. 

Dengan jumlah 73 orang, Pemprov DKI Jakarta sudah menggelontorkan dana hingga Rp 19,88 miliar. Padahal, waktu zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) anggota TGUPP cuma 15 orang.

Hal ini dikritik sejumlah pihak. Salah satunya Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi yang pernah mengatakan tidak setuju jika Anies hendak menambah lagi anggaran TGUPP. Hal ini dia sampaikan dalam rapat Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta pada 30 November 2018.

4. Pengadaan Lidah Mertua untuk Polusi Udara

Usai menduduki peringkat pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada akhir Juni 2019, Anies Baswedan berencana menjadikan tanaman lidah mertua atau Sansevieria untuk mengatasi masalah polusi udara tersebut.

Bahkan, Pemprov DKI Jakarta berencana akan membagikan tanaman hias ini kepada warga mulai Agustus 2019.

5. Anggaran Revitalisasi Trotoar Lebih Besar dari Penanggulangan Banjir

Pohon CikiniDengan ditebangnnya pohon di trotoar tersebut, membuat pejalan kaki sulit melintas, Selasa, 5 November 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Nefki Hasbiansyah)

Anies Baswedan melalui Dinas Bina Marga mengusulkan dana sebesar Rp 1,2 triliun untuk pembangunan trotoar sepanjang 103 kilometer. Besaran dana itu mencapai 30 persen dari seluruh total anggaran Dinas Bina Marga sebesar Rp 3,9 triliun.

Kepala Dinas Bina Marga, Hari Nugroho mengatakan pembangunan trotoar sepanjang 103 kilometer itu meningkat 40 persen dari target pembangunan trotoar pada 2019, yaitu sepanjang 67 kilometer. 

Kenaikan jumlah pembangunan trotoar itu dilakukan untuk memenuhi Instruksi Gubernur Nomor 66 tahun 2019 tetang Pengendalian Kualitas Udara.

Hari menjelaskan, pihaknya juga sudah memiliki master plan terkait pembangunan trotoar itu. Dia menargetkan tahun 2020 sepanjang 103 kilometer trotoar di ruas jalan Jakarta akan rampung dibangun.

Namun, kebijakan ini dikritik sejumlah pihak, termasuk para anggota DPRD DKI Jakarta. Sebab, dana untuk pembangunan trotoar tersebut melebihi anggaran kegiatan yang termasuk prioritas di Provinsi DKI Jakarta untuk menanggulangi banjir sebesar Rp 1 miliar.

"Seharusnya anggaran dan pembangunannya dilakukan beberapa tahap saja," kata anggota DPRD Komisi Matnoor Tindoang dalam rapat pembahasan anggaran Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) bersama Dinas Bina Marga DKI Jakarta.

6. Revitalisasi Monas Tanpa Izin

MonasProses revitalisasi yang dilaksanakan di area Plaza Selatan sudah mulai terlihat prosesnya. Namun 190 pohon harus dibabat dan diratakan dengan tanah akibat proyek ini. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Masih hangat diperbincangkan, Anies Baswedan membuat keputusan untuk revitalisasi kawasan Monumen Nasional (Monas) yang dinilai banyak pihak bertentangan, karena tidak melalui persetujuan Komisi Pengarah yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 1995.

Disebutkan Pemprov DKI Jakarta belum meminta pendapat, pengarahan, dan persetujuan Komisi Pengarah saat hendak melakukan proyek revitalisasi kawasan Monas. 

"Memang belum pernah ada pengajuan izin (permintaan persetujuan)," kata Sekertaris Utama Kemensesneg Setya Utama, Rabu, 22 Januari 2020.

Pemprov DKI mengakui memang belum melayangkan permintaan persetujuan terkait revitalisasi Monas kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Sekretaris Negara. Namun, hingga kini Gubernur DKI Anies Baswedan enggan mengomentari proyek tersebut. []

Berita terkait
Nasib Monas Sejak Era Ali Sadikin Hingga Anies
Monas telah beberapa kali mengalami revitalisasi. Begini perbedaan Monas di era Ali Sadikin, Sutiyoso, dan Anies Baswedan.
Revitalisasi Monas, Anies Baswedan Malah Buang Badan
Masalah revitalisasi Monas, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pilih buang badan. Menyerahkan pembicaraan kepada bawahannya.
Ahok Bocorkan Revitalisasi Monas Eranya Vs Anies
Komisaris PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membandingkan revitalisasi Monas eranya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.