Komnas PA: Deli Serdang Zona Merah Kekerasan Seksual Anak

Kabupaten Deli Serdang, Sumut, dinilai masuk zona merah kekerasan seksual terhadap anak. Jumlah kasus di daerah itu terus meningkat.
Arist Merdeka Sirait saat melakukan sosialisasi 10 hak anak di salah satu SD negeri di Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumut. (Foto: Tagar/Komnas PA)

Jakarta - Kabupaten Deli Serdang, Sumut, dinilai zona merah kekerasan seksual terhadap anak. Jumlah kasus di daerah itu terus meningkat. Komnas Perlindungan Anak menyesalkan pemerintah setempat terkesan tidak peduli.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengungkap sejumlah kasus, di antaranya geng rape di Kecamatan Lubuk Pakam, yang dilakukan tujuh orang terhadap seorang siswi SMP usia 13 tahun.

Hingga korban melahirkan, pemerintah kata Arist, tidak hadir dan membiarkan korban menanggung beban sendiri dengan bayinya.

Lebih jauh, korban dan keluarga atas sepengetahuan kepala dusun demi nama baik dusun diusir. Bahkan meminta korban untuk memilih salah satu dari delapan predator untuk dinikahkan.

"Ini kan sadis dan keji. Masa korban justru diusir dari kampungnya," kata Arist, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 30 Januari 2021.

Dia menilai, pemerintah daerah lepas tangan dan tak mempunyai konsep mekanisme melindungi anak. Padahal, Deli Serdang menyandang Kota Layak Anak. "Status itu hanya jargon dan prestise politik, memalukan saja," tukas Arist.

Dia menegaskan, hak anak harus dipenuhi sebagai prasyarat kota disebut layak anak. Namun itu belum dijalankan dengan semestinya. 

Ruang terbuka hijau ramah anak misalnya, belum ditemukan di Deli Serdang. Tempat bermain anak pun masih orientasi bisnis.

Pada sisi lain, kasus-kasus kejahatan terhadap anak khususnya kejahatan seksual terus meningkat.

Dia kemudian membeber kasus lainnya, seorang anak usia 13 tahun di Lubuk Pakam dipaksa ayah dan abang kandung untuk melayani nafsu bejat secara berulang.

Seorang anak dirudapaksa ayah kandungnya di Pantai Labu. Sejak korban usia delapan tahun dan saat ini berusia 16 tahun, tidak mendapat perhatian dan dibiarkan menanggung beban psikologis.

Jangan biarkan masa depan anak-anak Deli Serdang hancur. Karena setiap anak mempunyai hak politik dan berhak mendapat perlindungan dari negara dan pemerintah

Di Kecamatan Batang Kuis, delapan anak sekolah minggu dilecehkan salah seorang pendeta dalam bentuk sodomi.

Untuk itu perlu dipertimbangkan status Deli Serdang sebagai kota layak anak. "Dicabut saja. Tidak ada gunanya itu, memalukan saja," tandas Arist.

Zona merah

Atas dasar kondisi itu, kata Arist, Komnas Perlindungan Anak menyimpulkan bahwa Kabupaten Deli Serdang merupakan zona merah kejahatan seksual anak.

Arist Merdeka SitaitArist Merdeka Sitait saat berada di Langkat, Sumut. (Foto: Tagar/Komnas PA)

Sebagai data penguat, dia menyebut sepanjang tahun 2019-2020 jumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak mencapai 389 kasus, di antaranya 62,56 persen didominasi kasus kekerasan seksual. "Angka ini terbesar ke dua setelah kota Medan," katanya.

Berikutnya, kejahatan seksual dalam bentuk sodomi 47 kasus dengan jumlah korban lebih dari 250, kejahatan seksual dalam bentuk cabul 21 kasus, hubungan seksual sedarah (incest) 38 kasus, persetubuhan dengan kekerasan 84 kasus.

Baca juga:

Umumnya pelaku adalah ayah kandung dan atau ayah sambung, kakak, paman, guru, tetangga, teman sebaya, dan keluarga terdekat anak.

Lokasi kejadian adalah rumah, lingkungan sekolah, asrama dan tempat penitipan anak atau boarding school.

Tempat kejadian atau wilayah peristiwa yang sudah terkonfirmasi di Deli Serdang, terjadi di Kecamatan Lubuk Pakam 20 kasus; Batang Kuis 15; Galang 15; Namorambe 10; Kutalimbaru 11; Pantai Cermin 20; Pantai Labu 15; Percut Sei Tuan 15; dan Pancur Batu 9 kasus.

Disebutkan, jumlah kekerasan seksual yang dihimpun Komnas Perlindungan dan Lembaga Perlindungan Anak Deli Serdang berbeda jumlahnya dibanding yang terlaporkan di Polres Deli Serdang.

Kata Arist, perbedaan ini dipengaruhi ada banyak kasus tidak dilaporkan karena dianggap aib dan sebagian kasus didelesaikan melalui pendekatan adat dan damai.

Dampak kejahatan seksual adalah rusaknya alat-alat reproduksi korban, menimbulkan penyakit menular seksual, hamil dan melahirkan, kehilangan masa depan, dan bahkan bunuh diri.

Yang lebih menyedikan lagi, dari 196 kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilaporkan, lima di antaranya meninggal dunia, di antaranya dua di Namurambe, dua di Batangkuis, satu di Galang, dan satu bunuh diri karena menanggung malu di Kecamatan Sibiru-biru.

Tindakan bersama

Arist menyebut, untuk memutus mata rantai kejahatan terhadap anak di Deli Serdang, saatnya membangun gerakan perlindungan anak berbasis keluarga, kampung, dan desa.

Masyarakat harus dilibatkan secara langsung serta memanfaatkan alat-alat kelengkapan organisasi masyarakat di desa atau kelurahan.

Fungsikan musala dan masjid sebagai alat komunikasi dan mekanisme menyampaikan pesan-pesan moral dan keagamaan. Memanfaatkan rapat-rapat karang taruna, dan rapat desa berbasis program pemberdayaan desa.

"Jangan biarkan masa depan anak-anak Deli Serdang hancur. Karena setiap anak mempunyai hak politik dan berhak mendapat perlindungan dari negara dan pemerintah. Pak Bupati jangan biarkan anak-anak luka hatinya dan menderita. Mari hargailah dan berikanlah reward kepada para penggiat perlindungan anak di Deli Serdang. Mari kita bangun komitmen. Si sada anak, si sada boru artinya anakmu adalah anakku juga," pungkas Aris.[]

Berita terkait
Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, DPR Didesak Kebut RUU PKS
Indonesia mengalami kondisi darurat kekerasan seksual. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Menakar Efek Kebiri Kimia Pada Kasus Kekerasan Seksual
Pemerintah terbitkan PP (peraturan pemerintah) tentang pelaksanaan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual dengan harapan ada efek jera
Amerika Serikat Pecat 14 Perwira Terkait Kekerasan Seksual
Angkatan Darat AS memecat dan menskors 14 perwira senior terkait pelecehan dan kekerasan seksual di Fort Hood, Texas