KontraS: Persekusi Mahasiswa Papua di Surabaya Brutal

KontraS menentang tindak kekerasan terhadap mahasiswa Papua. Menurutnya, persekusi adalah brutalitas yang menyalahi aturan HAM dan UUD 1945
Sejumlah orang dari Ormas masih berada di depan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Pacar Keling, Surabaya, Jumat 16 Agustus 2019. (Foto: Tagar/ Fajar Ikhwan)

Jakarta - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mengecam tindakan persekusi yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat dan beberapa oknum aparat kemanan serta aparatur sipil negara (ASN), dalam bentuk ujaran rasisme, diskriminasi, dan tindak kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Semarang, Surabaya dan Malang.

Yati juga menyoroti tindakan represif yang dilakukan aparat penegak hukum saat memasuki asrama Papua di Surabaya.  

Ia menilai, tindakan tersebut tidak memberi jaminan perlindungan kepada mahasiswa Papua yang berada dalam asrama, justru salah kaprah, malahan membenarkan tindakan-tindakan kelompok intoleran. 

“Tindakan represif tersebut memperlihatkan sikap reaksioner sekaligus diskriminatif, serta tidak adanya itikad baik dari pemerintah, penegak hukum, dan aktor keamanan untuk melihat dan menempatkan mahasiswa Papua dengan setara, tanpa diskriminasi,” kata Yati dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Senin sore, 19 Agustus 2019.

Menurut dia, penyelesaian dan pendekatan yang dilakukan “oknum” cenderung represif dan berlebihan dalam mengatasi persoalan Papua di Surabaya, khususnya terkait dengan hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat. 

Ia mencatat, tindakan persekusi dan brutalitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat, aktor keamanan, dan ASN yang dipertontonkan pada saat pengepungan asrama Papua di Surabaya dengan mengeluarkan ujaran rasial, mencederai komitmen Indonesia dalam ketentuan Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 28 E ayat 3, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang HAM No. 39/1999, Undang - Undang No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 

Oleh karena itu pihaknya merasa perlu mengambil sikap untuk mengkritisi persoalan ini. 

Pertama, kata Yati, KontraS secara tegas mengecam dan tidak mentolerir segala bentuk tindakan rasisme dan diskriminasi terhadap masyarakat Papua maupun etnis-etnis tertentu, baik yang terjadi di Surabaya maupun di wilayah lainnya pasca-peristiwa penyerangan dan persekusi yang terjadi di asrama Papua di Surabaya. 

Kedua, lanjutnya, pemerintah ia desak harus pro-aktif mencegah, menghentikan segala upaya tindakan provokasi yang memecah belah masyarakat dengan menggunakan isu-isu Papua. 

“Terbuka dan komunikatif dalam merespons tuntutan masyarakat Papua, dengan tanpa menggunakan kekuatan berlebihan dalam menghadapi aspirasi masyarakat Papua,” kata dia. 

“Terakhir, KontraS mendorong proses penegakan hukum terhadap tindakan persekusi dan rasisme yang terjadi,” ujar Yati. []

Baca juga: 

Berita terkait
Polda Sulsel Kirim Brimob BKO ke Papua Barat
Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan mengirim 200 personel Brimob ke Papua Barat. Untuk membantu pengamanan di sana.
Respons GAMKI Terkait Pengusiran Mahasiswa Papua
GAMKI merespons peristiwa pengusiran mahasiswa asal Tanah Papua, di depan asrama mahasiswa di Surabaya.
Khofifah: Lagu Papua Saya Hafal
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memiliki cerita ketika dia berupaya menjaga harmonisasi dengan mahasiswa Papua di Surabaya.